Postingan

Menampilkan postingan dari April, 2020

Allahu A'lamu

(Catatan iseng tentang Ihya Ulumuddin bag-4) Syaikh Abdulkarim Amrullah, ayahandanya Buya Hamka, dalam kitab Sullamul Ushul mewanti-wanti agar hati-hati ketika membaca Ihya Ulumuddin karena banyak hadis lemah. Karenanya, Kiayi Ghazi Mubarok, wakil pimpinan dan pengasuh Pondok Pesantren Al-Amien Prenduan, mengingatkan agar menyertai kitab Al-Mughni 'An hamli Al-asfar fi al-Asfar fi Takhriji maa fi Al-Ihya min Al-Akhbar karya Al-Imam Al-Iraqi, ketika membaca kitab Ihya karya Imam Al-Ghazali yang lahir di Thusia pada 450 H. atau 1058 M ini. Kitab ini dianggap masyhur untuk memberi penilaian teehadap hadits-hadits yang terdapat di kitab Ihya.  Sebelum melanjutkan membaca, mengaji, dan mengkaji kitab Ihya Ulumuddin yang ditulis Al-Ghazali di masjid Al-Umawi (di kota ini ada sudut yang hingga sekarang terkenal dengan nama "Al-Ghazaliyah"),  pada 488 Hijriyah Ini, endilalah saya tertarik dengan cerita kehidupan sang pengarang dan bagaimana respons para ulama terhadap ka...

Ketika Teduh Pagi Perlahan Pergi

(catatan Iseng perihal mukadimah Ihya Ulumuddin bag-3) Kokok ayam dan cuit burung-burung mengisi pagi yang masih remang. Jam enam kurang tujuh belas menit. Rambatan sinar matahari belum sampai ke depan rumah.  Dari tempat duduk saya, di atas bangku bambu, halaman begitu teduh. Tapi di beranda rumah ini, justeru seperti ada badai dalam diri saya. Badai itu bernama Ihya Ulumuddin. Goncangannya begitu dahsyat. Padahal saya baru membuka mukadimahnya. Kata-kata pengantarnya. Dalam ilmu balaghah, alias ilmu yang mempelajari bagaimana mengolah kata dan kalimat dalam Bahasa Arab, ada istilah "baroatu al-isti'lal", yaitu kemampuan dan keterampilan penulis atau pengarang untuk memilih kata-kata atau kalimat-kalimat sebagai pembuka tulisan yang itu sesuai dengan apa yang ingin disampaikan dalam tulisannya.  Abu Hamid Al-Ghazali dalam kitab yang berisi 40 sub-bahasan ini sungguh aduhai memainkan "baroatu al-isti'lal" ini. ulama kelahiran Thusia, seb...

Jatuh Cinta; antara Sedih dan Riang

Jam empat kurang tujuh menit. Masih ada waktu sebelum imsak dan adzan subuh membekap mulut ini untuk menikmati kopi dan rokok. Sambil duduk di depan rumah, di atas bangku bambu, tentu saja sambil sesekali menyeruput kopi dan merokok, tiba-tiba ada kesedihan di satu sisi dan kegembiraan di lain sisi.  Sedihnya karena saya semakin yakin akan kebodohan diri ini. Ya, betapa bodoh diri saya. Ternyata, banyak banget, tak terhingga hal-hal yang saya tidak tahu. Dan ketidaktahuan ini bisa menyebabkan kesalahan dan hal-hal fatal. Karenanya, saya memang mesti terus belajar dan belajar. Tanpa henti, sampai nanti. Rasa ini muncul karena pengajian Ihya Ulumuddin yang saya ikuti di beberapa pengajian online dari awal Ramadhan tahun ini. Pemaparan para guru seperti gempa bumi yang menggoyang-goyangkan diri saya. Dalam guncangan itu, diri ini jelas mendengar; hai Irfan yang bodoh, terus belajar.  Ya, saya mesti bersyukur dan berterimakasih pada Allah karena sentuhan gaib Tangan-N...

Godaan Rokok dan Kopi yang sungguh Aduhai

Pagi di hari kelima puasa. Ada rokok di atas meja di samping tempat duduk saya, tapi tak bisa saya hisap. Diikuti kopi berasap yang tak bisa diseruput. Padahal, aroma dan rasanya sungguh aduhai ketika masuk ke mulut dan kerongkongan.  Ya, ada yang hilang dari kegiatan pagi saya. Beruntungnya, keisengan untuk baca buku tak hilang. Malah, keberuntungan saya bertambah. Selain stok buku cetak di lemari dan rak, tak sedikit bahan bacaan berbentuk pdf disediakan oleh orang-orang baik di internet. Tinggal klik lalu baca.  Keberuntungan saya tak berhenti di situ. Sejak awal puasa, tahun ini, pengajian online seperti basah di musim hujan. Ratusan, bahkan lebih, kajian kitab-kitab berjejalan memenuhi media sosial. Mulai, kajian fikih hingga tasawuf. Saya pun tinggal klik, lalu nonton. Tentu saja tanpa kopi dan rokok.  Di antara pengajian dan kajian yang saya ikuti adalah pengajian kitab Ihya Ulumuddin, Karya Abu Hamid Al-Ghazali. Tidak hanya dari satu guru. Saya mengikuti beberapa ...

Apa dan Siapa saja yang Mempengaruhi Hidupmu?

Omong kosong kalau ada yang bilang hidupnya tak dipengaruhi oleh apapun dan siapapun. Dalam psikologi, ada teori tentang perilaku. Di dalamnya dijelaskan bagimana ketika seseorang tertawa, bekerja, hingga berjalan berkaitan erat dengan aktivitasnya sendiri. Termasuk pengaruh keadaan jiwa hingga proses berpikir. Skinner mengeluarkan teori S-O-R alias stimulus-organisne-respon. Artinya, melihat terbentuknya tingkah laku seseorang dapat dilihat dan dirumuskan dengan bagaimana organisme seseorang merespon dan bereaksi dari sebuah (atau beberapa) stimulus. Dan masih banyak lagi pendapat para ahli terkait   ini. Setidaknya, yang perlu ditegaskan adalah; tak ada seorang manusia yang hidupnya tak dipengaruhi atau terpengaruh oleh apapun dan siapapun.  Termasuk nabi Muhammad. Setidaknya ada satu hal yang mempengaruhi diri nabi Muhammad, yaitu Al-Quran. Wahyu yang datangnya langsung dari Tuhan. Hingga, pandangan, pendapat, sikap, perilaku hingga ucapan nabi Muhammad adalah Al-Quran...

Rumus Bebersih

Rapi, berantakan lagi, dirapikan lagi, berantakan lagi, diberesin lagi. Begitu sunnatullah yang dialami pedagang kain. Mungkin juga pedagang lainnya. Buka toko, rapikan barang dagangan, pembeli datang, memilah milih, barang dagangan berantakan lagi, dirapikan lagi. Pun pekerjaan rumah; Bersih, kotor lagi, bersihkan lagi. Begitu juga cuaca dan keadaan; panas, adem, panas lagi. Begitu seterusnya.  Hal kayak gini nempel erat di kehidupan. Siapapun tak bisa mengelak meski menggunakan jurus seribu langkah atau sejuta bacot. Bisa dibilang, hakikat kerjaan manusia tak lepas dari itu; merapikan yang berantakan, membersihkan yang kotor. Termasuk juga kesalahan dan kealfaan yang diperbuay. Setiap hari ada aja kesalahan yang diperbuat, beruntungnya manusia dapet bonus berupa akal yang bisa ngasih tahu bagaimana menyikapi kesalahan; perbaiki dan pelajari. "Faatbi'issayyiata alhasanata tamhuha." Dan sepertinya fitrah manusia bukan hanya terlahir dalam keadaan suci, tapi juga m...

Kora-kora Tuhan

Anak-anak berteriak. Berkali-kali. Suara mereka memecah sore yang hampir lengang. Beberapa orang keluar rumah. Termasuk saya; ingin tahu ihwal yang buat mereka berteriak dengan teriakan yang sungguh-sungguh.  Ternyata mereka tengah menikmati permainan "Kora-kora". Semacam ayunan. Bentuknya mirip perahu. Tapi itu motor bak yang disulap sedemikian rupa hingga menjadi wadah permainan anak-anak. Mirip odong-odong yang suka memutarkan lagu anak-anak. Seroang laki-laki mengayun kota-kota buatannya itu dengan gesit dan lincah. Semakin keras teriakan anak-anak, dia semakin semangat menngayunkan kora-kora yang berisi enam orang anak. Teriakan enam anak tersebut ternyata cukup ampuh menarik perhatian orang-orang di dalam rumah.  Dari enam anak itu, ada yang terlihat pucat. Dia teriak, tapi tetap berusaha menikmati setiap ayunan kora-kora. Anak yang lain, berusaha tenang, meski tak menampik mukanya pun pucat. Dan sesekali ia pun ikut teriak. Selain teriak, posisi tangan mereka pun sama;...

tafakkur dan tadabbur medsos (bag-2)

(Catatan iseng) Detik jam dinding terdengar. Pukul satu lewat lima menit. Kipas angin berputar. Gerah tak kunjung hilang. Beberapa hari ini hujan tak datang. Sepertinya tengah liburan. Atau ia tertahan oleh doa orang-orang. Lantaran sebagian mengira, musim panas kan menahan penyebaran cofid-19. Hingga tak jarang, mereka berjemur di bawah matahari jam sepuluh siang. Kata dokter itu menyehatkan. Tapi tak cukup membantai virus asal Wuhan.  Sejak nongol ke permukaan, berbagai informasi berseliweran di media sosial. Terutama WhatsApp. Sebagian benar. Sayangnya tak jarang yang menyebar kebohongan. Sungguh, memilukan. Padahal cofid-19 ini membahayakan. Tak hanya kesehatan, nyawa pun bisa melayang. Tercatat puluhan hoax bertebaran di media sosial terkait cofid-19. Dan sayangnya lagi, informasi itu menyebar cepat lewat mereka yang suka asal sebar. Tak perlu konfirmasi lagi, tak perlu dicek lagi, hoax-hoax itu layaknya berita kematian yang perlu langsung diumumkan. Sungguh, sangat disayangka...

Iri

(Catatan iseng) Adik saya mengirim pesan lewat WhatsApp. Isinya soal iri. Ya, dia iri melihat teman-teman sebayanya yang masih punya ayah. Sementara adik saya ini, ditinggal meninggal ayahnya saat ia masih berusia 5 bulan.  Mungkin sekilas, ia pernah melihat wujud ayah. Tapi, memori kecilnya tak sanggup menyimpan bagaimana sosok sang ayah. Terlebih bagaimana sikap dan kasih sayang seorang ayah padanya.  Apa yang dirasakan adik saya ini, pun pernah saya rasakan. Melihat anak-anak lain dibela dan mendapat perlakuan spesial dari seorang ayah. Dan sungguh, ada luka di hati yang membuat air mata mengalir.  Dan sepertinya, memang lazim siapapun (seorang ayah) akan lebih dulu memperhatikan anak kandungnya. Lalu, bagaimana dengan mereka yang tak punya ayah.  Sayangnya, kata yang nongol dari mulut adik saya adalah iri. Ia iri. Dari sini, saya tersontak. Dan pintu rasa Sera ruang memori dalam diri ini terbuka. Saya pun pernah merasakan itu. Dan sepertinya, kekurangan dan ketid...

keisengan dalam membaca Bulughol Marom

Bulughul Maron Min Adillatil Ahkam, karya Ibnu Hajar Al-Asqalani menjadi sasaran keisengan saya kali ini. Setelah menentukan angka dalam hati, saya menghitung deretan buku di rak-rak yang menempel ke dinding. Ternyata hitungan terakhir jatuh pada kitab ini.  Ya, beginilah cara saya memilih buku bacaan: secara acak, sesuka hati, tapi mesti bertanggung jawab untuk dituntaskan. Kali ini sepertinya akan cukup panjang waktu untuk saya membayar lunas tanggung jawab ini. Pasalnya, kitab ini berisi beberapa bab. Setiap bab memiliki sub-bab. Setidaknya ada 16 bab: sesuci, salat, jenazah, zakat, puasa, haji, jual beli, nikah, jinayat, huruf, makanan, sumpah dan nazar, memutus perkara, memerdekakan, dan jami' (kelengkapan). Kitab ini adalah kitab fikih yang berlandaskan hadits-hadits nabi. Ini ditegaskan oleh Ibnu Hajar Al-Asqalani pada kalimat pembuka: "ini sebuah kitab yang ringkas, yang mengandung beberapa pokok dalil-dalil bagi hukum-hukum syariah..." Hadits-hadits yang dipakai ...

Tadabbur Medsos

Tak jarang saya dibuat melongo ketika diskusi dengan teman soal pola penyebaran berita dan informasi hoax. Ia bilang, berita hoax dibuat oleh oknum tertentu dengan maksud tertentu. Lalu dibuatlah konten atau isinya. Dan tugas para buzzer lah untuk memviralkan.  informasi dan berita itu kemudian diterima orang-orang. Dan sangat disayangkan, tanpa disaring atau dicek ulang kebenarannya informasi dan berita itu langsung disebar ulang. Terutama lewat lewat WhatsApp yang memfasilitasi bisa dibuat grup dengan beranggotakan 200 orang lebih. Setelah tersebar, beberapa orang di grup yang bersikap sama; tidak mengecek ulang, akan melakuka hal yang sama; asal sebar. Seringkali saya dapati pola seperti ini; sebuah informasi masuk ke grup WhatsApp. ketika ada yang memberitahu itu berita hoax, dalih yang sering dipakai adalah; "makanya saya share di group ini, apakah benar atau tidak informasi ini." Dan dengan santainya, "makasih ya atas konfirmasinya." Dan begitulah seterusnya h...

Bersih-Bersih

Virus Covid-19 merebak ke seluruh negara di dunia. Lalu berbagai informasi, opini, pandangan, pendapat baik pendapat ahli maupun pendapat umum, berseliweran memenuhi ruang media sosial. Ibarat hujan lebat yang turun ke bumi, berbagai informasi itu sedemikian derasnya membanjiri kanal-kanal notifikasi untuk kemudian minta dibaca melalui layar-layar alat komunikasi. Mereka yang bukan ahli ilmu agama, sosiologi, ekonomi, apalagi ilmu kesehatan, mereka yang merupakan orang kebanyakan, hanya bisa menonton dan menyimak semua itu, sambil sesekali atau seringkali mengomentari. Layaknya tengah menonton pertandingan sepakbola, terkadang mereka, orang-orang kebanyakan itu, gemas dan seru sendiri. Pasalnya, di tengah bencana virus ganas seperti ini, masih ada saja yang sebar berita dan informasi palsu demi entah apa. Tak hanya gemas dan geram, mereka orang-orang kebanyakan pun suka geleng-geleng kepala, terlebih ketika mendapati pendapat yang lebih tepat disebut cocokologi ayat-ayat Al-Qur’an terk...