Postingan

Menampilkan postingan dari Januari, 2022

Pulau Tidung (Catatan Perjalanan, bag-7)

Rasa penasaran saya kembali kambuh. Kali ini ke sosok Raja Pandhita dan Panglima Hitam. Ketika saya sapa beberapa penduduk lokal, mereka mengatakan bahwa Raja Pandhita ini berasal dari Kalimantan. Beliau bergelar Pangeran Kaca. Makamnya ada di komplek pemakaman di pulau Tidung besar.  Sementara untuk Panglima Hitam yang makamnya ada di pulau Tidung kecil, masih simpang siur soal asal usulnya. Ada yang bilang, ia melarikan diri dari kejaran salah satu sunan dari Walisongo, ada yang bilang ia pendekar yang kalah tanding dengan salah satu Walisongo, dan kabar lainnya.  Dari salah satu warga saya pun mendapat informasi tentang keturunan raja Pandhita yang masih ada di Pulau Tidung ini, sayangnya, saya belum kebagian rezeki untuk bertemu dengannya. Keturunannya inilah yang saat ini menjadi juru kunci makam raja Pandhita.  Ya, bagi saya, Jembatan Cinta bukan satu-satunya pesona yang memikat dari Pulau ini. Sejarah pulau ini pun cukup menggoda rasa penasaran saya. Alhamdulillahn...

Pulau Tidung (Catatan Perjalanan, bag-6)

Setelah berjalan kaki dengan santai lebih dari empat puluh tujuh menit, tepat di ujung SMKN 61, akhirnya saya tiba di area Jembatan Cinta yang ikonik. Ada beberapa toko souvenir dan warung makanan setelah gapura selamat datang di jembatan cinta. Beberapa bangku dan meja tertata di atas pasir. Termasuk gazebo-gazebo yang tampaknya memang dipersiapkan untuk wisatawan. Sayangnya, pandemi benar-benar menghantam dunia wisata di pulau ini. Jembatan cinta tampak sepi. Beberapa penduduk lokal saja yang terlihat tengah berolahraga. "Anggap aja ini private beach," batin saya. Dari tempat makan dan minum di muka area, saya bisa melihat jembatan cinta yang berwarna merah muda alias pink. Saat saya teruskan berjalan santai mendekat jembatan yang panjangnya, kata salah seorang penduduk yang saya tanya, kurang lebih 800 meter ini, terlihat beberapa balon banana boat yang kempes. Lagi-lagi, sepertinya pandemi benar-benar menghantam geliat wisata di sini. Sungguh, tak banyak orang yang wisata...

Pulau Tidung (Catatan Perjalanan, bag-5)

Setelah menapakan kaki di pulau Tidung, rombongan Rihlah PP Ittihadussyubbaan dipandu menuju penginapan yang letaknya hanya sekitar lima puluh langkah lebih.  Enam kamar disewa. Dari sini, pemandangan dan angin laut bisa langsung terasa, karena letaknya di bibir pantai. Sungguh, sangat memanjakan mata.  Tanggul yang cukup besar dibangun hampir sepanjang pulau di bagian selatan yang bisa ditapaki oleh setiap pengunjung. Beberapa meter dari tanggul ini pun ada tanggul berupa batu beton yang berlubang-lubang, tapi tidak penuh mengelilingi pulau. Seperti garis putus-putus. Sepertinya itu untuk akses perahu keluar dan masuk menepi ke bibir pantai. Sungguh, airnya sangat bening. Bebatuan di dasarnya bisa terlihat, pun dengan Ikan-ikan kecil aneka rupa dan warna. Keinginan untuk menjelajahi pulau saya tunda, sebab perut sudah memanggil dan berbisik: lapar. Alhamdulillah, tak lama, ada instruksi untuk kumpul di saung depan penginapan. Ternyata, tak hanya Umi saja yang bawa bekal, saud...

Pulau Tidung (Catatan Perjalanan, bag-4)

Baru tujuh menit perahu yang kami tumpangi meninggalkan dermaga Cituis, perahu tampak melambat. Beberapa detik kemudian, ABK turun ke laut menggunakan kacamata renang. Ternyata, itu perintah Kapten perahu ini. "Terasa ada sampah yang nyangkut di bawah," terangnya. "Lagi-lagi soal sampah plastik," saya membatin.  Lebih dari sepuluh detik, ABK itu menyelam tanpa alat bantu pernafasan. Hingga kepalanya nongol di permukaan air yang bisa dibilang keruh. Sangat keruh. Seperti lumpur cair. Kapten kembali ke tempat duduknya, menjalankan perahu perlahan. ABK masih di air. Ia berpegangan pada ban yang terikat tali di badan perahu.  Kapten kembali melambatkan laju perahu. Ia perintahkan ABK untuk mengecek kembali bagian bawah perahu. Dengan sigap, ABK itu kembali menyelam. Beberapa detik kemudian, ia nongol ke permukaan. Memberi kode aman dan beres kepada kapten.  Perahu kembali melaju. ABK masih di air berpegangan ke ban yang terikat tali di badan perahu sebelah kiri. Diangga...

Pulau Tidung (Catatan Perjalanan, bag-3)

Pengecekan ulang dilakukan dengan lebih detail. Termasuk surat vaksinasi covid. Dianggap sudah rapi semua, pukul tujuh lewat beberapa menit, rombongan Rihlah Ittihadussyubbaan mulai bergerak, beriringan.  Tujuan pertama adalah dermaga penyeberangan Cituis. Perlu waktu sekitar dua jam kurang empat belas menit untuk sampai di sana, versi Google map. Kami sepakat untuk lewat tol baru setelah gaplek, arah Ciputat. Ini adalah tol baru akses yang lebih cepat untuk mereka yang mau ke bandara Soekarno Hatta.  Baru keluar gang, mobil kami tersendat oleh padatnya jalan raya Sawangan. Ya, jalan yang dulu tak kenal macet-macetan, saat ini mulai akrab dengan kata ini. Terlebih di jam-jam pergi dan pulang kerja. Di akhir pekan, akan lebih dan lebih terasa lagi macetnya. Banyak spekulasi soal ini. Ada yang bilang akibat pembangunan jalan tol yang belum rampung hingga pertumbuhan penduduk serta ekonomi di daerah sawangan dan sekitarnya yang signifikan. Entahlah.  Beberapa simpul kemaceta...

Pulau Tidung, catatan perjalanan (bag-2)

Jam setengah enam pagi, "Si Putih Aza" sudah saya parkirkan di halaman Pesantren Ittihadussyubbaan, sekaligus rumah Mamang. Di halaman ini, rencananya akan dibangun ruang kelas dan asrama untuk para santri.  Wajah Syaikh Hasyim Asy'ari, Gusdur, Wan Syekhon, Habib Luthfi, dan para ulama lain menghiasi tembok rumah bagian depan. Di kedua sisi samping pintu utama ada bendera merah putih dan NU.  Dua langkah dari pintu, Mang Dadin terlihat sedang duduk santai di bangku yang menghadap meja kayu jati berukuran dua meter lebih. Sepertinya butuh empat orang dewasa untuk mengangkat meja ini.  Aneka camilan dan makanan ringan tersaji sepanjang meja. Tak ketinggalan beberapa gelas air mineral. Di bagian kiri, ada kolam ikan yang di atasnya dibangun gazebo. Aneka jenis ikan pernah tinggal di kolam ini. Di sampingnya ada pohon rambutan yang saat ini sudah berbuah. Di bawah pohon itu ada burung elang entah berjenis apa.  "Sarapan dulu," ucap Mamang sambil manggil nama orang y...

Pulau Tidung, catatan perjalanan. (bag-1)

Satu jam menjelang adzan subuh pada Senin, 10 Januari 2022, Umi terlihat bolak balik kamar tidur dan dapur. "Semuanya mesti disiapin, biar gak ada yang lupa dan ketinggalan," ucap Umi ke Imas, Adik bungsu yang usianya lebih muda 17 tahun dari saya.  "Iya, Mi," timpal Imas dari dalam kamarnya yang tepat di depan kamar Umi. Ya, Kamar keduanya memang saling berhadapan, dipisah lorong menuju dapur. Karena pintu kedua kamar itu terbuka, saya bisa melihat tingkah mereka. Keduanya tengah asik memilah dan memilih beberapa pakaian di lemari. Kemudian memasukkannya ke dalam tas. "Lah, Aa kok diem aja? Pakaiannya udah disiapin belum?" Tegur Umi sambil jalan menuju dapur.  "Udah, Mi. Tenang aja," jawab saya.  Di dapur, Tangan Umi kembali beegerak lincah merapikan nasi ke sebuah wadah. Tak ketinggalan, beberapa potong ayam goreng pun disiapkan di tempat yang lain. Kalau untuk sendiri, sepertinya itu cukup untuk makan 3 hari. "Ini buat makan bareng-bareng...

Catatan Pertama tentang Kisah-Kisah Banser yang Mendebarkan

"Assalamu'alaikum... Pakeeeet!" Sayup-sayup suara dari luar membangunkan siang saya tidur. Eh, tidur siang saya. Bukan, bukan karena ingin melaksanakan qolullah, tapi ya, beginilah, kapanpun saya mau, ya langsung tidur.  Seperti siang ini, setelah merasakan makan paling nikmat, makan setelah solat Jumat, tak berapa lama mata saya ngantuk. Lihat jadwal dan agenda di kalender; kosong melompong. Tak ada kegiatan atau janji apapun setahun ke depan.  Meski ngantuk, ritual merokok setelah makan, mesti dilakukan. Ini perkara kenikmatan yang tak boleh dilewatkan. Tuntas dua batang rokok, saya ke kamar. Rebahan di kasur. Perlahan, tertidur. Sayangnya, baru beberapa saat tidur, suara orang memberi salam paket, membangunkan. "Duh, siapa si yang belanja online?" Batin saya yang langsung mengarah ke Umi dan adik perempuan saya.  "Dengan M Irfan Kurniawan?" Ucap laki-laki yang masih memakai helm dan jaket sambil melihat sebuah nama pada paket di tangan kanannya. ...

Nikmat Waktu

Ah, saya merasa benar-benar beruntung, memiliki waktu yang bisa saya kontrol sendiri. Dari jam 5 pagi tadi sampai jam 11 menjelang siang ini saya hanya duduk di depan rumah. Di atas bangku plastik berwarna hijau. Ditemani kopi dan rokok.  Tentu saja tidak hanya duduk atau bahkan melamun. Tentu tidak. Dari pagi, kedua jempol tangan saya terus mengetik kata-kata di HP. Ya, saya yang tengah menelusuri apa, bagaimana, dan kenapa keberuntungan, dari tadi pagi terus menekan huruf-huruf di layar HP.  Hasilnya, setelah saya hitung, lebih dari lima puluh paragraf saat saya menulis tentang nahi Munkar. Itu tulisan yang lumayan panjang. Tadinya, saya ingin langsung "publish" di  blog saya yang satu lagi  tapi saya pikir akan terlalu panjang. Sebab, beberapa penelitian, bilang, tulisan untuk media online, jangan terlalu panjang. Maksimal 10-12 paragraf.  Akhirnya saya memutuskan untuk membagi tulisan saya itu ke beberapa bagian. Berhubung, perlu waktu juga untuk membagi-bag...

Dua Hari Pertama di Tahun Baru

Seharian di kamar, tidak keluar rumah, bagi banyak orang mungkin membosankan. Tapi tidak bagi orang macam saya yang kadang jadi introvert. Saya tidak tahu pasti sejak kapan saya mulai menyukai kesendirian. Padahal dulu saya sangat suka berinteraksi dengan orang. Lebih-lebih dulu saya mondok di Pesantren Al-Amien Prenduan, Madura. Tentu saja mondok di sana membuat saya banyak teman. Ditambah, setelah lulus saya pernah kuliah di UIN Jakarta. Dan setelahnya saya banyak berkegiatan di dunia organisasi, NGO, dan lembaga-lembaga yang memiliki jaringan yang edan. Tapi semua itu, tidak membuat sirna kesukaan saya menyendiri. Ya, semakin ke sini saya semakin menyadari kenapa saya suka menyendiri. Sebab, dalam kesendirian saya tak banyak mengecewakan orang. Saya akui, saat berinteraksi dengan orang lain yang saya sebut teman, seringkali saya mengecewakan. Saya sering menunjukkan sikap yang bagi mereka tak layak untuk dijadikan teman.  Sebagai contoh, saat kuliah, saya masih sering kumpul den...