Sebulan Main Instagram (bag-2)
Media Sosial seperti FB, IG, TikTok, YouTube, dan lain-lain, sudah dimaklumi jadi salah satu tempat yang menjanjikan untuk jualan. Selain murah, jualan online jangkauannya lebih luas dan jauh dibanding jualan offline.
Sayangnya, kebanyakan orang malah menganggap bahwa jualan online itu seperti jualan offline: buka akun atau toko terus pajang produk (upload foto produk) lalu nunggu pembeli datang. Walhasil, sepi pengunjung.
Nah, mindset ini perlu diubah. Pertama, apapun bentuknya, apapun produknya, dimanapun tempatnya, yang namanya jualan itu mesti pake sudut pandang pembeli (market). Dan pembeli pertama adalah penjualnya sendiri.
Misalnya, Men-temen jualan dimsum. Nah, ketika Men-temen mau jualan online, apapun media dan platformnya, terus upload sesuatu, pastikan Men-temen jadi orang lain yang melihat upload-an tersebut.
Lagi-lagi pastikan bukan sudut pandang kita sebagai penjual, tapi sudut pandang orang lain yang melihat upload-an tersebut. Kira-kira apa yang ada di benak n pikiran orang lain, saat melihat upload-an jualan kita itu.
Termasuk di Instagram. Kalau kita mau mau upload sesuatu, bagaimana tanggapan orang-orang yang akan melihatnya.
Saya sendiri, kalau melihat Men-temen upload Poto produk (bukan hanya di Instagram, bisa di WA, dll) dalam benak saya ada beberapa hal, yaitu: "oh, si Anu jualan anu toh." Udah, gitu aja. Gak terbersit keinginan sedikitpun untuk beli. Kenapa? Pertama, Karena saya gak tertarik dengan produknya. Kedua, saya belum atau malah gak butuh dengan produknya. Ketiga, saya belum tau beli itu buat apa.
Kalaupun saya tertarik, bisanya hal pertama yang saya lakukan adalah tanya harganya. Setelah disebutkan, ada dua kemungkinan. Pertama, saya ghosting karena merasa harganya gak sesuai. Kedua, cari alasan untuk gak beli, karena cuma pengen tau harga.
Nah, karena saya sendiri akan begitu kalau ngeliat orang-orang posting atau upload Poto produk jualannya, maka saya gak melakukan hal yang sama kaya mereka. Lah wong saya aja kayak gitu (gak beli dan cuma nanya-nanya aja) kalau ada yang posting dan upload kayak gitu, masa saya melakukan yang sama juga kalau jualan?
Terus mesti upload apa kalau mau jualan biar orang-orang mau beli?
Lagi-lagi coba lihat diri sendiri, Men-temen kalau beli sesuatu itu karena apa?
Nah, saya sendiri kalau beli sesuatu biasanya karena emang saya butuh produk itu. Selain butuh, biasanya karena saya emang pengen karena bisa nambah sesuatu dalam diri saya. Misalnya dengan produk itu, saya bisa makin sehat, saya bisa makin keren, wajah saya makin kinclong, dll.
Karena itu pula, pertanyaan yang mesti dijawab adalah apakah produk yang saya upload itu jadi produk yang dibutuhkan dan diinginkan atau enggak.
Terkait Instagram, lagi-lagi mesti dipikirkan: apa yang jadi alasan orang-orang buka Instagram dan lihat-lihat (scroling). Lalu, apa yang membuat mereka jadi tertarik hingga ngasih tanda like, comment, share, dan menyimpan suatu postingan.
Setelah riset sederhana, Ternyata, postingan atau upload-an Poto produk di akun toko atau brand, jumlah like, commnet, share, dan save-nya lebih sedikit (terlalu sedikit) dibanding akun pribadi pemiliknya. Coba lihat aja akun Elon musk dan Teslanya. Atau lihat akun Mark Zuckerberg dan brand miliknya.
Ini berarti media sosial prinsip dasarnya adalah media sosialisasi. Orang-orang lebih suka dengan akun orang bukan akun toko. Karena mereka ingin berinteraksi dengan orang, bukan dengan toko ataupun produk.
Di sinilah unik dan seninya, kalau mau jualan di Instagram, yang diposting adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan apa yang dijual. Misalnya, men-temen jualan dimsum. Nah, yang diupload bukan produk dimsumnya, tapi hal-hal yang berkaitan dengan dimsum tersebut. Seperti pentingnya kumpul keluarga, kehangatan saat bersama sahabat atau keluarga sambil menikmati dimsum, dll.
Mindset berikutnya, dan ini hal paling krusial saat jualan, yaitu: siapa Target Market kita?
Begitu juga dengan Instagram. Instagram kita itu diperuntukkan untuk siapa? Siapa yang akan mengkonsumsi postingan IG kita? Siapa yang butuh postingan IG kita? Siapa aja yang berpotensi inginmelihat dan suka postingan kita?
Nah, mereka itulah target market kita. Mereka itulah yang jadi sasaran dari jualan kita.
Sebulan saya main Instagram, beberapa kali saya mesti menghapus postingan, karena beberapa kali saya mengubah target market. Awalnya, saya ingin menarget mereka yang mau mulai usaha dan jualan. Kemudian berubah menjadi para guru yang ingin menambah income lewat jualan tanpa ganggu pekerjaan utama mereka. Dan belakangan berubah lagi, saya menarget pelaku usaha (UMKM) yang belum tau target marketnya.
Nah, karena bergonta-ganti seperti itulah yang menyebabkan perkembangan akun IG saya kurang signifikan, follower saya hanya bertambah 1 orang tiap harinya.
Bersambung...
Sawangan Baru', 25072022
Komentar
Posting Komentar