Presiden Adalah Puisi

“Negara lahir dari tangan penyair, bangkit dan runtuhnya di tangan politisi”.

Memilih presiden seperti menulis puisi. Dalam menulis puisi, para penyair harus memilih kata-kata atau diksi yang tepat untuk puisi mereka. jika judul puisi tersebut adalah Indonesia, maka para penyair harus memilah dan memilih kata-kata yang benar-benar bisa mewakili Indonesia. Karena dalam puisi itu ada pesan yang ingin disampaikan, maka puisi tersebut harus membawa pesan yang kongkrit untuk kemajuan Indonesia. Jika boleh dianalogikan maka visi dan misi para calon presiden yang akan mendatang adalah sebuah puisi. Atau lebih ekstrem lagi presiden adalah puisi. Lalu dimana posisi rakyat? Rakyat, sekaligus para pemilih calon preasiden, adalah audiens yang membaca, menikmati, dan mengkritisi puisi tersebut sebelum menentukan puisi mana yang akan dipilih. jika posisi presiden sebagai puisi, maka rakyatlah sang penyair, sekaligus penikmat, pembaca serta sang kritikus dari puisi tersebut.
Dalam hal ini, saya lebih mencondongkan analogi yang kedua, yaitu presiden adalah puisi. Karena saya adalah rakyat yang mempunyai hak menjadi penyair puisi tersebut. Maka saya berhak membuat sedemikian rupa bentuk dan rupa puisi saya ke dalam bentuk yang saya inginkan. Jika rakyat yang menjadi penyairnya, maka bentuk, rupa serta karakter presiden (puisi) itu harus mengikuti keinginan rakyat, terutama ketika masa pemilihan presiden ini.
Sebagai penyair maka hal pertama yang dilakukan adalah pesan apa yang ingin disampaikan dalam puisi yang akan dicipta. Pesan sebagai rakyat Indonesia sepertinya secara garis besar adalah membuat negeri ini lebih baik dan maju lagi, baik dari unsur sosial, ekonomi dan budayanya. Maka puisi yang akan dipilih untuk ditulis adalah puisi yang membawa pesan kearah tersebut. Hal ini bisa dilihat dari visi dan misi puisi yang memang sudah ditawarkan pada sang penyair, rakyat Indonesia. Dalam menetukan pesan ini, para penyair harus benar-benar teliti, sebab puisi yang bagus adalah puisi yang pesannya benar-benar mewakili keinginan sang penyair.
Setelah menentukan pesan mana yang ingin disampaikan, maka penyair harus memilih kata-kata yang akan digunakan dalam membentuk puisinya. Karena ini tentang pemimpin Indonesia maka kata-kata yang dipilih harus bisa menjadikan puisi yang berkarakter seorang bapak bagi Indonesia. Seperti yang dikatakan Presiden penyair Indonesia “Wahai pemuda, Wahai Garuda, Menetaslah, Lahirkan lagi, Bapak bagi bangsa ini!” dalam puisinya yang berjudul “Wahai Pemuda Mana Telurmu?”. Seorang pemimpin memang harus memiliki karakter seorang bapak. Bapak bagi anak-anaknya. Setidaknya pendidikan dan karakter seorang ayah adalah menjadikan anak-anaknya manusia tangguh. Hingga pada akhirnya pemimpin, bapak, dan puisi bangsa Indonesia ini mencetak dan menjadikan generasi yang tangguh di masa yang akan datang.
“Menjadikan indonesia lebih baik lagi” adalah kata-kata bahkan harapan semua rakyat Indonesia. Dan terlihat Kedua pasang calon Presiden dan wakil presiden sepertinya sama-sama menggunakan kata-kata tersebut. Jadi kata-kata tersbut adalah hal biasa. Lalu kata apa yang bisa dikategorikan dalam kata yang luar biasa hingga pada akhirnya tercipta puisi yang luar biasa dan istimewa?. Sepertinya para penyair harus memperbanyak kata kerja dalam menulis puisinya. Sebab kerja adalah kata-kata yang bisa mewakili dibawanya Indonesia ke arah yang lebih baik. Beda halnya kata benda yang sudah jadi dan hanya bisa disebut dalam pengucapan. Jika kata kerja, berarti ada proses, jika kata bentuk maka yang ada hanya ada proses pembicaraan tanpa aksi dan penyelesaian yang nyata dalam bentuk kerja.  Dalam memilih presiden dan puisi kali ini, maka rakyat harus memilih presiden dan puisi yang benar-benar banyak kerjanya daripada banyak bicaranya.
Jika ada rakyat atau penyair yang bilang presiden itu kerjanya sebagai pemimpin, tidak usah turun ke jalan, cukup memimpin, merencanakan, mengatur dan mengontrol orang-orang yang dipimpin, maka kata-kata yang harus dipilih adalah kata-kata yang berkaitan dengan kecerdasan. Seorang pemimpin harus cerdas, hingga ia bisa bekerja cerdas untuk membawa Indonesia ke arah yang semakin baik. Begitu pula sebagai penyair, rakyat harus cerdas dalam menentukan puisinya, presidennya. Agar ketika puisi (presiden) sudah terpilih nanti menghasilkan sebuah bangsa yang cerdas.
Dalam memutuskan kata-kata untuk sebuah puisi harus penuh pertimbangan maka kecerdasan itu sangat dibutuhkan. Setelah memutuskan kata-kata apa saja yang digunakan, maka ia harus segera menuliskannya dalam baris-baris puisi hingga membentuk bait-bait yang indah. tidak hanya sampai di situ, setelah menulis bait-bait puisi, maka kita harus tegas dan yakin akan pilihan kata-kata tersebut. Sebab jika kita tidak tegas maka kata-kata itu akan terus meminta untuk diubah oleh kita. Seorang presiden dalam memutuskan suatu kebijakan pemerintah harus cerdas, tangkas dan tegas. Jika disimpelkan seorang presiden itu harus kerja cerdas, tangkas, dan tegas.
Sutardji Calzoum bachri adalah Presiden Penyair Indonesia. Karena ia mendobrak aturan-aturan dalam perpuisian Indonesia. Kata-kata dalam puisinya seringkali tidak familiar bahkan tidak terdapat dalam kamus besar bahasa Indonesia. Namun kata-kata dalam puisinya tersebut tidak menghilangkan esensi bahkan hakekat makna dan pesan juga estetika sebuah puisi. Bagaimana dengan calon presiden Indonesia yang akan dipilih pada tanggal 9 Juli 2014 nanti? Jika kita mau belajar ke Presiden Penyair Indonesia ini, maka setidaknya ada beberapa hal yang bisa diambil. Pertama, presiden Indonesia harus bisa mendobrak pandangan umum tentang bobroknya para oknum politisi yang hanya memperkaya diri dan kelompoknya sendiri. kedua, presiden Indonesia, memiliki visi dan misi yang segar dan berbeda untuk bangsa ini. hingga presiden yang akan terpilih nanti membawa atmosfir indonesia baru yang lebih mengarah kepada Indonesia yang labih baik dan maju lagi.
Di masa-masa pemilihan ini rakyat adalah sang penyair sedang presiden adalah puisi. Posisi tertinggi saat ini ada pada rakyat sebagai penyair yang mencipta puisi, hingga ketika puisi telah terpilih nanti puisi sadar diri bahwa rakyatlah yang memilih. Hingga ketika puisi telah tercipta, ia dan sang penyair berjalan beriringan menuju Indonesia yang lebih baik dan maju. Seperti ungkapan Moh Iqbal di atas “Negara lahir dari tangan penyair, bangkit dan runtuhnya di tangan politisi”  


2014.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tulisan ++ tentang ++ ( melihat: Nazhoro, Ro-a, dan Bashoro)

Pemahaman "Lughotan" dan "Ishthilahan".

Membaca Sastra, Membaca Diri: mengenal Ilahi (bag-9)