insomnia
Lebih dari seminggu, jadwal tidur saya layaknya gambar anak-anak PAUD: terlihat rapi, tidak, tapi seneng aja lihat gambar yang mereka hasilkan.
Sampai tulisan iseng ini saya buat, sekitar pukul 10.08 menjelang siang, pun mata ini belum menyerah untuk terpejam. Seperti ingin melawan sesuatu.
Saya sudah coba berbagai cara untuk bisa tidur. Mulai dengerin musik klasik, matikan lampu, hingga baca buku. Semuanya, tak berdaya.
Edannya, seperti tahu saya tidak bisa tidur, Kulub selalu datang di sepertiga malam. Ngajak diskusi berbagai hal. Ia seperti tahu betul apa yang saya butuhkan saat tidak bisa tidur; teman bicara.
Ketika yang lain mengatakan bahwa kemungkinan saya ada yang tengah dipikirkan, Kulub malah mengajak saya berpikir.
Beruntung, saya tidak punya jadwal kerja berangkat pagi pulang sore. Malah bisa dibilang; kehidupan yang saya jalani teramat santai. Terlalu santai.
Tapi ternyata, setelah saya cari informasi di "Mbah" google. Kebanyakan artikel menyatakan bahwa insomnia bisa terjadi akibat faktor psikologis dan medis. Agak ngeri juga saya membaca artikel-artikel tersebut.
Saat disinggung soal medis, saya melihat diri sendiri. Gejala-gejala yang disebutkan, saya telusuri, ada gak di diri ini? Kesimpulan sementara; saya sehat-sehat saja.
Nah, melihat diri sendiri yang saya lakukan, menjadi lebih lama saat artikel tersebut membahas soal psikologi.
Tak sedikit yang bilang insomnia disebabkan karena terlalu stres dan merasakan duka yang dalam.
Selain itu, Gangguan kecemasan seperti panik dan gangguan stres pasca trauma (PTSD), Gangguan psikosis misalnya skizofrenia, gangguan suasana hati, seperti depresi atau gangguan bipolar, pun bisa menjadi penyebab orang-orang tidak bisa tidur.
Jangan-jangan tanpa sadar saya mengalami semua itu? Stress, cemas, panik, hati yang tak tenang, dan gangguan-gangguan psikologis lain? "Kalau iya, bahaya juga nih," batin saya.
Beruntungnya, saat berasumsi seperti itu, Kulub datang. Kali ini ia tidak meracik kopi, tapi susu jahe.
"Fan, kebayang gak, bagaimana keadaan orang-orang yang kesulitan ekonominya? Seorang suami yang melihat istri dan anaknya kelaparan, kontrakan yang udah telat dibayar, cicilan serta iuran yang juga belum dibayarkan, dan lain-lain yang memeras otak?" Tanya Kulub. "Otak dan pikiran yang rasanya bisa bikin kepala meletus. Terus perasaan yang bikin dada sesak," lanjut Kulub yang tidak saya timpali.
"Lu aja yang seenggaknya masih bisa beli rokok, dan makan walau hanya sekali sehari, udah gak bisa tidur, bagaimana dengan mereka?" Tegas Kulub.
Saya ingin menanyakan ke Kulub apa saya benar-benar mengalami gangguan psikologis dan rusaknya kejiwaan, tapi Kulub lebih dulu menegaskan.
"Lu hanya kebiasaan aja. Entar juga kalau lu udah mulai tidurnya abis magrib, akan seperti biasa lagi. Kalau sekarang udah mulai tidurnya jam satu siang kan?" Terang Kulub yang kemudian kembali mengajak saya agar coba merasakan bagaimana keadaan mereka yang Kulub sebutkan tadi.
Kulub menjelaskan bahwa mereka itu sebenarnya butuh akses. Akses untuk bisa berdaya. Nah, kalau bicara akses, akan banyak hal yang tersangkut ke dalamnya. mulai kemampuan diri hingga kebijakan pemerintah. Dan pembahasannya tak cukup sehari semalam.
Kulub menyarankan agar saya mendatangi siapapun yang saya kenal. Berbagi soal bagaimana berdagang, lalu semampu saya memfasilitasi mereka untuk berdagang. Mungkin persoalan ekonomi mereka tak langsung tuntas teratasi, seenggaknya bisa mengurangi beban.
"Bukankah itu yang lu lakukan sejak beberapa tahun yang lalu? Bukannya itu emang bagian dari mimpi besar lu, Fan?"
"Iya, Lub, tapi kemampuan gue terbatas. Sangat terbatas."
"Jangan membatasi diri sendiri sebelum benar-benar tahu batasan diri sendiri!" Tegas Kulub. "Seperti usahamu mendekati perempuan, Dia misalnya. Sekian lama pendekatan, dan tak ada sedikitpun batasan kemampuan yang lu bikin buat diri sendiri, kan? Walaupun toh pada akhirnya lu sadar betul batasan untuk tidak mendekatinya lagi," lanjut Kulub.
Begitu juga seharusnya dengan sikap optimis dalam menjalani apapun. Itu mesti terus dipupuk dan disiram. Layaknya sebuah hubungan yang dirawat dengan komunikasi kasih sayang.
"Lub, gue mulai ngeblank nih. Jadi intinya, menurut lu, gue stress, kurang kasih sayang, cemas, atau kenapa nih?"
"Kurang begini," jawab Kulub sambil menyodorkan tangan. Terlihat ibu jarinya berada di tempat tak seharusnya.
Sawangan Baru', 220321
Komentar
Posting Komentar