Pulau Tidung, catatan perjalanan. (bag-1)
Satu jam menjelang adzan subuh pada Senin, 10 Januari 2022, Umi terlihat bolak balik kamar tidur dan dapur. "Semuanya mesti disiapin, biar gak ada yang lupa dan ketinggalan," ucap Umi ke Imas, Adik bungsu yang usianya lebih muda 17 tahun dari saya.
"Iya, Mi," timpal Imas dari dalam kamarnya yang tepat di depan kamar Umi. Ya, Kamar keduanya memang saling berhadapan, dipisah lorong menuju dapur. Karena pintu kedua kamar itu terbuka, saya bisa melihat tingkah mereka. Keduanya tengah asik memilah dan memilih beberapa pakaian di lemari. Kemudian memasukkannya ke dalam tas.
"Lah, Aa kok diem aja? Pakaiannya udah disiapin belum?" Tegur Umi sambil jalan menuju dapur.
"Udah, Mi. Tenang aja," jawab saya.
Di dapur, Tangan Umi kembali beegerak lincah merapikan nasi ke sebuah wadah. Tak ketinggalan, beberapa potong ayam goreng pun disiapkan di tempat yang lain. Kalau untuk sendiri, sepertinya itu cukup untuk makan 3 hari. "Ini buat makan bareng-bareng entar siang pas nyampe Pulau," terang Umi. "Kalau buat makan selanjutnya selama kita di sana, Mang Dadin yang nanggung semua," lanjutnya.
Ya, salah satu paman ngajak liburan ke pulau Tidung. Semua akomodasi di sana paman yang saat ini sudah mendirikan pondok pesantren Ittihadussyubbaan yang tanggung. "Bentuk syukur, tahadduts binni'mah, dan ingin berbagi aja Ama keluarga" terang Mamang.
"Imas, jangan lupa handuk dan peralatan mandi juga siapin," ucap Umi agak kencang dari dapur.
"Iya, Mi, ntar ya. Imas belum rapi," jawab si bontot dari kamar.
"Emang belum kelar, Mas?" Tanya saya sambil nyeduh kopi.
"Belum, A. Banyak yang mesti dibawa," jawabnya. "Emang, Aa udah siap semuanya?"
Sambil mengaduk kopi, saya tegaskan kurang dari lima menit hal yang dianggap perlu dibawa sudah beres dan rapi.
"Alhamdulillahilladzii ahyaanaa ba'da maa amaatanaa wa ilahinnusuuue..." Pengeras suara di masjid sudah hidup. Tandanya, sekitar dua puluh menit lagi, adzan subuh akan berkumandang. Saya keluar rumah. Kopi saya letakkan di atas meja bambu. Dan saya duduk di bangku bambu juga. Beberapa detik kemudian, saya mulai merokok.
"Jamaah masjid jami Ar-Rahmah, mari sama-sama kita makmurkan masjid kita ini dwngan sholat subuh berjamaah. Banguuun... Banguuun... Banguun... banguun... banguun... banguun bangun, bangun, bangun!" Setiap pagi kalimat ini sangat akrab dengan telinga saya. Intonasi suaranya dan kata-katanya tak ada yang berubah. Sepertinya, mereka yang mendengarnya saban pagi akan sepakat mengatakan hal yang sama.
Tak lama kemudian, adzan subuh berkumandang. Umi pergi ke masjid. Sementara saya masih asik menikmati pagi sambil ngopi.
Usai solat, saya kembali duduk santai di depan rumah. Tak lama, Umi datang dari Masjid. "A, mobil gak dibersihin. Kayaknya kotor banget," ucap Umi sambil jalan masuk ke rumah.
"Oiya, sudah dua hari mobil gak dicuci, karena saya pulang malam terus," batin saya.
Saya pun beranjak dari tempat duduk. Pergi ke ruang di depan kamar mandi. Saya letakkan gayung kecil dan lap ke ember besar yang sudah terisi air, lalu keluar menuju mobil yang terparkir dua puluh langkah dari rumah. Tepat di halaman Al-Murodiyah, mushola wakaf keluarga untuk masyarakat.
Meski langit masih gelap, lampu-lampu di mushola membantu saya membersihkan badan mobil. Dan setidaknya perlu benerapa ember air untuk itu. setidaknya tiga sampai empat ember. Ember pertam dan kedua, saya masih terbantu cahaya lampu dari mushola. Sayangnya, setelah saya keluar rumah membawa air di ember yang ketiga, lampu mushola sudah ada yang mematikan. Dan saya tahu siapa yang mematikan. Walhasil saya mengelap badan mobil gelap-gelapan. Memang gelapnya tidak pekat, tapi tidak ideal saja.
Ingin hati menyalakan lampu mushola. Sebab, saya punya akses untuk itu. Tapi, karena berbagai pertimbangan, terutama untuk menghindari konflik dan masalah, saya urungkan niat tersebut. Saya tidak tahu pasti kenapa lampu itu dimatikan, padahal saya sangat yakin, yang mematikan lampu tersebut tahu bahwa saya belum selesai membersihkan mobil.
"Sabar dan huanudzdzon aja," nasihat Umi ke saya berkali-kali.
Mobil rapi, persiapan beres, rumah sudah dikunci, satu lampu bagian depan rumah dinyalakan, jam setengah enam pagi, kami menuju rumah Mamang.
Bersambung...
Sawangan Baru, 12012022
Komentar
Posting Komentar