Menghadapi Masalah dengan Ilmu. (Keajaiban Masalah).

Guru saya bertanya: "menurutmu, apa yang harus dilakukan orang pertama kali ketika ingin mengubah hidupnya setelah mendasari hidupnya dengan iman?"

Saya kemudian teringat broadcast di WA tentang sholat. Ya, isi broadcast itu bicara tentang siapapun yang ingin mengubah hidupnya, ingin memperbaiki hidupnya, maka yang mesti dilakukan pertama kali adalah memperbaiki sholatnya. Hal ini pun saya ungkapkan ke Guru sebagai jawaban dari pertanyaannya. 

Guru saya lagi-lagi hanya senyum. Beliau tidak menimpali jawaban saya dengan bilang tepat atau tidak. Beliau malah menimpali dengan cerita tentang kapan seorang muslim atau muslimah dikenai dan terikat hukum syariat agama.

Ya, saat seseorang mulai, sampai, dan tiba di usia "akil baligh". Biasanya itu ditandai dengan keluarnya sperma bagi laki-laki dan haid bagi perempuan. Siapapun yang belum punya tanda itu, bisa dibilang belum Akil baligh. Dan bisa dibilang tidak terikat dengan "catatan" dosa walau melakukan kesalahan. "Bahasa sederhananya, mereka masih kecil," ungkap Guru saya.

Walau kemudian banyak ulama yang bilang siapapun yang telah berusia 15 tahun secara hitungan Qomariah/hijriah masuk Akil baligh. Di antaranya seperti yang dibilang Syeikh Nawawi Al-Bantani dalam kitab Kasyifatus Saja. "Tapi siapapun yang usianya belum 15 tahun tapi sudah keluar sperma atau haid, dia masuk kategori Akil baligh", terang Guru saya.

Saya hanya mendengarkan cerita Guru sambil penasaran, apa kaitannya Akil Baligh dengan masalah yang saya hadapi. 

Guru saya kemudian bilang bahwa akil baligh itu, setidaknya seseorang sudah bisa membedakan antara yang baik dan benar. Sudah bisa menggunakan pikirannya untuk melihat sesuatu itu salah atau benar.

"Nah pertanyaannya, bagaimana seseorang bisa tahu kalau sesuatu itu salah atau benar?" Tanya guru yang langsung saya pun langsung jawab ya dengan belajar atau dengan merasakannya langsung. "Ya, kuncinya adalah tahu," lanjut beliau. 

Soal bagaimana seseorang menjadi tahu sesuatu, akan banyak caranya. Bisa lewat belajar, bisa lewat mendengar, bisa lewat melihat, atau bisa lewat merasakan dan mengalaminya langsung. 

Karenanya ketika seseorang sampai di Akil Baligh, bisa dibilang ia bisa menggunakan akal pikirannya untuk mengetahui mana sayang salah dan mana yang benar. Itu pula di antara arti dan makna dari Akil. 

Nah ketika seseorang ingin memperbaiki hidupnya. Sebenarnya yang perlu dilakukannya adalah mencari tahu dulu apa yang ingin diperbaiki dari hidupnya. Apakah ingin memperbaiki keadaan ekonomi dan keuangannya, ingin memperbaiki sikapnya kah, ingin memperbaiki eots kerjanya kah, ingin memperbaiki ibadahnya kah, atau apapun. "Intinya adalah mencari tahu," tegas guru saya.

Guru saya menlajutkan ceritanya tentang Nabi Muhammad yang memerintahkan dan mewajibkan umatnya untuk mencari ilmu. Ilmu itu awal atau dasarnya agar setiap orang bisa tahu. Ilmu yang diolah, direnungi, "dirasakan" kemudian akan menjadi pengetahuan. "Nah pengetahuan inilah yang sebenarnya bisa mengubah setiap orang," terang guru saya. 

Saya lalu ingat tentang hadits nabi yang populer: "tholabul 'ilmi faridhotun 'ala kulli muslimin wa muslimatin."  Ya, Nabi Muhammah bilang meminta atauenvaei ilmu itu "faridhoh". Faridhoh dalam kaidah bahasa Arab masuk dalam "shigoh mubalagoh". Artinya tidak sekadar wajib. Tidak sekadar Fardu. Tapi lebih dari Fardu dan wajib. Bisa dibilang mencari ilmu itu sangat amat wajib. 

"Malah sepertinya dari sekian banyak perintah dalam agama Islam, seperti solat, zakat, dan lain-lain, hanya dibilang fardhu, tapi yang diungkap dengan faridoh adalah mencari ilmu. Koreksi kalau saya salah," ungkap Guru saya.

Beliau lalu bilang hal yang membuat saya makin "melek". Yaitu; mencari ilmu lebih utama dibanding perintah lain yang hukumnya wajib atau fardu. Bisa dibilang, mencari ilmu lebih fardhu daripada sholat.

"Karenanya, ketika seseorang ingin mengubah hidupnya, maka yang harus ia lakukan pertama kali adalah mencari tahu apa yang ingin diubah lalu cari ilmunya. Cara yang paling sederhana ya belajar atau ngaji," tegas beliau. 

"Pun dengan seseorang yang sedang diuji dengan masalah. Seberat apapun dan sebesar apapun masalahnya. Setelah mendasari dirinya dengan iman, yang harus dilakukan adalah mencari tahu masalahnya apa, kesalahannya apa seperti Nabi Yunus. Lalu cari tahu ilmunya. Kemudian terus bergerak seperti Bunda Siti Hajar. Dan terus melakukan apapun yang ia bisa, terlebih dengan mengotimalkan potensi dan kemampuan yang ada pada dirinya seperti Nabi Musa dengan landasan ilmu." Deg, lagi-lagi saya merasa tertonjok.

Guru saya kemudian mengutip pendapat Imam Al-Ghozali yang bilang kebodohan itu seperti kegelapan. Sementara pengetahuan adalah cahaya. 

"Orang yang merasa ada masalah, merasa punya masalah lalu pusing, stres, merasa dunia mentok, dada nyesek, itu semua ibarat ia tengah berada dalam kegelapan. Seperti nabi Yunus di perut ikan paus. Makanya yang diperlukan adalah cahaya. Cahaya yang bisa meneranginya. Nah, kamu ingat Imam Syafi'i yang punya masalah lalu curhat ke gurunya, Waqi'. Ya, Ilmu. Ilmu adalah cahaya. Cahaya yang bisa menerangi segala yang gelap. Termasuk dengan sesuatu yang kamu anggap masalah," tegas guru saya.

Saya "babak belur ditonjoki" guru saya, tapi mata saya makin terang. 

"Malah, kamu tahu kitab Ihya Ulumuddin, kan? Imam Al-Ghozali membagi kitab itu menjadi empat bagian. Bagian pertama adalah tentang ibadah. Tapi ternyata, yang dibahas pertama kali adalah tentang ilmu. Bis dibilang, ibadah, seperti solat, zajat, dan ibadah-ibadah lainnya itu, mesti dilandasi dan diawali dengan Ilmu. Bisa jadi, karena itu pula Nabi Muhammad dengan tegas bilang mencari ilmu itu Faridhoh, tidak sekadar fardhu. " tegas Guru saya yang kemudian membacakan ayat Al-Qur'an yang isinya tentang Allah mengangkat derajat orang yang mencari ilmu.

Bersambung...

Allahu a'lam bisshowab

Sawangan Baru, 13022022




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tulisan ++ tentang ++ ( melihat: Nazhoro, Ro-a, dan Bashoro)

Pemahaman "Lughotan" dan "Ishthilahan".

Membaca Sastra, Membaca Diri: mengenal Ilahi (bag-9)