Menyelesaikan Masalah dengan Melihat Sumbernya (Keajaiban Masalah)

"Nah, sekarang kamu lihat ke masalahmu. Lihat apa penyebabnya," pinta guru saya. Karena sebelumnya saya sudah disuruh untuk menuliskan semuanya dan beliau juga pernah menyuruh hal yang sama, maka saya langsung bilang bahwa semua itu karena perbuatan orang lain. Karena si A, si B, si C, D, G, H, I, dan seterusnya. "tapi ada juga yang karena kesalahan saya," terang saya. 

Lagi-lagi beliau hanya senyum. Kemudian meminta saya untuk melihat kembali penyebab yang sebenarnya kenapa semua itu terjadi. Karena beliau nyuruh, saya pun melakukannya lagi. Saya lihat lagi semua yang saya anggap masalah.

Saya telusuri satu persatu, kali ini tidak terburu-buru. Misalnya hutang saya yang sekian puluh juta. Ini karena saya tertipu oleh orang lain. Kemudian, hutang yang lain, pun karena awalnya saya niat bantu orang lain, tapi ternyata saya salah. Dan masalah-masalah keuangan yang lain, pun itu tidak murni kesalahan saya, ada campur tangan orang lain di sana.

Kemudian yang saya lihat masalah yang karena kesalahan saya adalah soal hubungan saya dengan orang lain. Hubungan saya dengan si ini jadi renggang karena sikap saya yang begini. Hubungan saya dengan si itu jadi berantakan karena sikap saya juga begitu. Dan seterusnya.

Ada lagi permasalahan yang sepertinya lebih pada kesulitan saya melakukan sesuatu. Semuanya sudah saya lihat, dan saya kategorikan lalu saya lihat penyebab-penyebabnya. Semuanya lalu saya utarakan kembali kepada Guru.

Lagi-lagi, beliau hanya senyum. "Baiklah, kalau gitu saya mau cerita lagi," ucap beliau dan saya langsung mendengarkannya. 

Guru saya cerita tentang sahabat Nabi Muhammad yang bernama Abu Umamah. Cerita beliau diambil dari cerita Abu Sa'id Al-Khudri. Dan cerita ini ada di hadits riwayat Abu Dawud.

Guru saya cerita Abu Umamah duduk dan berdiam diri di masjid di luar waktu sholat. Saat itu, Nabi Muhammad masuk ke masjid tersebut dan melihat Abu Umamah. Tentu saja, Nabi menyapa Abu Umamah. Dan tentu saja diawali dengan salam. 

“Hai Abu Umamah, ada apa nih, kok di luar waktu sholat, elu diem di masjid?" begitu kira-kira sapa Nabi Muhammad kepada Abu Umamah. "Dan saya yakin, Nabi Muhammad tahu bahwa Abu Umamah sedang kebingungan. Karena Abu Umamah emang sedang bingung," lanjut Guru saya.

Abu Umamah ternyata memang sedang kebingungan. Begitu pusing. Puyeng. "Pokoknya ruwet," terang guru saya. 

Keruwetan dan kebingungan Abu Umamah ternyata karena hutang-hutangnya. Nabi Muhammad pun kembali bertanya kepada Abu Umamah. Lebih tepatnya menawarkan solusi alternatif. Sekaligus gambaran bagaimana keadaan orang-orang yang berhutang. 

"Elu mau kagak, saya ajarin satu bacaan yang kalau kamu baca, Allah akan hilangkan kebingungan lu dan elu dikasih kemampuan melunasi hutang-hutang lu?" Kira-kira begitu tanya Nabi Muhammad kepada Abu Umamah.

Tentu saja Abu Umamah langsung mengiyakan dan bilang mau. Siapapun, di saat terlilit hutang, solusi dan jalan keluar yang ditawarkan tentu saja bisa memberi semangat dan motivasi, tidak hanya Abu Umamah. Terlebih yang menawarkan solusi adalah kanjeng Nabi Muhammad.

Guru saya kemudian membaca: 

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْهَمِّ وَالْحَزَنِ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنَ الْعَجْزِ وَالْكَسَلِ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنَ الْجُبْنِ وَالْبُخْلِ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ غَلَبَةِ الدَّيْنِ، وَقَهْرِ الرِّجَالِ

Dan saya langsung menuliskannya di buku tulis tepat di lembaran setelah saya menuliskan semua hal yang saya anggap masalah.

"Nah, Nabi bilang kepada Abu Umamah agar baca doa itu setiap subuh lah, menjelang masuk waktu pagi, ama sekitar asar lah, alias menjelang waktu sore Dateng," terang guru saya. "Dan, Abu Umamah, setelah mengamalkan doa itu, Allah benar-benar menghilangkan kebingungannya dan melunasi hutang-hutangnya," lanjut beliau.

"Sekarang kita lihat doa yang diajarin Nabi Muhammad itu," ajak guru saya. 

Doa itu kalau dilihat secara harafiah, artinya; “Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kebingungan dan kesedihan, aku berlindung kepada-Mu dari kelemahan dan kemalasan, aku berlindung kepada-Mu dari ketakutan dan kekikiran, aku berlindung kepada-Mu dari lilitan utang dan tekanan orang-orang.”     

"Tapi, kalau ditelisik dan dilihat lebih dalem lagi, sebenarnya, di dalam doa itu nabi menggambarkan bagaimana keadaan orang-orang yang (menganggap dirinya) tengah punya masalah," terang guru saya. 

Saya pun menundukkan kepala. Melihat ke tulisan berbahasa Arab yang saya tulis sendiri. Meski tak rapi, setidaknya saya masih bisa membacanya. Sambil mendengarkan Guru, saya melihat doa yang diajarkan nabi tersebut.

Ya, gambaran orang-orang yang tengah punya masalah bisa dipastikan: pertama, kebingungan alias bingung, puyeng, stres. Karena kepalanya dipenuhi kebingungan,  puyeng, dan pusing yang tak terhingga, "jadilah ia kayak kamu, gak bisa melihat dan berpikir lebih jernih," ucap guru saya. Deg, saya "tertonjok" lagi. 

Bagaimana biar tidak bingung? Guru saya pun bilang agar saya cari "pegangan". Cari ilmunya. Saya mesti meredam bingung tersebut. Kuasai diri. Tanamkan dalam diri, pasti Allah akan kasih jalan keluar.

Kedua, sedih. Siapapun kalau dapat sesuatu yang gak enak, menyakitkan, bahkan memusingkan, apalagi sampai membuat dada sesak, sepertinya akan sedih. "Kayak kamu kemarin-kemarin, kan? Bawaannya muka kamu itu sedih dan suram," terang guru saya. Deg, lagi-lagi saya hanya bisa menunduk. 

Bagaimana agar tidak sedih? Guru saya pun cerita tentang maqomnya para wali, yaitu tidak ada rasa takut dan sedih pada diri mereka. Walau belum jadi "wali" setidaknya guru saya bilang agar kita terus mendekatkan diri pada Allah. Dan berusaha mencontoh sikap para wali ini, yaitu tidak takut dan tidak sedih, alias tenang. Tenang pikiran, tenang hati. "Kamu ingat kan, Alaa bidzikrillahi tathmainnul Qulub?" Terang Guru saya.

Ketiga, lemah. orang yang punya masalah, terlilit hutang misalnya, terus berusaha mencari jalan keluar kemana-mana tapi gak juga menemukan jalan keluar, biasanya akan lemah. Ia akan jadi orang yang lemah. Seperti tidak punya tenaga. "Lebih tepatnya, tidak ada semangat, gairah, dan motivasi dalam dirinya. Kayak kamu!" Deg, lagi-lagi ada "tonjokan" ke diri saya dari Guru. 

Bagaimana biar tidak lemah? Lagi-lagi guru saya menasihati agar saya cari sesuatu yang bisa menguatkan, yang bisa memotivasi. Apapun itu. "Ingat contoh dari Bunda Siti Hajar, tongkat Nabi Musa, hingga Kisah nabi Yunus, kan?"

Keempat, malas ngapa-ngapain. Karena merasa dunia mentok dan ke sana ke sini seolah-olah yang dilihat hanya kesuraman, biasanya yang ada orang tersebut jadi malas kemana-mana dan malas ngapa-ngapain. Mungkin, ia akan beralasan pasrah. Sudah kemana-mana, tak kunjung mendapat jalan keluar. "Tapi hakikatnya, ia malas," tegas guru saya. "Ia bukan pasrah, tapi menyerah. Padahal Islam itu bukan menyerah tapi berusaha agar tidak kalah dengan keadaan, berusaha sekuat tenaga sesuai aturan main, dan di ujungnya barulah tawakal. Itu setelah upaya penuh. Bukan menyerah," tegas guru saya.

Bagaimana agar tidak malas? Guru saya pun bilang agar saya punya tujuan dan meminta kepada Allah agar bisa disampaikan pada tujuan tersebut.

Kelima, takut dan ketakutan. Bayangan mengerikan dari sang penagih hutang, belum lagi jika ia datang ditemani preman. Jangankan preman, ia datang ditemani polisi saja, benar-benar mengerikan. "Jadilah ia pengecut," terang guru saya.

Bagaimana biar tidak takut? Guru saya pun menjelaskan makna takwa yang hakikatnya takut hanya kepada Allah. Kalau ke sesama manusia, tidak ada yang perlu dikhawatirkan, semua bisa dibicarakan dengan baik-baik. Seemosi apapun sang penagih hutang, kalau kita sikapi dengan tenang, "insyaallah, semua bisa dibicarakan," terang guru saya.

Keenam, kikir, pelit, medit, alias bakhil. Karena merasa punya hutang jadinya gak mau berbagi. Misalnya dia dapat duit, tapi belum cukup untuk melunasi hutang-hutangnya, secara logika uang itu jika dibagi atau disedekahkan ke orang lain, malah akan berkurang, dan hutangnya tidak terlunasi. 

"Di situlah justeru ia menambah kesalahannya. Karena hakikatnya ketika berbagi dan bersedekah kepada orang lain, itu kita memberi Kepada diri sendiri. Semua yang kita berikan akan kembali pada kita, bahkan berkali-kali lipat. Tapi perlu diingat, bukan karena kita bisa berbagi lalu Allah ngasih berkali-kali lipat. Tapi, karena Allah memudahkan dan membuat kita bisa berbagi, lalu Allah memberi kita lebih."

Ketujuh, mendapat tekanan dari orang-orang. Tentu saja tagihan orang-orang jadi tekanan dan beban. "Jangankan ditagih, kamu lihat nama orang itu nampak di telepon aja, rasanya diri ini seperti ditimpa gunung, kan?" Tegas guru saya yang kemudian mewanti-wanti agar ke depan jangan sampai punya hutang.

Kemudian guru saya bilang bahwa semua itu adalah gambaran psikologis seseorang. Ada sebuah teori yang mengatakan: ketika emosional seseorang naik, maka kemampuan berpikirnya menurun. "Kamu gak bisa melihat sebab-sebab masalahmu, karena dirimu masih dipenuhi emosional. Keadaan psikologismu sedang tidak stabil," terang Guru saya.

Beliau lalu menjelaskan bahwa setidaknya apa yang disebut dan dianggap masalah itu ada tiga sumbernya. Pertama, berasal dari diri sendiri. Kedua, berasal dari Allah dan dari diri sendiri. Ketiga, berasal dari Allah.

Sesuatu yang berasal dari kesalahan diri sendiri, bisa dibilang itulah balasan. Seperti sunnatullah. Hukum alam. Ketika makan, akan kenyang. Ketika main api, akan panas atau bahkan terbakar. Dan sesuatu yang berasal dari kesalahan diri sendiri ini kata guru saya obatnya adalah taubat alias tidak mengulangi kesalahan tersebut. Tidak jatuh ke lubang yang sama. 

Sementara sesuatu yang datangnya dari diri sendiri dan ada ada campur tangan Allah, ini yang biasa disebut dengan teguran, peringatan, atau pelajaran. Misalnya, saya berhutang karena ambisi dan kalkulasi bisnis yang hanya didasari logika semata. Lalu tanpa ba-bi-bu saya pinjam uang. Tak disangka banyak hal tak terduga terjadi, menyebabkan uang tersebut tidak "berputar". Atau kita meminjam uang untuk sesuatu yang kita anggap sebagai kebutuhan, padahal bukan kebutuhan-kebutuhan amat. Allah Maha Tahu akan itu. Tapi Allah ingin kita dapat pelajaran. "Yang mesti disadari, ketika ini terjadi, hakikatnya Allah masih sayang dan mau negur kita." 

Sementara sesuatu yang murni dari Allah, itu disebut dengan ujian. Namanya ujian, itu identik dengan kenaikan kelas. Siapapun yang bisa melewati dan menyelesaikam ujian dengan baik, ia akan naik kelas. Sederhananya kira-kira seperti itu. 

Deg, berkali-kali saya seperti ditonjok sesuatu yang gaib. Setiap tonjokan, akal pikiran dan mata batin saya semakin terbuka.

"Nah, sekarang, coba kamu lihat lagi, masalah-masalahmu!" Perintah guru saya.

Bersambung...

Allahu a'lam bisshowab

Sawangan Baru, 17022022

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tulisan ++ tentang ++ ( melihat: Nazhoro, Ro-a, dan Bashoro)

Pemahaman "Lughotan" dan "Ishthilahan".

Membaca Sastra, Membaca Diri: mengenal Ilahi (bag-9)