Postingan

Menampilkan postingan dari Maret, 2021

Terimakasih Semuanya

Bagaimanapun, Keluarga adalah mereka yang akan datang pertama memberi perhatian dan uluran tangan. Terutama saat kita sedang susah dan sangat butuh pertolongan. Dan saya  sangat merasakan itu.  Ayah saya meninggal saat saya masih kelas lima (setara dengan kelas 2 SMA) di TMI Al-Amien Prenduan, Madura. Adik saya, masih kelas tiga Tsanawiyah di salah satu pesantren di Cianjur. Dan adik saya yang bontot, baru berusia 5 bulan. Ya, dia masih bayi. Sepertinya ia tak pernah mengenal wajah ayah, kecuali dari foto yang tersisa.  Sejak meninggalnya Ayah, Umi saya yang seorang guru MI, mesti membesarkan ketiga anaknya sendiri. Alhamdulillah, adik saya mendapat keringanan alias bebas biaya pendidikan dari kiayinya di Cianjur. Sementara saya, pernah mengurungkan diri untuk melanjutkan pendidikan di Pondok.  Dengan sigap, Nenek saya (Saat ini sudah almarhum, Allahu yarhamha wa yagfir laha) menginstruksikan paman-paman (adik-adik umi saya) untuk urunan 50.000-100.000/bulan. Semuany...

Asumsi Berdasar Kira-kira.

Setiap hari saya merasa semakin bodoh. Terlalu banyak hal yang luput dari pandangan mata, otak, dan hati saya. Padahal, yang luput itu hanya di satu hal. Itu pun yang saya temui dan kerjakan setiap hari.  Entah berapa kali matahari terbit tenggelam ketika saya tengah mempelajari semesta pemasaran. Selalu saja ada hal baru yang saya ketahui. Seakan-akan ilmu dan pengetahuan tentangnya tak pernah habis.  Selama ini, ternyata saya banyak berasumsi dengan dasar kira-kira. Saya memprediksikan pemasaran produk dengan kira-kira. Misalnya; Saya berasumsi bahwa dagangan sepi disebabkan faktor ini dan itu. Pun sebaliknya, saya berasumsi dagangan laris karena ini dan itu. Walhasil semua asumsi itu begitu goyah dan labil. Gampang runtuh. Sebab, dagangan laris atau tidak, bisa diketahui dengan mengolah informasi yang kemudian menjadi data. Sederhananya bisa diketahui dengan riset; Penelitian. Layaknya skripsi, tesis, atau disertasi, semesta pemasaran suatu produk pun tak lepas dari penelit...

Sesekali Berliburlah.

Urusan dunia, tak bisa dipungkiri, menyodorkan hal tak sepele. Kalau efek positif, sepertinya tak terlalu bikin pusing. Persoalannya kalau efek yang nongol adalah yang negatif, seperti penat, capek, hingga stres tak kepalang tanggung. Apalagi kalau faktor psikologis seperti amarah dan kejiwaan ikut terdampak. Rasanya, dunia itu hanya menyodorkan satu hal; kelam. Pekerjaan, hubungan antar manusia, kebutuhan diri, dan tetek bengek lainnya sangat potensial melahirkan dua sisi tadi; positif dan negatif. Karenanya, sesekali sangat perlu ambil jeda dan jarak. Berhenti sejenak dari rutinitas. Lakukan hobi dan hal menyenangkan, bisa jadi alternatif keluar dari jebakan efek negatif rutinitas. Bisa pula dengan menyendiri di suatu tempat yang memberi ketenangan dan keindahan alam. Sederhananya; berliburlah. Refreshing. Jalan-jalan. Rekreasi. Piknik. Bisa ke pantai, pegunungan, atau tempat-tempat liburan dan hiburan lain. Eit, sayangnya liburan pun kadang malah menimbulkan efek negatif lain. Misal...

Pertanyaan yang Wajib Dijawab Saat Kita Jualan. (mantra pertama)

Jika terlanjur punya produk, ada pertanyaan yang kalau bisa dijawab bisa menjadi jurus sakti yang bisa membuat orang-orang membeli. Apa itu? Pertanyaannya adalah: "Kenapa orang-orang harus beli produk yang kita jual?" Nah, syarat mantra ini adalah kita tidak boleh menjawabnya dengan: "produk kita murah dan kualitasnya bagus."  Ya, hindari jawaban soal harga dan kualitas. Sebab, semua penjual, bahkan pedagang yang memasarkan produk yang sama dengan kita pun bisa mengklaim hal yang sama; bahwa produk mereka murah dan berkualitas. Jawabannya bisa beraneka rupa. Semuanya kembali ke kita masing-masing. Misalnya yang jualan gamis. Kenapa orang-orang harus beli gamis di kita? Padahal pedangang gamis jumlahnya ratusan orang.  Atau mereka yang jual makanan. Mie ayam misalnya. Pertanyaannya sama: kenapa orang-orang harus beli mie ayam ke kita.  Begitupun dengan produk-produk lain, untuk membuat laris, bisa menggunakan mantra ampuh pertama ini.  Eit, mantra ini pun ampuh loh, ...

Membaca Peluang Usaha; Menentukan Pasar Lewat Kebutuhan Orang-orang

Lagi-lagi ada yang tanya; "cara nangkep peluang usaha bagaimana? Cara jualan biar laris n laku kayak gimana?" Lewat pesan di akun Facebook saya.Pun, Lagi-lagi saya hanya membalas, insyaallah besok saya akan cerita di Facebook. Cerita kali ini, masih tentang Kulub yang suka berbagi pengalaman berdagang dan jualannya ke saya.  Kulub berkali-kali bilang ke saya bahwa cara menangkap peluang usaha itu bejibun. Tak terkira banyaknya. Salah satunya adalah kita mesti tahu apa yang dibutuhkan orang-orang. Ya, kebutuhan. Kalau sudah dibutuhkan, orang akan mencari. Apapun itu. Nah, pertanyaan yang lebih penting untuk dijawab adalah bagaimana caranya agar kita tahu kebutuhan orang?  Tentu saja, jawabannya pun akan bertubi-tubi datang ke benak kita. Paling sederhana, bisa lewat ngobrol santai, bisa lewat group WhatsApp, dan bisa dari mana pun, di mana pun, dan kapan pun.  Kalau mau sedikit berupaya, kita bisa lihat lebih dalam dan jauh. Misalnya ke suatu komunitas. Komunitas sepeda la...

bagaimana cara jualan, itu lebih penting

Bagaimana Cara Jualan, Itu Lebih Penting Ada yang diam-diam membaca lalu "tersentil" dengan cerita saya sebelum ini. Ia mengirim pesan ke saya lewat kotak pesan Facebook. "Oke, aku sedikit setuju pada dasarnya setiap orang tengah jualan, dan yang membedakan adalah intensitasnya. Karyawan sebulan sekali mendapat bayaran, sementara yang jualan, di warung, pasar, dan yang menjual produk, kemungkinan tiap hari mendapat bayarannya. Terus kalau aku jualan produk, apa aku juga disebut pedagang? Aku kan masih kerja ke orang, apa bisa? Kalau berdagang apa udah bisa disebut pengusaha? Terus, bedanya pedagang, pengusaha, dan pebisnis itu apa? Apa semuanya sama aja?" Kira-kira seperti ini pesannya. Saya tak langsung menanggapi. Sebab yang saya lakukan adalah mencoba memahami maksud pernyataan dan pertanyaannya. Akhirnya, saya hanya membalas: "terimakasih atas perhatiannya. Besok pagi saya mau cerita lagi (di Facebook dan blog). Dari cerita itu mudah-mudahan kamu ada gambar...

Masih Mau Bilang Gak Bisa Dagang?

Berkali-kali saya dibuat heran oleh orang yang selalu mengatakan bahwa ia tak bisa dagang dan tak bisa jualan. Alasannya, tak bisa menawarkan dagangan lah, gak tau mau masarin ke mana lah, dan alasan-alasan lain.  Meski mereka punya landasan dan alasan, tapi saya pun punya keyakinan, bahwa setiap orang bisa menjual sesuatu alias bisa dagang. Sadar atau tidak, apapun profesi yang tengah dijalani, sepertinya semuanya tak akan lepas dari jualan.  Mulai Karyawan, kuli bangunan, hingga ojek sekalipun, hakikatnya, sebenarnya, mereka tengah jualan.  Karyawan menjual keahliannya, kuli bangunan menjual jasa tenaga dan kelihaiannya, ya ada sesuatu yang mereka jual dan kemudian mendapat bayaran, upah, gaji, honorarium, atau apapun namanya.  Ada transaksi di sana, walau mungkin bagi karyawan transaksi itu terlihat dan terasa sebulan sekali. Dan yang beli mungkin hanya atasan, bos, atau pemilik perusahaan tempat mereka bekerja. Tapi, hakikatnya tetap ada yang jualan dan ada yang ...

Mengukur Tubuh: Upaya Mewujudkan Kenyamanan

Sore ini ngobrol dengan teman yang ingin membelikan gamis untuk kekasihnya sebagai hadiah. Sayangnya ia kesulitan untuk menemukan ukuran yang pas. Lebih tepatnya ia ragu dan khawatir gamis yang akan dibelinya malah tidak muat alias kekecilan ataupun sebaliknya, kebesaran. Terlebih saat ia belanja online yang tidak bisa disesuaikan dengan ukuran tubuh kekasihnya. Hal ini sepertinya tidak dialami teman saya itu saja. Banyak orang yang malah sedikit menyesal ketika membeli pakaian secara online. Meski telah tertera penjelasan soal ukuran, tapi seringkali ukuran pakaian tersebut malah tak nyaman saat dikenakan. Ya, para penjahit dan pengusaha pemilik konveksi, memang menggunakan ukuran-ukuran standar. Sayangnya, tak sedikit penduduk di Indonesia lepas dari ukuran standar  tersebut. Misalnya ukuran pinggang. Ada yang lebih dan ada yang kurang dari ukuran standar tersebut. Hal ini, membuat para konsumen, mesti mengubahnya kembali ke penjahit terdekat atau yang dipercaya. Istilahnya, dipe...

insomnia

Lebih dari seminggu, jadwal tidur saya layaknya gambar anak-anak PAUD: terlihat rapi, tidak, tapi seneng aja lihat gambar yang mereka hasilkan.  Sampai tulisan iseng ini saya buat, sekitar pukul 10.08 menjelang siang, pun mata ini belum menyerah untuk terpejam. Seperti ingin melawan sesuatu.  Saya sudah coba berbagai cara untuk bisa tidur. Mulai dengerin musik klasik, matikan lampu, hingga baca buku. Semuanya, tak berdaya.  Edannya, seperti tahu saya tidak bisa tidur, Kulub selalu datang di sepertiga malam. Ngajak diskusi berbagai hal. Ia seperti tahu betul apa yang saya butuhkan saat tidak bisa tidur; teman bicara.  Ketika yang lain mengatakan bahwa kemungkinan saya ada yang tengah dipikirkan, Kulub malah mengajak saya berpikir. Beruntung, saya tidak punya jadwal kerja berangkat pagi pulang sore. Malah bisa dibilang; kehidupan yang saya jalani teramat santai. Terlalu santai. Tapi ternyata, setelah saya cari informasi di "Mbah" google. Kebanyakan artikel menyatakan b...

Memberikan rasa nyaman untuk orang yang disayang

Siapapun, bisa dipastikan akan mencari dan melakukan apapun yang dianggap dan dipercayai bisa membuat lalu memberi kedamaian, ketenangan, dan kenyamanan. Setidaknya, buat diri sendiri. Beruntung kalau bisa berbagi ke keluarga dan orang lain. Ya, damai, tenang, dan nyaman.  Orang-orang bekerja sesuai dengan profesi masing-masing, ujungnya agar bisa membiayai segala kebutuhan diri dan keluarga. Ketika semua itu terpenuhi, ketika melihat keluarga senyum dan tertawa bahagia, lahirlah kepuasan dalam batin. Pun ketika bisa ngajak jalan-jalan orang yang disayang, membelikan sesuatu untuk mereka, bisa dipastikan ada kepuasan dan kesenangan tersendiri, bukan? Ada rasa nyaman yang lahir di dalam diri, bukan? Sebaliknya, jika melihat orang-orang yang disayang tidak bisa makan, belum bisa bayar iuran sekolah, gak bisa liburan dan jalan-jalan, tak bisa dipungkiri akan ada rasa sesak di dada. Sungguh tak nyaman rasanya. Tidak hanya di diri laki-laki, perempuan pun sepertinya akan tidak nyaman de...

Perceraian: Pudarnya Rasa Nyaman di Diri Pasangan

Kali ini Kulub membicarakan hal yang tak biasa; soal rumah tangga yang tak harmonis, perceraian, hingga kenyamanan masing-masing pasangan.  Kulub membahas itu setelah lebih dari 30 orang datang padanya lalu di tengah obrolan, "curhat" soal rumah tangga. Tak sedikit dari mereka yang ingin bercerai. Malah, ada beberapa yang sudah dalam proses perceraian.    Ternyata Kulub mencari informasi alias riset kecil-kecilan soal perceraian ini. Di rentang Juni-Juli 2020 saja, kasus perceraian di Indonesia meningkat 80 persen; yaitu sebanyak 57 ribu kasus. Kebanyakan,  persidangan ini didugat dan diajukan oleh istri. pasalnya banyak suami yang kena PHK. Dan ini pastinya terkait dengan faktor ekonomi keluarga dan rumah tangga.  "Meski bukan faktor satu-satunya, kalau tidak dicari solusinya, potensi perceraian bisa semakin tinggi," ujar Kulub dengan wajah serius. "Dan itu bisa menimpa siapapun," lanjutnya.  Saya pun mengamini, ekonomi bukan faktor tunggal. Banyak hal la...

Edisi Khusus: Gamis Spesial Untuk Perempuan Istimewa

Hampir saja saya teriak ketakutan di malam Jumat dan kampung benar-benar sepi. Tepat jam dua belas, saya kira hantu yang tiba-tiba nongol di depan rumah saat saya tengah asik melamun. Sebab, Kulub memakai gamis putih. Tanpa basa basi, kebiasaannya, ia langsung masuk ke rumah, menuju dapur. Menjerang air, lalu meracik kopi. Benar, saja tak lama, ia keluar membawa dua gelas kopi lalu meletakkannya di atas meja bambu di depan saya.  Sebelum duduk, ia merogoh sesuatu di kantong sebelah kanan gamisnya. "Ini untuk menemani obrolan kita malam ini," ujarnya sambil meletakkan 4 bungkus Pilter. "Lu mesti buat gamis perempuan yang istimewa untuk perempuan yang istimewa," ungkapnya memulai obrolan.  Kulub memberi masukan agar saya tak usah banyak-banyak memproduksi gamis dengan model yang sama.  Saya sedikit menyanggah idenya itu. Sebab, dalam dunia jahit, pun dalam dunia dagang, semakin banyak maka biaya produksi akan semakin murah.  Ini bukan tanpa sebab. Ketika membeli bahan...