Pulau Tidung (Catatan Perjalanan, bag-6)

Setelah berjalan kaki dengan santai lebih dari empat puluh tujuh menit, tepat di ujung SMKN 61, akhirnya saya tiba di area Jembatan Cinta yang ikonik. Ada beberapa toko souvenir dan warung makanan setelah gapura selamat datang di jembatan cinta. Beberapa bangku dan meja tertata di atas pasir. Termasuk gazebo-gazebo yang tampaknya memang dipersiapkan untuk wisatawan.

Sayangnya, pandemi benar-benar menghantam dunia wisata di pulau ini. Jembatan cinta tampak sepi. Beberapa penduduk lokal saja yang terlihat tengah berolahraga. "Anggap aja ini private beach," batin saya.

Dari tempat makan dan minum di muka area, saya bisa melihat jembatan cinta yang berwarna merah muda alias pink. Saat saya teruskan berjalan santai mendekat jembatan yang panjangnya, kata salah seorang penduduk yang saya tanya, kurang lebih 800 meter ini, terlihat beberapa balon banana boat yang kempes. Lagi-lagi, sepertinya pandemi benar-benar menghantam geliat wisata di sini. Sungguh, tak banyak orang yang wisata sore itu, Senin 10 Januari 2022. 

Semakin dekat, semakin jelas penampakan jembatan yang pertama kali dibangun oleh pemerintah pada tahun 2005. Saat itu, jembatan ini masih berupa jembatan terapung menggunakan papan kayu disusun diatas drum yang mengambang diatas permukaan laut. Dengan bantuan tali, Jembatan Cinta ditarik lurus dari Pulau Tidung Besar hingga Pulau Tidung Kecil. Ya, jembatan cinta memang menghubungkan kedua pulau ini.

Beberapa langkah sebelum anak tangga jembatan cinta ada bangku menghadap laut. Sayang bangku ini pun terlihat mulai tak terawat. "Ah, saya geram dengan pandemi. Benar-benar bikin babak belur segala," geram saya dalam hati. 

Jembatan Cinta semakin jelas terlihat. dasarnya beton, jembatannya masih kayu. Pegangannya besi diwarnai pink. Dari berbagai sumber, jembatan ini telah mengalami beberapa kali renovasi. 

Jembatan pertama yang dibangun pada 2005 tidak kuat menahan terjangan gelombang laut, Pasalnya papan kayu yang disusun diatas drum dan mengambang diatas permukaan laut itu hanya bertahan sekitar 8 bulan-an. 

Pada tahun 2008 Jembatan Cinta dibangun ulang oleh pemerintah. Masih dengan menggunakan bahan dasar kayu. Namun dibangun lebih kokoh dengan menanam tiang-tiang pancang dari kayu ke dasar laut untuk menopang badan jembatan. Jembatan dibangun dengan track sedikit membelok ke arah kanan mengikuti dasar laut yang dangkal agar tidak terlalu dalam menanam pancang kedasar laut.

Pada 2010 Jembatan Cinta kembali direnovasi, kali ini tiang pancang yang ditanam ke dasar laut terbuat dari beton yang kokoh, namun lantai jembatan masih terbuat dari kayu. Lalu pada tahun 2012 Jembatan Cinta kembali di renovasi dengan membangun lantai jembatan berbahan beton. Sampai dengan saat ini Jembatan Cinta terus menerus di percantik agar terlihat lebih indah. 

Ini berarti, jembatan yang saya injak sore itu sudah 10 tahun sejak terakhir direnovasi. Setelah menaiki beberapa anak tangga saya berdiri tepat di atas jembatan berbentuk lengkung. Di atasnya, terlihat lanai kaca yang menjorok ke laut. Dari sinilah orang-orang bisa loncat bebas ke laut.

Sensasi saat meloncat benar-benar memicu adrenalin. Ini seperti mengalahkan rasa takut di satu sisi,  mengontrol dah-dig-dug jantung yang cepat di sisi yang lain, ditambah menekan bayangan dan pikiran negatif di sisi yang lain. Saya rasakan, intinya adalah menguasai diri sendiri. 

Setelah melompat, semua bayang, rasa takut, pikiran negatif yang tadi hadir sebelum melompat, hilang begitu saja. Ya, saya kira, begitupun dengan kehidupan. Seringkali kita dihadapkan dengan persoalan dan permasalahan. Termasuk hal-hal negatif, bayangan-bayangan mengerikan, hingga pikiran-pikiran yang tidak bersahabat saat ingin melakukan dan memulai sesuatu yang membuat akhirnya kita tidak melakukannya. 

Padahal, setelah mengerjakannya, hal-hal menakutkan tadi hanyalah bayangan yang seringkali bukan kenyataan. Dan kunci untuk hal itu adalah menguasai dan mengontrol diri sendiri, seperti melompat dari jembatan cinta ini. Melompat dari jembatan cinta ini seakan membisiki saya: "hadapi dan lakukan!, Jangan takut! Terlebih jika itu hal yang benar."

Setelah melompat, dan berenang sebentar di sekitar jembatan cinta. Tiba-tiba penasaran saya kembali kambuh. Ada apa di pulau Tidung kecil, siapa Raja Pandita dan Panglima Hitam. 

Bersambung...

Sawangan Baru, 15012022

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tulisan ++ tentang ++ ( melihat: Nazhoro, Ro-a, dan Bashoro)

Pemahaman "Lughotan" dan "Ishthilahan".

Membaca Sastra, Membaca Diri: mengenal Ilahi (bag-9)