bagaimana cara jualan, itu lebih penting

Bagaimana Cara Jualan, Itu Lebih Penting

Ada yang diam-diam membaca lalu "tersentil" dengan cerita saya sebelum ini. Ia mengirim pesan ke saya lewat kotak pesan Facebook.

"Oke, aku sedikit setuju pada dasarnya setiap orang tengah jualan, dan yang membedakan adalah intensitasnya. Karyawan sebulan sekali mendapat bayaran, sementara yang jualan, di warung, pasar, dan yang menjual produk, kemungkinan tiap hari mendapat bayarannya. Terus kalau aku jualan produk, apa aku juga disebut pedagang? Aku kan masih kerja ke orang, apa bisa? Kalau berdagang apa udah bisa disebut pengusaha? Terus, bedanya pedagang, pengusaha, dan pebisnis itu apa? Apa semuanya sama aja?" Kira-kira seperti ini pesannya.

Saya tak langsung menanggapi. Sebab yang saya lakukan adalah mencoba memahami maksud pernyataan dan pertanyaannya. Akhirnya, saya hanya membalas: "terimakasih atas perhatiannya. Besok pagi saya mau cerita lagi (di Facebook dan blog). Dari cerita itu mudah-mudahan kamu ada gambaran tentang hal-hal yang ditanyakan tadi. Saya tidak mau mengajari dengan langsung menjawab, sebab saya pun masih belajar. Dan setiap pertanyaan kadangkala punya jawaban tak tinggal."

Nah teruntuk kamu, saya cuma mau cerita tentang Kulub, sahabat yang sering saya sebut dan tulis namanya di dinding Facebook ini.

Sejak 2005, Kulub sudah mulai jualan banyak hal. Mulai jualan pulsa keliling, pakaian, hingga aksesoris seperti gelang, dan lain-lain. 

Saat itu ia menegaskan bahwa dirinya pedagang. Ia menawarkan pulsa ke teman-teman dan orang-orang terdekat. Saat itu ia masih kuliah. Setelah dianggap semua orang (dekatnya) tahu bahwa ia jual pulsa, Kulub pasif. Ia hanya menunggu orang-orang pesan dan beli. 

Pun ketika ia jualan pakaian dan aksesoris. Ia buka lapak di pasar malam di malam-malam tertentu. Ia gelar dagangannya, lalu menunggu pembeli datang. 

Oiya, Pulsa, pakaian, dan aksesoris itu ia beli dengan uang celengannya. Empat bukan lebih, Kulub merasa perputaran uangnya lambat. Bahkan sangat lambat. Malah hasil jualannya tak terasa habis untuk memenuhi kebutuhan. Menyusul modal jualannya yang perlahan menyusut. Hingga akhirnya ia tak bisa lagi jualan. Ya, di bulan ke-lima Kulub berhenti jualan. 

Ia lagi-lagi menegaskan bahwa ia adalah pedagang. Meski gagal, ia tetap mengakui bahwa dirinya adalah pedagang. Sebab, ia bisa menjual produk. 

Setelah tak bisa lagi membeli barang dagangan, sambil kuliah di sore hari, Kulub mengajar di sekokah swasta. Tentu saja uang yang ia terima hanya sekali dalam sebulan. Kulub lagi-lagi menegaskan apa yang dilakukannya di sekolah adalah jualan. 

Sebagian orang mungkin tak setuju bahwa kegiatan mengajar disebut jualan, tapi Kulub tetap menyebutnya jualan sebab ada imbalan dan bayaran berupa uang.

Karena hasil jualannya di sekolah diianggap tak bisa untuk dijadikan modal membeli barang dagangan, usai ngajar, Kulub kerja lagi di tempat cuci mobil dan motor. 

Saat kerja di tempat cuci tersebut, Kulub lagi-lagi menegaskan bahwa ia pedagang. Ia jualan jasa tenaganya. Hasil dagangannya di cucian mobil tersebut ia kumpulkan sedikit demi sedikit. Hingga akhirnya ia bertemu dengan seorang bapak paruh baya yang agak mengubah pandangannya. Parahnya, sampai saat ini, Kulub tak pernah tahu nama Bapak tersebut.

Mereka ngobrol saat mobil si Bapak tengah dicuci oleh teman Kulub. Dan saat itu, tak ada kendaraan yang datang yang bisa jadi jatah untuk kulub cuci.

Setelah bicara beberapa hal, si Bapak bilang: "yang kamu lakukan selama ini, hanya pedagang. Malah pedagang pasif. Kalau kamu mau jadi pengusaha, yang kamu pikiran jangan hanya bagaimana bisa beli dan punya produk untu dijual, tapi bagaimana cara agar kamu bisa punya dagangan tanpa perlu keluar uang. Setelah dapat, yang kamu perlu pikirkan selanjutnya adalah cari cara bagaimana agar dagangan kamu laku. Di situlah kamu sudah jadi pengusaha."

Sejak saat itu, yang dilakukan Kulub pun adalah mencari cara. Ketika jualan, yang ia lakukan adalah mencari cara jualan. Ketika ingin punya produk untuk dijual, yang ia lakukan adalah mencari cara agar punya produk. 

Kukuh teringat dengan pesan almarhum kiayinya di kitab "mabadi ilmu at-tarbiyah" yang menegaskan: "al-thoriqotu ahammu minal maaddah" alias cara (metode, strategi, teknik, dll) itu lebih penting dari materi. 

Belajar itu penting, tapi bagaimana cara belajar itu lebih penting. Solat penting, tapi bagaimana cara solat itu lebih penting. Ngaji itu penting, tapi bagaimana ngaji itu lebih penting. Pacaran itu penting, tapi bagaimana cara pacaran itu lebih penting. Pendekatan ke cewek itu penting, tapi lebih penting bagaimana cara pendekatan ke cewek itu lebih penting. Termasuk jualan. Bagaimana cara jualan itu lebih penting.

Sawangan Baru', 240321

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tulisan ++ tentang ++ ( melihat: Nazhoro, Ro-a, dan Bashoro)

Pemahaman "Lughotan" dan "Ishthilahan".

Membaca Sastra, Membaca Diri: mengenal Ilahi (bag-9)