Menghadapi Masalah Ala Nabi Yunus (Keajaiban Masalah)

Setelah saya tulis semua hal yang saya anggap masalah. Kemudian saya melihat sebab-sebab kenapa semua itu bisa terjadi, seperti perintah guru. Belum selesai saya melakukannya, Guru saya malah cerita banyak hal. 

Cerita pertama adalah tentang kitab Misykatul Anwar yang ditulis oleh Hujjatu al-Islam, Imam Al-Ghozali. 

Kitab tersebut terbagi menjadi tiga bagian. Di akhir bagian pertama, Al-Ghazali bercerita tentang makna yang sesungguhnya dari ungkapan "Allah bersama segala sesuatu".

"Kamu pernah denger orang-orang bilang, Allah bersama kita. Tenang aja, Ada Allah. Gak usah takut dan gak usah sedih, Allah bersama kita. Dan kalimat-kalimat lain yang serupa?" Tanya Guru saya.

Tanpa menunggu jawaban dari saya, beliau langsung melanjutkan cerita bahwa Allah bersama kita itu, bukan berarti Allah ada dimana-mana secara lahir. Bukan berarti Allah banyak. Bukan berarti Allah bertempat. Bukan. 

Allah bersama kita itu di antara makna yang diungkap Al-Ghazali, adalah "Allah itu Ada sebelum kita ada. Kita ini ada dan tampak adalah karena Adanya Allah. Setelah kita ada, Adanya Allah itu pun akan terus Ada bersama adanya kita," terang Guru saya.

Itu berarti, hakikatnya apapun yang ada dan terjadi di dunia ini, bersumber dan berasal dari Allah. "Ini keyakinan pertama yang mesti dipegang," tegas guru saya.

Kemudian, guru pun menjelaskan kenapa beliau perintah saya untuk mencari sebab kenapa semua hal yang saya anggap masalah itu bisa terjadi. "Saya bisa pastikan, kalau ditelusuri lebih jauh, semuanya karena ulah manusia sendiri. Itu berarti karena ulah kamu sendiri."

Saya merunduk, saya lihat kembali semua hal yang saya anggap masalah. Pikiran saya mulai mencari kambing hitam. Pikiran saya mulai menyasar orang lain yang saya kira menyebabkan masalah buat saya.

Tiba-tiba guru saya bilang agar saya jangan sampai terpikir untuk mencari-cari kambing hitam. "Jangan sekalipun melihat orang lain dalam masalahmu. Jangan sampai kamu menjadikan orang lain penyebab masalahmu. Sebab, hakikatnya apa yang kamu anggap masalah itu, karena ulahmu sendiri." Deg, pikiran saya langsung "tertampar". 

Guru saya lalu bercerita tentang nabi Yunus yang pernah ditelan ikan paus. Cerita itu berawal ketika Nabi Yunus mengajak penduduk Niwana (bagian Irak) untuk beriman kepada Allah dan tidak menyembah berhala. 

Tapi, para penduduk malah mencemooh dan tidak mengikuti ajakan nabi Yunus. Nabi Yunus pun marah, kesal, dan kecewa lalu memutuskan untuk pergi meninggalkan penduduk tersebut.

Ternyata, perginya nabi Yunus itu, bukan karena perintah Allah. Tapi karena keinginan sendiri. Dan perginya karena kesal, marah, dan kecewa.

Di sinilah letak kesalahan nabi Yunus. "Seperti itu pula, semua yang kamu masalah itu, sebenarnya karena dirimu sendiri," tegas guru saya.

Saya hanya merunduk. Diam. Lalu beliau melanjutkan cerita tentang nabi Yunus yang pergi dengan rasa kesal, kecewa, dan marah. 

Nabi Yunus pergi meninggalkan penduduk Niwana dengan naik perahu. Di tengah perjalanan, perahu oleng. Penyebabnya karena terlalu banyak beban bawaan. 

Para penumpang sepakat untuk membuat barang bawaan ke laut. Sayangnya, setelah barang bawaan dibuang ke laut, kapal masih oleng. Akhirnya mereka sepakat mesti mengurangi beban penumpang. Artinya meati ada yang bersedia terjun ke laut.

Setelah disepakati, akhirnya pemilihan siapa yang akan terjun ke laut dilakukan dengan diundi. Siapapun nama yang keluar, mesri bersedia melompat ke tengah laut. 

Undian dilakukan. Nama Nabi Yunus, keluar. Para penumpang yang tahu bahwa beliau seorang nabi, akhirnya memutuskan untuk mengundi kembali. Tapi, lagi-lagi yang keluar adalah nama nabi Yunus.

Mau tak mau, dan dalam keadaan pasrah, nabi Yunus akhirnya melomoat ke laut. tak lama, Allah memerintahkan ikan Paus untuk menelan nabi Yunus tanpa melukai. 

Di perut ikan, nabi Yunus hanya melihat kegelapan. Di saat seperti itulah nabi Yunus menyadari kesalahannya yang tidak sabar. Kesalahannya yang kecewa, marah, dan kesal. Kesalahannya pergi tanpa menunggu perintah dari Allah. 

Ya, Nabi Yunus sadar bahwa dirinya berada dalam kegelapan (perut ikan paus), semuanya karena kesalahannya sendiri. 

Begitu juta dengan masalah yang dihadapi dan dialami manusia. Masalah itu seperti kegelapan yang dialami nabi Yunus saat di perut ikan. Semua terasa gelap. Terasa mentok. Bikin pusing. Stres. Dunia terasa sempit. "Begitu juga dengan kamu. Saat kamu mendapat sesuatu yang dianggap masalah, kamu seperti nabi Yunus saat di perut ikan," tegas guru kepada saya. 

"Itu berarti, masalah yang kamu tengah hadapi, semuanya karena kesalahan kamu sendiri," lanjut guru saya.

Beliau lalu bercerita apa yang dilakukan nabi Yunus saat berada di perut ikan, saat sadar bahwa ia salah. Nabi Yunus bertaubat. Lalu berdoa: laa Ilaha Illa anta. Subhanaka inni kuntu minazh-zholimin.

"Begitu juga dengan kamu. Ketika ada masalah, segera sadari apa kesalahanmu. Cari tahu apa kesalahanmu. Lalu taubat dan berdoa pada Allah." 

Kemudian guru saya menjelaskan kalau kesalahan saya adalah kesalahan kepada Allah, maka yang perlu saya lakukan adalah bertaubat, perbanyak istigfar, dan perbanyak doa kepada Allah. Kalau kesalahan saya karena kesalahan diri sendiri, misalnya karena kebodohan, karena keteledoran, dan lain-lain, yang mesri saya lakukan adalah menjadikannya pelajaran lalu mengubahnya.

"Yang terpenting adalah kamu mohon ampun pada Allah. Soal kesalahan karena kebodohanmu sendiri, bisa diperbaiki belakangan. Yang terpenting, mohon ampun ke Allah." Deg, diri saya makin ketonjok.

Kemudian untuk solusi masalah, sebesar dan seberat apapun masalahnya, Guru saya cerita soal Nabi Ibrahim, Siti Hajar, dan nabi Ismail.

Bersambung...

Allahu a'lam bisshowab

Sawangan Baru 10022022


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tulisan ++ tentang ++ ( melihat: Nazhoro, Ro-a, dan Bashoro)

Pemahaman "Lughotan" dan "Ishthilahan".

Membaca Sastra, Membaca Diri: mengenal Ilahi (bag-9)