kisah Montir dan Kuli Bangunan
Seorang laki-laki membanting lap kain ke lantai. Beberapa jenak, ia terdiam. Itu dilakukan setelah laki-laki berpakaian rapi menghampiri lalu beberapa detik kemudian meninggalkannya.
Saya tak lagi melihat tangannya yang lincah mengutak-atik beberapa bagian dari rangkaian mesin mobil milik atasan saya yang sudah waktunya dikasih perawatan.
Saya yang duduk beberapa langkah di kursi pelanggan di sampingnya, memutuskan untuk bangkit dan mendekatinya. Lantaran lebih dari lima belas detik punggungnya semakin bungkuk dan tak ada gerakan apapun darinya.
Montir itu membalas pertanyaan basa basi saya sambil berusaha kuat menunjukkan muka ceria. Mukanya yang terlihat merah padam malah membuat saya bertanya siapa laki-laki yang tadi menghampiri dan bicara padanya. Dengan nada geram dan kesal yang ditahan, ia pun menjelaslan siapa laki-laki tersebut.
Laki-laki bersepatu pantopel dan berpakaian rapi itu adalah pengawas para montir di bengkel mobil ini. Menurut pak Idham, laki-laki yang saya ajak bicara, semua montir di bengkel ini mulai tak nyaman dalam bekerja setelah kedatangannya. Saya pun makin penasaran, siapa laki-laki itu dan apa yang dilakukannya hingga semua montir di bengkel ini tak suka padanya.
Pak Idham, ayah dua anak ini bilang; laki-laki itu pengawas para montir. Sebagai bawahan, para montir tak keberatan dengan apapun kebijakan yang diambil bos pemilik bengkel. Sayangnya, para montir justeru geram dengan sikap pengawas itu.
"Kalau diam aja dan gak sok tau sih, bodo amat," geram pak Idham. "Ini mah, sok-sok ngatur apa yang mesti saya lakukan. Padahal dia gak tau mana radiator, mana saluran wiper, mana saringan oli, mana oli gardan. Pokoknya saya tau persis, dia itu gak tau mesin. Tapi sok tau. Dan ketika dikasih tau, ia malah bersikeras kalau dia tahu. Dan malah marah-marah. Lalu, kami dilaporkan gak becus dan gak beres ke bos. Dan lebih parahnya, dia itu bego. Ketika dikasih tau cairan wiper Ama cairan radiator itu beda dia malah ngotot nyalahin. Daripada nyari ribut, saya lebih milih diam," terang pak Idham.
Saya mendengarkan dengan serius. Mata dan telinga ini jelas menangkap kekesalan yang dalam. Dan hati ini pun merasakan ketidaknyamanan pak Idham dalam bekerja. "Kalau Mas, gak percaya, tanya aja ama montir-montir yang lain," lanjut pak Idham.
Saya pun meninggalkan pak Idham setelah mencoba menghibur dan menguatkannya dengan bilang agar ia terus sabar dan orang macam itu memang ada, dan kadang berada posisi yang tak seharusnya ditempati. Seperti pengawas di bengkel ini. Tak lama, Pak Idham kembali mengutak-atik mesin mobil.
Usai dari bengkel, saya menjemput atasan saya di Jalan Kartini. Kami berencana melihat proyek pembangunan di Sawangan Baru. Atasan sekaligus teman saya ini memang pengusaha properti.
Langit siang agak mendung ketika kami tiba di lokasi. Baru aja turun dari mobil, kami dihampiri seorang laki-laki yang rambutnya mulai putih. Ia melapor bahwa para kuli bangunan tidak becus. Dan laporan-laporan lain yang lebih banyak negatif daripada positifnya.
Teman saya hanya manggut-manggut saja lalu meminta laki-laki itu melanjutkan pekerjaannya. Tanpa sepengetahuan laki-laki tadi, saya diminta Rudi, atasan sekaligus teman saya, untuk memanggil 4 orang kuli bangunan.
Di warung kopi yang tak jauh dari lokasi proyek, empat laki-laki yang kulitnya menyimpan legam pun mulai bicara soal bagaimana kinerja dan sikap pengawas mereka kepada Rudi. Hampir serupa dengan yang dialami montir di bengkel tadi. "Mending komentator sepakbola deh, pak, daripada dia. Komentator sepakbola mah tau setiap istilah dalam sepakbola, siapa aja pemain-pemainnya. Lah, ini mah, ngaduk semen Ama pasir aja gak tau, malah sok-sokan bilang cara kami ngaduk tuh salah," terang salah satu orang. "Padahal, ngangkat semen aja belum tentu kuat dia pak. Baru ngaduk semen sekali aja, saya yakin udah pingsan dia pak," timpal yang lain.
Rudi pun mempersilakan para kuli bangunan yang kuat dan perkasa itu kembali ke pekerjaannya. Saya pun iseng tanya soal sikap Rudi selanjutnya.
Rudi pun bilang, walau ia pemilik proyek tersebut, tapi ia tak bisa mengelak dari permintaan para investor. Termasuk titipan orang. Dan ia menegaskan hanya bisa menyemangati para kuli agar terus bekerja sebaik-baiknya. Dan tak usah terlalu memikirkan sikap pengawas mereka.
Lagi asik ngopi, tiba-tiba ada teriakan minta tolong. Saya dan Rudi segera berlari menuju sumber suara. Ternyata, pengawas yang penuh uban di kepalanya itu, terjatuh ke dalam lubang sedalam 5 meter untuk pondasi bangunan. Kakinya terbenam di adukan semen yang jika dibiarkan akan mengeras. Ajaibnya, para kuli bangunan hanya mengerubungi di pinggir lubang di atas pengawas itu. Padahal, ada tangga dan tali yang tergeletak tak jauh dari mereka.
Sawangan Baru 22072020
Komentar
Posting Komentar