Kegagalan
Saya akrab dengan gagal dan kegagalan. Berkali-kali gagal. Melakukan ini gagal. Mengusahakan itu gagal. Untuk menghitung jumlah kegagalan yang saya alami, seperti menghitung bintang di langit. Niscaya leher akan keram, mata berair, dan bibir akan maju beberapa senti ketika menghitungnya.
Pastinya, orang-orang yang didepan batang idung ampe di belakang bokong ama punggung hanya bisa berkomentar. Ada yang mengomentari dengan nasihat dan saran, tak jarang yang mencibir bahkan membuat perih dan pedih di hati. Semua terjadi berkali-kali.
Terkadang, saya mengira kegagalan begitu suka atau mungkin jatuh cinta ke saya hingga ia enggan menjauh. Seperti mencari-cari alasan untuk selalu dekat dan melekat dengan diri ini.
Awalnya, saya tak menerima kehadirannya. Ya, mungkin seperti Anak Baru Gede sedang didekati seseorang yang tidak masuk kriteria dan tipe yang disukai. Nah, karena saya manusia yang punya perasaan. Perlahan, setelah melihat kegigihan kegagalan mendekati, saya pun mencoba membuka komunikasi denganya.
Komunikasi pun sering terjadi. Dari situ saya tahu beberapa hal. Diantaranya: pertama, kegagalan adalah bentuk kasih sayang Tuhan yang diciptakan untuk saya. Ya, dibalik bentuk dan rupanya yang memberi sakit, pedih, dan perih, ternyata ia menyimpan kasih sayang dan cinta Tuhan yang tak terkira membahagiakannya. Tapi, ya itu, melihatnya tidak di permukaan tapi di balik rupa dan wujudnya.
Kedua, kegagalan adalah pelajaran sekaligus tempaan Tuhan untuk menjadikan diri ini lebih baik. Nah, bicara soal baik, tentu saja ini relatif. Bagi saya baik, belum tentu bagi kamu, dia, dan mereka. Nah, baik yang dimaksud adalah baik untuk semua. Tentu akan sulit untuk mewujudkan baik bagi semua orang, bukan? Dari kegagalan itulah saya mendapat jawaban, yaitu baik menurut semua orang adalah yang memberi manfaat untuk mereka. Jika sesuatu itu bermanfaat untuk seseorang, bisa dipastikan itu baik. Jadi, menjadi diri lebih baik adalah menjadi diri yang bisa bermanfaat untuk semua orang sekaligus memberikan manfaat untuk semua orang.
Ketiga, kegagalan memberitahu saya tentang proses dan hasil. Terkadang, apa yang kita lakukan (proses) tidak menjamin memberikan hasil seperti yang diinginkan. Tapi, apapun proses yang dilakukan itu akan memberi atau menuntun kita menuju suatu hasil. Nah, kegagalanlah yang mengingatkan bahwa apa yang dilakukan akan memberikan hasil tertentu. Tugas manusia hanya berusaha mewujudkan apa hasil yang diinginkan. Tapi terkait hasilnya apa, kegagalan mengingatkan, biarkan itu menjadi urusan dan bagian kasih sayang dan cinta Tuhan.
Keempat, kegagalan mengingatkan tentang niat melakukan sesuatu. Diantara tugas kegagalan adalah menyentil manusia tentang niatnya. Berkali-kali kegagalan meneriaki saya untuk memperbanyak niat baik ketika ingin melakukan sesuatu. Tak jarang kegagalan memperlihatkan arah atau jalan yang mesti saya lalui. Saya ingin ke timur tapi kegagalan menghentikan saya dan mengingatkan agar saya ke barat.
Kelima, kegagalan juga mengingatkan tentang potensi dan kemampuan yang dititipkan Tuhan pada diri ini. Seringkali saya berpikir untuk menyerah bahkan putus asa, berkali-kali pula kegagalan mengingatkan bahwa saya masih mampu untuk melanjutkan dan menyelesaikan apa yang saya kerjakan.
Keenam, kegagalan juga mengingatkan agar saya selalu berpikir positif dan tenang ketika menghadapi segala hal. Pikiran salah satu senjata dan alat vital yang dimiliki manusia. Sayangnya, sifat pikiran dan akal itu terkadang keras dan menganggap apapun menurutnya adalah yang benar. Nah, alat vital lain yang ada di diri saya lah yang menghaluskan sifat kerasnya, yaitu hati dan perasaan. "Akal pikiran dan hati mesti diseimbangkan," begitu kira-kira pesan kegagalan.
Bersambung.....
Sawangan Baru
Komentar
Posting Komentar