Postingan

Menampilkan postingan dari Juli, 2020

Ibu, Bukan Sekadar Madrasah Pertama.

Bukan hanya madrasah, sekolah, atau pendidik tapi ibu adalah pembentuk pertama kehidupan seorang anak. Lebih jauh, ibu adalah pembentuk pertama kehidupan manusia.  Bisa dibilang, bagaimana kehidupan seorang manusia, ditentukan dan dibentuk pertama kali oleh kaum yang disebut-sebut Nabi memiliki derajat lebih tinggi dari seorang ayah. Tak hanya setelah seorang anak "brojol" lalu nangis pertama kali di dunia ini, pembentukan tersebut dimulai dari pertama janin mulai hadir di rahim seorang perempuan. Bahkan, ada yang bilang, pembentukan itu dimulai sebelum proses pertemuan sperma laki-laki dan sel telur perempuan bertemu. Karenanya, para ulama menyarankan agar berwudlu, minimal membaca doa sebelum laki-laki dan perempuan "bertemu" dalam kucuran keringat berbalut cinta dan kasih sayang yang hangat.  Doa untuk "itu" sepertinya tak perlu ditulis lagi di sini, karena para lelaki sudah menguasai dan fasih. Yang ingin saya tekankan adalah, para perempuan pun mesti ...

Hadiah Dari Allah

Seseorang datang membawa keluh dan kesah ke Kulub. Kopi dan pisang goreng yang disuguhkan oleh Kulub di atas meja untuk sang tamu tak sedikitpun disentuh. Laki-laki itu lebih suka meluapkan segala yang menyesakkan dada.  Kulub santai menikmati pisang goreng, menyeruput kopi, lalu menghisap Pilternya dengan khidmat sambil mendengarkan tamunya yang terus berkata-kata. Tamunya yang berambut sebahu itu seorang pengusaha sembako. Dua bulan terakhir, ia dan istrinya selalu kedatangan orang-orang yang meminta bantuan. Mulai meminjam uang buat susu dan sekolah anak sampai meminta sedikit beras karena tak mendapat jatah bantuan sosial dari pemerintah karena kesalahan sendiri yang tak mengurus identitas berupa KTP tempatnya berdomisili.  Sekali dua kali, ia dan istrinya masih bisa menampung dan memberi bantuan ala kadarnya. Tapi, karena dikenal sebagai pengusaha dan dianggap  punya banyak harta, saban hari selalu saja ada yang datang. Layaknya minum obat, dalam sehari bisa tiga ora...

kisah Montir dan Kuli Bangunan

Seorang laki-laki membanting lap kain ke lantai. Beberapa jenak, ia terdiam. Itu dilakukan setelah laki-laki berpakaian rapi menghampiri lalu beberapa detik kemudian meninggalkannya.  Saya tak lagi melihat tangannya yang lincah mengutak-atik beberapa bagian dari rangkaian mesin mobil milik atasan saya yang sudah waktunya dikasih perawatan.  Saya yang duduk beberapa langkah di kursi pelanggan di sampingnya, memutuskan untuk bangkit dan mendekatinya. Lantaran lebih dari lima belas detik punggungnya semakin bungkuk dan tak ada gerakan apapun darinya.  Montir itu membalas pertanyaan basa basi saya sambil berusaha kuat menunjukkan muka ceria. Mukanya yang terlihat merah padam malah membuat saya bertanya siapa laki-laki yang tadi menghampiri dan bicara padanya. Dengan nada geram dan kesal yang ditahan, ia pun menjelaslan siapa laki-laki tersebut. Laki-laki bersepatu pantopel dan berpakaian rapi itu adalah pengawas para montir di bengkel mobil ini. Menurut pak Idham, laki-laki y...

Gak Ada Masalah.

Saya sangat bersyukur penjurusan dalam pendidikan baru saya alami ketika kuliah. Dari TK hingga Aliyah (tingkat SMA) kuping, mata, otak hingga hati ini dijejali berbagai materi ajar layaknya toge, tahu, kangkung, pepaya, dan bahan-bahan lain pada Gado-gado.  Tentu saja saat itu, sesekali, saya jalani dengan iringan rombongan kesal saking banyaknya PR, geram dengan guru "killer", hingga memilih tidur di kelas atau bolos menghindari penat karena banyaknya pelajaran untuk satu hari itu. Ternyata efek dari itu semua, baru saya rasakan belakangan. Lantaran terbiasa dijejali berbagai disiplin pelajaran dan tetek bengek tugas dari guru yang bejibun, saat ini, ketika banyak kerjaan dan tugas yang mesti diselesaikan bahkan seperti teriakan tukang tahu bulat lewat speaker di atas Mobil pick-up; dadakan, semuanya bisa terselesaikan.  Soal hasil, saya hiraukan, sebab tugas saya hanya berusaha, dan berupaya menyelesaikan semua tugas itu layaknya merayu dan mendekati perempuan: mesti dilak...

Perempuan Hebat

Seorang perempuan membuka mata di pagi buta. Usai baca doa bangun tidur ia bergegas menatap dunia dengan semangat baja.  Urusan tumpukan piring dan baju-baju di cucian, dengan sigap diselesaikan. Lanjut ke perkara debu dan segala kotoran di rumah dan halaman pun segera dituntaskan. Ia tak memikirkan diri sendiri yang masih berbalut daster. Ia yakin, air wudlu subuh cukup untuk sekadar menyegarkan segala.  Tak ada waktu untuk layaknya aki-aki yang ngopi di pagi hari sambil baca koran atau nonton burung piaraan berbunyi. Baginya, pagi adalah pintu masuk mengarungi hidup di hari ini. Jika berantakan, maka amburadul-lah segala urusan.  Usai menyiapkan sarapan untuk adik kesayangan semata wayang, ia bergegas ke kamar mandi. Kadang, kucuran air ampuh menyamarkan tangis.  Saya sering memanggilnya perempuan hebat. Semua beban pekerjaan  ia sembunyikan di balik senyum di bibirnya yang ranum.  Jam setengah enam pagi, ia sudah rapi dengan seragam sekolah, make-up tipi...