Beberapa tamparan di pipi saya sore ini.
Malu rasanya diri ini. Begitu hina. Teramat rendah. Betapa bodoh dan gobloknya. Sebagai cucu, kira-kira begitulah yang saya rasakan menjelang sore ini ketika mendapati perempuan yang melahirkan ibu saya tengah membaca. Padahal ia baru sembuh dari cedera setelah jatuh di kamar mandi. Hingga dua tulang iganya retak.
Di usianya yang mendekati satu abad, perempuan yang punya tujuh anak ini masih suka membaca. Sebenarnya anaknya ada sembilan. Tapi, dua anaknya meninggal ketika masih kecil. Saat itu Belanda daN Jepang masih suka berkeliling di kampung Sawangan.
Buku yang ia baca karangan Sayid Alaidrus. Seorang Ulama yang lebih dikenal dengan Keramat Luar Batang. Yang makamnya saban hari sering diziarahi. Lebih-lebih di malam Jum'at.
Saya iseng, bertanya-tanya pada perempuan yang punya cucu yang cukup untuk jadi satu tim sepak bola, lengkap dengan pemain cadangan dan tim manajemennya, tentang buku yang ia baca. Perempuan yang biasa saya panggil Nyai ini bilang buku yang berjudul "wa maa arsalnaka Illa rohmatan lil'alamin" itu bercerita tentang Nabi Muhammad.
Saya pun kembali iseng bertanya perihal yang tengah dibaca Nyai. Perempuan yang berangkat haji setelah menjual sebagian tanahnya itu pun bercerita tentang sepasang suami istri Yahudi yang heran dan mempertanyakan perihal tetangganya yang merayakan peringatan maulid Nabi. Hal itu dikisahkan oleh Abdul Wahid bin Ismail. "Kenapa orang-orang Islam rela dan mau mengeluarkan harta yang tak sedikit untuk merayakan hari kelahiran nabinya setiap tahun?" Kira-kira begitu tanya sang istri pada suaminya yang menjawab sekenanya: "entahlah".
Nyai saya pun bercerita. Di dalam buku berbahasa Melayu dan ditulis dengan gaya Arab Pegon itu di ceritakan ketika suami istri tersebut tidur lalu bermimpi. Mereka melihat seorang laki-laki yang sangat elok parasnya, dikelilingi cahaya, sungguh gagah dan berwibawa sosoknya, lalu diikuti orang-orang yang juga bercahaya. Mereka masuk ke rumah tetangganya. Karena penasaran, mereka mendekat, lalu bertanya kepada salah satu jamaah di situ: "siapa orang itu?" sambil menunjuk sosok laki-laki yang dilihatnya tadi. Kemudian orang yang ditanya menjawab: "beliau nabi kami".
"Bolehkan kami menemui dan bicara dengannya?" Tanya si perempuan yahudi tersebut yang dijawab: "tentu saja, silakan" oleh orang yang ditanya.
Suami istri tersebut kaget, takjub, dan kagum setelah bicara dengan Rosulullah. Itu bukan tanpa sebab. Suami istri itu mendapat perlakuan yang begitu menenangkan hatinya. Rosulullah berbicara begitu lembut dan santun. Hingga suami istri itu bertanya: "kenapa kau berlaku demikian, padahal kami bukan orang Islam?"
Rosulullah pun menjawab: "saya diutus untuk menjadi rahmatan lil'alamin. Memberikan Rahmat untuk seluruh semesta, termasuk isinya. Saya diutus untuk bersikap dan berucap penuh kasih sayang kepada siapapun dan kepada apapun".
Sungguh, menjelang sore ini, pipi saya seperti ditampar berkali-kali. Tamparan pertama oleh nenek saya. Di usia senjanya, bahkan usia malamnya, ia masih rajin membaca. Tamparan keduanya, saya masih jauh dari kata rahmatan lil'alamin. Sebab masih sering di pikiran dan hati ini terbersit tidak suka ke makhluk lain. Terlebih ke mereka yang menyakiti hati.
Astagfirullah...
Allahu a'lamu bisshowab
Sawangan Baru
Komentar
Posting Komentar