Perceraian: Pudarnya Rasa Nyaman di Diri Pasangan



Kali ini Kulub membicarakan hal yang tak biasa; soal rumah tangga yang tak harmonis, perceraian, hingga kenyamanan masing-masing pasangan. 

Kulub membahas itu setelah lebih dari 30 orang datang padanya lalu di tengah obrolan, "curhat" soal rumah tangga. Tak sedikit dari mereka yang ingin bercerai. Malah, ada beberapa yang sudah dalam proses perceraian.   

Ternyata Kulub mencari informasi alias riset kecil-kecilan soal perceraian ini. Di rentang Juni-Juli 2020 saja, kasus perceraian di Indonesia meningkat 80 persen; yaitu sebanyak 57 ribu kasus. Kebanyakan,  persidangan ini didugat dan diajukan oleh istri. pasalnya banyak suami yang kena PHK. Dan ini pastinya terkait dengan faktor ekonomi keluarga dan rumah tangga. 

"Meski bukan faktor satu-satunya, kalau tidak dicari solusinya, potensi perceraian bisa semakin tinggi," ujar Kulub dengan wajah serius. "Dan itu bisa menimpa siapapun," lanjutnya. 

Saya pun mengamini, ekonomi bukan faktor tunggal. Banyak hal lain yang menyebabkan rumah tangga menjadi retak seperti rumah-rumah yang digoyang gempa bumi. 

Misalnya, Psikolog dari University of Washington sekaligus pendiri Gottam Institute sedikit memaparkan soal penyebab perceraian. Di antaranya: pertama, meremehkan dan menganggap rendah pasangan. Misalnya istri yang menganggap rendah suami karena tak bekerja dan tak punya gaji tetap. Atau gaji suami lebih renda dari gaji istri jika keduanya sama-sama bekerja. 

Kedua, men-cap kebiasaan pasangan sebagai karakter. Misalnya, kebiasaan suami yang suka begadang, suka merokok, dan lain-lain sebagai karakter. Padahal kebiasaan, tak selalu menjadi karakter. 

Ketiga, playing victim, alias selalu merasa bahwa dirinya adalah korban. Misalnya, tak bisa membeli ini dan itu karena suami tak punya kerjaan. Dll.

Keempat, menyetop percakapan dan menghindari diskusi. Ya, Misalnya seperti cerita Kulub tentang mereka yang ditanya soal apakah komunikasi dan diakusi mereka dengan pasangan berjalan dengan baik. Dan semuanya mengatakan, komunikasi mereka tak baik. 

"Padahal, dalam journal of Marriage & Family di tahun 2013 pernah menegaskan soal sikap yang bisa menjadi penyebab tak harmonisnya suatu hubungan adalah kabur dari konflik," terang Kulub. 

Kulub bilang pasangan yang tidak mendiskusikan dan membicarakan soal persoalan yang dihadapi menjadi salah satu faktor kuat penyebab tidak harmonisnya suatu hubungan. 

Terlebih, jika salah satu pasangan menganggap bahwa persoalan itu ditimbulkan oleh satu pihak saja. Misalnya, si suami lah penyebab masalah. Lalu, si istri tidak mau diskusi dan mencari solusi. Ia menyerahkan semuanya kepada si suami. Ini bahaya.

Ya, sangat banyak faktor penyebab perceraian terjadi. Jika tidak diurai, penyebab-penyebab persoalan tersebut bisa menjadi benang kusut. Hal ini tentu sangat tidak nyaman. 

Kulub pun mengatakan bahwa tidak nyaman tersebut terjadi karena tidak adanya solusi dari tiap persoalan.

"Lalu, apa yang bisa kita lakukan, Lub?" Tanya saya.

Kulub menegaskan siapapun tak bisa menyelesaikan persoalan rumah tangga kecuali pasangan dalam rumah tangga itu sendiri. 

Sambil merokok tapi dengan muka serius Kulub mengatakan; "Jangankan orang lain dan keluarga, orang tua sendiri pun, tak bisa untuk mengintervensi urusan rumah tangga anaknya!"

"Terus posisi kita, posisi orang lain, gimana?"

"Orang lain ya hanya sekadar memberi pilihan-pilihan dan alternatif untuk solusi dari tiap persoalan," tegas Kulub. 

Ia pun tiba-tiba menegaskan dan menekankan saya soal potensi usaha yang bisa ditawarkan ke orang-orang. Terutama ke mereka yang sudah berumah tangga. 

"Lu harus memfasilitasi mereka yang kesulitan ekonominya, Fan. Lu bisa kasih mereka peluang usaha. Seenggaknya mereka bisa dapat pemasukan dari jual pakaian yang lu produksi.  Apalagi pakaian yang lu produksi adalah pakaian fungsional. Kalau mereka lagi di rumah, lu ada celana kolor dan kaos oblong buat laki-laki. Lu ada daster buat perempuan. Lu pun bisa produksi pakaian anak-anak. Buat mereka yang di luar rumah pun, lu ada gamis perempuan yang dibuat istimewa karena setiap model hanya beberapa pieces saja yang itu membuat mereka merasa berbeda karena tak banyak yang punya gamis seperti yang mereka pakai. Lu juga ada tunik, kulot, dan lejing, yang semuanya itu sangat fungsional. Nah, mereka juga bisa menjual pakaian yang lu produksi tanpa modal uang dulu kan? tegas Kulub.

"Iya Lub, mereka bisa jual pakaian yang gue produksi tanpa modal duit dulu. Mereka bisa jadi dropshipper. Pun bisa jadi reseller."

"Nah!"

Sawangan Baru, 210321

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tulisan ++ tentang ++ ( melihat: Nazhoro, Ro-a, dan Bashoro)

Pemahaman "Lughotan" dan "Ishthilahan".

Membaca Sastra, Membaca Diri: mengenal Ilahi (bag-9)