Edisi Khusus: Gamis Spesial Untuk Perempuan Istimewa



Hampir saja saya teriak ketakutan di malam Jumat dan kampung benar-benar sepi. Tepat jam dua belas, saya kira hantu yang tiba-tiba nongol di depan rumah saat saya tengah asik melamun. Sebab, Kulub memakai gamis putih.

Tanpa basa basi, kebiasaannya, ia langsung masuk ke rumah, menuju dapur. Menjerang air, lalu meracik kopi. Benar, saja tak lama, ia keluar membawa dua gelas kopi lalu meletakkannya di atas meja bambu di depan saya. 

Sebelum duduk, ia merogoh sesuatu di kantong sebelah kanan gamisnya. "Ini untuk menemani obrolan kita malam ini," ujarnya sambil meletakkan 4 bungkus Pilter.

"Lu mesti buat gamis perempuan yang istimewa untuk perempuan yang istimewa," ungkapnya memulai obrolan. 

Kulub memberi masukan agar saya tak usah banyak-banyak memproduksi gamis dengan model yang sama. 

Saya sedikit menyanggah idenya itu. Sebab, dalam dunia jahit, pun dalam dunia dagang, semakin banyak maka biaya produksi akan semakin murah. 

Ini bukan tanpa sebab. Ketika membeli bahan atau kain dalam jumlah yang banyak tentu bisa mengurangi harga beli. Istilahnya, bisa dapet harga pabrik. 

Nah, kalau Kulub menyarankan saya memproduksi satu model gamis hanya beberapa pieces saja, berarti saya mesti siap mendapat bahan atau kain dengan harga yang mahal. Sebab, bisa dibilang saya beli ecer. Hanya beberapa meter saja. Dan pastinya, itu akan mempengaruhi ke harga jual. Sementara, saya punya keinginan; menjual gamis mewah dengan harga murah. 

"Duh, Fan. Kenapa goblog masih dipelihara sih. Itu otak sayang-sayang kalau gak difungsikan," ketus Kulub sambil membakar rokok. 

Saya mengerti betul bagaimana sahabat saya yang satu ini. Jika ia berucap pasti ada landasan dan dasarnya. Apalagi jika ia memberi saran dan masukan. Bagi saya itu seperti pipis saat kebelet: mesti ditunaikan. 

"Pokoknya, gue tunggu besok perkembangannya," ucapnya yang langsung pamit. 

"Lub, mau kemana?;katanya mau ngobrol sampai pagi? Ini kopi juga belum diseruput sama sekali."

Kulub tak merespon. Saya belum mengerti betul apa yang mesti dilakukan. Tapi, usulnya menarik. Sayangnya ada konsekuensi dan resiko jika itu dilaksanakan. 

Walhasil, meski tak pernah belajar desain pakaian secara formal, setelah Kulub pergi, saya mulai ambil pensil dan buku gambar. 

Setelah subuh, saya langsung ke penjahit. Dan minta dibuatkan dengan segera pakaian seperti kertas yang saya sodorkan.

Jam 10, pakaian-pakaian itu jadi. Saya segera memoto lalu mengirimkannya ke Kulub lewat WhatsApp. Kulub membalas: " jangan buat lebih dari tujuh. Setiap model, gak boleh lebih dari tujuh."

Saya tak membalas. Tukang pola, tukang potong dan para penjahit pasti kewalahan dalam produksi. Termasuk saya yang akan kewalahan dalam biaya produksi dan harga jual. Keduanya bisa membengkak.

"Kalau sudah dapat solusinya, segera berkabar. Karena masih ada masukan lagi yang mau gue kasih tahu," pesan Kulub di WhatsApp.

Sawangan Baru, 190321

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tulisan ++ tentang ++ ( melihat: Nazhoro, Ro-a, dan Bashoro)

Pemahaman "Lughotan" dan "Ishthilahan".

Membaca Sastra, Membaca Diri: mengenal Ilahi (bag-9)