Novel Kulub
Novel Kulub
Dua belas hari Kulub seperti emak ayam lagi mengerami telur. Selama itu, media sosial layaknya hal yang membatalkan wudhu. Pun seperti perempuan bukan muhrim. Hasilnya, tentu saja bukan anak ayam, tapi satu naskah novel selesai ia buat. Novel yang menceritakan perjalanan dan perjuangan seseorang menuju pernikahan. Saat ini, novel tersebut masih diendapkan. Seperti Kokok ayam, menyambut matahari akan terbit.
Awalnya Kulub tak berniat ingin menerbitkan cerita dan kisah fiksinya. Sayangnya, teman-temannya, termasuk saya, terus menghujaninya dengan kata-kata: "ayo terbitkan!". Berkali-kali Kulub menghalaunya dengan memakai payung: "gaya menulis gue, kayak bagus". Pun memakai jas hujan "gak percaya diri". Alhamdulillahnya, perlahan Kulub tak mampu menghindari basah. Ya, ia saat ini basah oleh kata-kata mesti punya karya.
Selama dua belas hari, Kulub benar-benar seperti orang yang semedi di satu sisi dan orang kesurupan di sisi lain. Semedinya ia benar-benar puasa sosmed, bahkan WhatsApp pun jarang disentuh. Kesurupannya, terjadi di lima hari terakhir. Ia tidak tidur di malam hari.
Hari pertama hingga ketujuh, Kulub mengumpulkan ide-ide. Apa saja yang mau ditulis. Bagaimana tokoh dalam ceritanya. Dan hal-hal lain yang menguatkan isi cerita. Pada tahap ini, ia masih santai dan biasa saja. Nah, di hari ke delapan hingga tadi pagi, lah ia seperti benar-benar berperang. Ide-ide yang terkumpul dan masih seperti pakaian yang baru diangkat dari jemuran, mesti dirapikan. Tenaganya, terutama otaknya, terkuras. Semalaman, ia bisa menghabiskan tiga gelas kopi, dua bungkus rokok, sebungkus mie instan, dan tiga botol air minum. Ajaibnya, kegiatan Kulub yang lain, seperti usaha dan tugas negaranya, tak terganggu oleh kegiatan "mengeramnya" itu.
Pagi ini, Kulub mengabari saya, novelnya telah selesai. Sebagai sahabat, tentu saya senang mendengarnya. Dan saya pun menunggu novel itu terbit. Tapi Kulub bilang, ingin santai dulu dua hari ini, dan mengajak saya liburan. Entah pantai atau pegunungan. Tentu saja saya tak kuasa menolak.
"Lub, boleh gue baca novel, lu?
"Nanti aja, kalau dah terbit."
"Kapan?"
"Nunggu takdir. Hahahaha...."
"Et dah. Kalau kagak lu kirim ke penerbit, ya kagak bakalan terbit."
"Udah, ah. Hari ini ampe besok kita liburan dulu."
"Sakarepmu ae, Lub".
Sawangan Baru
Komentar
Posting Komentar