Memberikan rasa nyaman untuk orang yang disayang

Siapapun, bisa dipastikan akan mencari dan melakukan apapun yang dianggap dan dipercayai bisa membuat lalu memberi kedamaian, ketenangan, dan kenyamanan. Setidaknya, buat diri sendiri. Beruntung kalau bisa berbagi ke keluarga dan orang lain. Ya, damai, tenang, dan nyaman. 

Orang-orang bekerja sesuai dengan profesi masing-masing, ujungnya agar bisa membiayai segala kebutuhan diri dan keluarga. Ketika semua itu terpenuhi, ketika melihat keluarga senyum dan tertawa bahagia, lahirlah kepuasan dalam batin. Pun ketika bisa ngajak jalan-jalan orang yang disayang, membelikan sesuatu untuk mereka, bisa dipastikan ada kepuasan dan kesenangan tersendiri, bukan? Ada rasa nyaman yang lahir di dalam diri, bukan?

Sebaliknya, jika melihat orang-orang yang disayang tidak bisa makan, belum bisa bayar iuran sekolah, gak bisa liburan dan jalan-jalan, tak bisa dipungkiri akan ada rasa sesak di dada. Sungguh tak nyaman rasanya.

Tidak hanya di diri laki-laki, perempuan pun sepertinya akan tidak nyaman dengan situasi seperti itu. Terlebih, bagi seorang ibu, ketika melihat tak ada susu, pakaian, mainan, dan lain-lain untuk anak-anaknya, bisa dipastikan ada luka di hatinya. Ada kesedihan yang begitu aduhai di dirinya. Bahkan mungkin, akan banyak airmata yang mengalir karenanya.

Gusdur pernah bilang, meratapi nasib tidak akan mengubah keadaan. Terus berkarya dan bekerjalah yang membuat hidup berharga. 

Ya, kata kuncinya adalah terus berupaya agar terjadi perubahan. Minimal perubahan di diri sendiri. Malah dalam kitab suci sangat ditegaskan; Tuhan tidak mengubah keadaan suatu kaum (seseorang), kecuali mereka (dia) mengubahnya sendiri.

Ya, hal ini yang jadi pembicaraan saya dan Kulub menjelang pagi ini. Kulub menegaskan soal usaha dan upaya untuk mengubah keadaan yang nantinya akan memberi kenyaman bagi diri sendiri. 

Kulub mengibaratkan seorang laki-laki yang tengah mendekati seorang perempuan. Si laki-laki bisa dipastikan akan melakukan apapun untuk si perempuan yang disukai. Mulai, antar jemput sang perempuan ke mana yang dimau, mengajak makan bareng, membelikan kuota, hingga mengajak jalan-jalan, semuanya itu dilakukan agar si perempuan merasa nyaman padanya. Dan ujungnya, mereka akan berkomitmen, entah bentuknya pacaran atau pernikahan. 

Ya, hingga ranah hubungan emosional dan personal antar laki-laki dan perempuan yang pacaran atau menikah pun dibangun, di antaranya, dengan dasar rasa nyaman.

Tapi perlu diingat, ada proses dan upaya untuk mewujudkan rasa nyaman itu, bukan? Ada usaha untuk mengubah rasa di diri perempuan yang disukai, yang awalnya cuek dan biasa saja, hingga menjadi nyaman dan muncul rasa sayang, bukan?

Kulub menegaskan soal upaya dan usaha seseorang untuk mengubah keadaan yang nantinya akan memberi rasa nyaman. 

"Termasuk soal ekonomi dan keuangan diri sendiri, Fan," tegas Kulub sambil menghisap asap rokoknya. "Memang uang bukan segalanya, tapi segala sesuatu, butuh uang, bukan?" Saya hanya mengangguk. 

"Sebentar, Lub," potong saya. "Tapi kalau soal usaha, uang bukan satu-satunya modal, loh. Karena di usaha yang gue bangun, orang-orang bisa jadi reseller atau pun dropshipper dari produk gue, tanpa perlu membeli produk gue dulu, loh," lanjut saya. 

Kulub tertawa. Ia hanya bilang bahwa saya jangan terlalu lama pelihara kebodohan. "Fokus obrolan gue bukan ke situ, tapi soal usaha dan upaya untuk berubah. Proses berubahnya. Sementara yang lu bilang itu, itu soal cara. Salah satu dari sekian banyak cara," tegas Kulub. 

Saya hanya mengamini dan mengiyakan perkataan Kulub. Sebab saya teringat ungkapan Om Bob; jangan ada uang dulu baru usaha, tapi usaha dulu biar ada uang.

"Seringkali, kebanyakan orang mencampuradukan suatu hal yang terlihat satu kesatuan, padahal sebenarnya itu hal terpisah," ungkap Kulub. "Misalnya, keinginan punya pemasukan banyak uang lewat usaha dengan modal uang," lanjutnya.

Bagi Kulub, dua hal tersebut adalah dua hal berbeda yang mesti dilihat berbeda sesuai proporsinya juga. Meski keduanya berhubungan, tapi itu dua hal berbeda. 

Ketika ada keinginan usaha terus ada peluang jual pakaian, tapi pusing dan puyeng duluan soal modal uang untuk beli, bagi Kulub itu adalah hal keliru.

Kulub memberi beberapa langkah yang bisa dilakukan. Pertama, tanamkan di diri sendiri bahwa kita ingin berubah lewat usaha, misalnya lewat jualan pakaian. Kedua, pikirkan cara mendapat pakaian yang bisa dijual. Jika tak ada modal uang, bisa jadi dropshipper, alias bantu memasarkan produk orang lain, tanpa membeli barangnya terlebih dahulu. Ketiga, mencari produsen yang bisa menyuplai produk terlebih dahulu, bayar kemudian. 

"Nah, ini kayak gue Lub. Terlebih buat orang-orang yang gue tahu dan kenal."

"Nah!"

Sawangan Baru, 220321

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tulisan ++ tentang ++ ( melihat: Nazhoro, Ro-a, dan Bashoro)

Pemahaman "Lughotan" dan "Ishthilahan".

Membaca Sastra, Membaca Diri: mengenal Ilahi (bag-9)