Peran Pemerintah Daerah dalam Menjaga Kerukunan Umat Beragama

Bicara tentang peran, para ahli mengartikan peran dengan banyak definisi. Di antaranya; pertama, perangkat tingkah. Ya, perangkat seperti seperangkat alat sholat dibayar tunai. Bukan, ini bukan soal akad nikah. Ini soal seperangkat. Lihat saja seperangkat alat sholat yang biasa dijadikan mahar. Ada beberapa alat, kan?. Sebut saja sajadah, mukena, Tasbih, Al-Quran (saya kurang tahu kenapa fisik Al-Quran menjadi bagian dari shalat. Mungkin untuk menambah kelengkapan saja. Agar seusai shalat yang bersangkutan mau baca Quran). Nah, begitu pun peran jika dilihat sebagai seperangkat tingkah. Bisa dikatakan, peran adalah kumpulan tingkah seseorang yang dilakukan terhadap sesuatu atau ke seseorang.

Kedua, peran diartikan sebagai sikap dan perbuatan berdasar status dan fungsi sosial. Nah, sederhananya, lihat saja suami, istri, pacar, anak, dokter, polisi, dan lain-lain. Ambil saja pacar untuk sekadar contoh. Sikap dan perbuatan yang dilakukan seorang pacar terhadap pasangannya itulah peran. Misalnya, membuat pacar atau pasangannya bahagia. Antar jemput, memberi support, menemani, tempat berbagi, dan lain-lain.

Ketiga, ada ahli yang mengartikan peran sebagai pelaksanaan hak dan kewajiban sesuai kedudukan. Kita pakai contoh saja. Hal seorang perempuan yang berstatus pacar adalah mendapat perhatian dan kasih sayang dari laki-laki yang berstatus pacarnya. Pun sebaliknya, laki-laki pun demikian. Nah, kewajiban masing-masing adalah saling memberi perhatian dan kasih sayang.

Keempat, rangkaian peraturan-peraturan. Namanya manusia terlebih yang hidup, tidak akan terlepas dari yang namanya peraturan. Mau diikuti atau dilanggar, peraturan akan tetap ada untuknya. Dan tentu saja itu mengikat alias mengatur. Karena sifat peratutan itu memang begitu; mengikat dan mengatur. Nah, peraturan-peraturan yang mengikat dan mengatur itulah peran.

Kelima, peran diartikan sebagai konsep perilaku yang semuanya diharapkan dilakukan oleh seseorang. Orang sebagai individu ataupun bagian dari organisasi. Termasuk negara. Nah, hal kelima inilah yang ingin saya bahas pada tulisan ini. (Sorry ya, kalau pendahuluannya kepanjangan)

Oke. Di antara peran sekaligus fungsi negara adalah pihak yang berwenang mengendalikan persoalan-persoalan bersama atas nama masyarakat. Terlebih pada masyarakat yang multikultur seperti Indonesia. Salah satu yang menjadi perhatian adalah persoalan-persoalan agama. Karenanya Pasca proklamasi kemerdekaan Indonesia dikumandangkan, Pemerintah menetapkan berdirinya Departemen Agama RI tanggal 3 Januari 1946.

Penyelenggaraan tugas pokok Departemen Agama antara lain berbentuk bimbingan, pembinaan, dan pelayanan terhadap kehidupan beragama. Hal yang perlu ditekankan adalah Departemen Agama sama sekali tidak mencampuri masalah akidah dan kehidupan intern masing-masing agama dan pemeluknya. Pemerintah menekankan pada mengatur kehidupan ekstern yaitu dalam hubungan kenegaraan dan kehidupan antar pemeluk agama yang berada dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Agama dan kepercayaan menjadi hak dan kebebasan setiap warga negara seperti yang termaktub pada Undang-Undang Dasar 1945 pasal 29. Hal ini tentu saja menghadirkan satu hal penting: keragaman masyarakat dalam beragama.

Mengenai keragaman ini, KH. ahmad Dahlan mengatakan, kerukunan antar umat beragama menjadi hal vital bagi kerukunan nasional. Karenanya, memelihara kerukunan antar umat beragama di Indonesia menjadi salah satu peran penting pemerintah. Mulai pusat hingga daerah.

Undang-Undang nomor 32 tahun 2004 menjelaskan tentang Pemerintah Daerah. Dinyatakan "Pemerintah Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnyavdalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Pemerintah Daerah adalah gubernur dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara daerah".

Maka, gubernur dan jajarannya memilki peran juga terhadap pemeliharaan kerukunan umat beragama di daerahnya. Lebih jelasnya, pada Peraturan Bersama Menteri (PBM) Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan 8 tahun 2006, pasal 5 ayat (1) menegaskan tentang tugas dan kewajiban gubernur akan pemeliharaan kerukunan umat beragama, yaitu; 1) memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat termasuk memfasilitasi terwujudnya kerukunan umat beragama di provinsi; 2) mengoordinasikan kegiatan instansi vertikal di provinsi dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama; 3) menumbuhkembangkan keharmonisan, saling pengertian, saling menghormati dan saling percaya di antara umat beragama, dan; 4) membina, mengoordinasikan Bupati/wakil Bupati, Walikota/Wakil Walikota, dalam penyelenggaraan pemerintah daetah di bidang ketentetaman dan ketertiban masyarakat dalam kehidupan beragama.

Tak hanya Gubernur dan pemerintah daerah tingkat provinsi serta walikota dan pemerintah kota, camat di tingkat kecamatan bahkan lurah atau kepala desa di tingkat kelurahan dan desa pun memiliki tugas dan tanggung jawab terhadap pemeliharaan kerukunan umat beragama. Hal ini seperti termaktub pada Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan 8 tahun 2006 pasal 3 hingga pasal 7 yang menjelaskan tugas dan kewajiban pemerintah mulai Gubernur, Walikota, Camat, hingga lurah atau Kepala Desa.

Selain pembentukan Forum Kerukunan Umat Beragama, setidaknya ada beberapa hal yang perlu diperhatikan pemerintah daerah. Pertama, perencanaan. Maksudnya, perencanaan terkait program pemeliharaan kerukunan umat beragama. Perencanaan bagaimana menguatnya kerukunan antar umat beragama di daerahnya masing-masing. Diskusi, dialog, kegiatan-kegiatan, termasuk penganggaran adalah hal yang bisa dikategorikan dalam hal perencanaan.

Kemampuan membaca persoalan, pemetaan sosial dan etnografis, memiliki visi dan misi yang bisa diaplikasikan, serta penguasaan pengetahuan akan strategi, teknik, metode, dan pendekatan akan pemeliharaan kerukunan umat beragama adalah beberapa hal yang penting dan perlu hadir di pemerintah daerah. Di individu maupun organisasi.

Di dalam perencanaan tersebut pun terdapat hal lain yang tak kalah penting, yaitu memfasilitasi kerja-kerja pemeliharaan kerukunan umat beragama oleh pihak-pihak terkait. Bisa dikatakan, pemerintah daerah adalah fasilitator. Fasilitator handal adalah seseorang atau sekumpulan orang yang menguasai berbagai pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan agar mampu memberikan fasilitasi optimal.

Secara garis besar, ada tiga tahap yang harus dilakukan oleh fasilitator yang efektif, yaitu; 1) tahap persiapan; 2) tahap pelaksanaan, dan; 3)tahap pasca-pelaksanaan.

Pada tahap persiapan, seorang atau sekumpulan fasiliatot mesti mampu menyiapkan bernagai hal yang dibutuhkan untuk memperlancar pelaksanaan kegiatan. Persiapan yang dimaksud adalah persiapan fisik dan non-fisik yang akan digunakan selama kegiatan yang telah direncanakan. Kesiapan dan persiapan yang baik dan matang akan sangat mempengaruhi keberhasilan tahap berikutnya sekaligus memberikan kontribusi yang signifikan pada keberhasilan kegiatan secara menyeluruh.

Perlu dicatat, walau perencanaan telah dilakukan dengan baik, tapi pelaksanaannya tidak sesuai dengan rencana, maka sangat mungkin tujuan kegiatan tidak akan bisa dicapai dengan baik. Banyak hal yang harus dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan oleh fasilitator selama pelaksanaan kegiatan agar tujuan yang telah ditetapkan dapat dicapai secara optimal. Pun, setelah pelaksanaan kegiatan selesai, bukan berarti semua proses telah selesai. Fasilitator masih mempunyai tugas lain, yaitu mengetahui sejauh mana ketercapaian kegiatan, menemukan berbagai permasalahan yang muncul selama kegiatan, menindaklanjuti hasil dan masalah yang terjadi selama kegiatan, dan lain sebagainya.

Hal selanjutnya yang harus diperankan pemerintah daerah adalah penganggaran. Ini terkait biaya dan opersional yang dibutuhkan. Kemampuan mengkalkulasi kebutuhan biaya dan belanja mesti diimbangi dengan kemampuan membaca rencana kegiatan ataupun program. Penganggaran ibarat bensin pada kendaraan. Ia menjadi bahan bakar yang akan menggerakan semua elemen bergerak. Termasuk para pejuang pemeliharaan kerukunan umat berharga.

Penganggaran memiliki kegunaan yang cukup banyak. Di antaranya; 1) memperjelas angka dan nominal (keuangan) yang dikehendaki; 2) memperjelas sumberdaya yang diharapkan dapat dihasilkan atau digunakan selama periode anggaran yang akan datang; 3) Memberikan landasan untuk pengambilan keputusan alternatif yang terbaik; 4) Anggaran juga menginformasikan kepada manajemen konsekuensi serangkaian alternatif tindakan, dan memberikan landasan untuk memutuskan alternatif yang terbaik; 5) sebagai pedoman kerja; 6) sebagai alat pengkoordinasian kerja; 7) sebagai alat pengawasan kerja/tolok ukur.

Setelah penganggaran, pemerintah daerah pun berperan sebagai koordinator. Lebih tepatnya, seorang atau sekumpulan orang yang mengoordinasikan pihak-pihak terkait yang terlibat pada pemeliharaan kerukunan umat beragama. Sebagai koordinator, Pemerintah Daerah mesti mengetahui dan menguasai siapa saja pihak-pihak terkait tersebut, bagaimana cara, metode, teknik, serta pendekatan yang dibutuhkan.

Selanjutnya adalah proses sinkronisasi. Sinkronisasi bisa berupa material dengan material, non-material dengan non-material, ataupun material dengan non-material. Non-material bisa berupa pengetahuan antar individu dan keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan. Sementara material adalah benda-benda yang dibutuhkan sesuai dengan keperuntukan dan keberadaannya. Termasuk sinkronisasi antara apa yang dilakukan dengan tujuan yang diharapkan masih berada di koridor dan jalur.

Hal-hal terkait pemeliharaan pun tak luput menjadi hal yang harus diperhatikan pemerintah daerah. Seperti mengetahui hal apa saja yang dibutuhkan dalam memelihara kerukunan umat beragama. Ibarat peternak yang mesti menjaga hewan piaraannya. Mulai makanan, tempat, lingkungan, hingga kesehatan. Pun dengan Pemerintah daerah terhadap kerukunan antar umat beragama. Makanan, tempat, lingkungan, hingga hal-hal yang menguatkan (termasuk yang melemahkan) kerukunan umat beragama pun mesti dipahami dan diketahui.

Hal yang tak kalah penting lainnya adalah terkait pemberdayaan masyarakat. Terutama pada masyarakat yang berbeda agama. Kegiatan-kegiatan pemberdayaan pada masyarakat yang berneda agama menjadi hal yang sepertinya signifikan. Pemberdayaan dalam arti memberi daya kepada masyarakat agar lebih memiliki kemampuan untuk menjadikan dirinya sendiri daya. Sederhananya, menjadikan masyarakat memiliki daya. Pemberdayaan bisa dalam bidang ilmu pengetahuan, keterampilan atau life skill, hingga ekonomi.

Dalam masyarakat multikultur jika tidak dikelola akan menimbulkan perselisihan. Di sini pun pemerintah daerah berperan sebagai "problem solver" alias penyelesai masalah. Pemerintah memberikan solusi atau memiliki jalan keluar dari persoalan yang ada. Untuk menyelesaikan persoalan, setidaknya pemerintah memahami persoalan dengan baik. Hingga akar persoalan. Jika sudah seperti itu, solusi, jalan penyelesaian, hingga apa yang mesti dilakukan akan jelas.

Pengawasan terhadap kehidupan beragama pun menjadi peran pemerintah daerah yang tak bisa diabaikan. Tentu saja pengawasan yang tidak seperti pengawas pada ujian akhir nasional. Apalagi sampai membuat keadaan tegang dan mencekam. Pengawasan yang dimaksud adalah pengawasan yang dilakukan lebih menekankan pada aspek perhatian. Seperti seorang kekasih kepada sang terkasih. Segala yang kebutuhan dipenuhi, segala kekurangan dilengkapi.

Dari proses pengawasan, lebih tepatnya perhatian, tersebut, pemerintah daerah mesti melakukan dokumentasi. Terlebih dalam bentuk dokumen tertulis. Kemampuan menangkap lalu menuangkan segala hal yang terjadi menjadi halnyang sangat diperlukan dalam peran ini. Kemampuan pendokumentasian tertulis yang baik akan memberikan gambaran dan pemahaman yang jelas kepada berbagai pihak. Kemudian, seperti yang tertuang dalam Undang-Undang, dokumentasi tertulis tersebut harus dilaporkan kepada atasan. Dalam hal ini, seperti jalur komando. Dari bawahan ke atasan. Dari pemerintah sekelas Kelurahan ke tingka Kota. Dari tingkat kota ke tingkat kebupaten. Lalu pada akhirnya ke tingkat pemerintah pusat.

Dalam pelaporan tersebut, realitas, ekpsktasi, dan rekomendasi diperlukan. Realitas dalam arti pelaporan ditulis sesuai kenyataan di lapangan. Sesuai dengan kejadian yang ada. Tidak kurang tidak lebih. Sebab ini terkait perbaikan secara terus menerus agar antar umat beragama makin rukun. Hidup tenteram dan damai. Kemudian, ekpektasi yang dimaksud adalah harapan yang dibuat berdasar pada kejadian. Harapan perbaikan, penunjang-penunjang, dan segala hal yang bisa mendukung bisa dimasukkan pada ekspektasi ini. Dan terakhir adalah rekomendasi. Rekomendasi ini harapan yang langsung ditujukan pada pihak-pihak tertentu. Pihak-pihak terkait yang berhubungan langsung dengan perbaikan-perbaikan dan pemeliharaan-pemeliharaan kerukunan umat beragama.

Peran-peran tersebut pada akhirnya akan menjadi draft atau rencana kebijakan-kebijakan yang akan diambil terkait kerukunan antar umat beragama. Tentunya itu tertuang dalam regulasi, peraturan-peraturan, instruksi-instruksi, atau keputusan-keputusan pemerintah daerah.

Dalam memutuskan sesuatu, pemerintah mesti sadar peran, hak, kewajiban, fungsi, dan tugasnya, bukan? Maka, plan your work and work your plan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tulisan ++ tentang ++ ( melihat: Nazhoro, Ro-a, dan Bashoro)

Pemahaman "Lughotan" dan "Ishthilahan".

Membaca Sastra, Membaca Diri: mengenal Ilahi (bag-9)