Godaan Rokok dan Kopi yang sungguh Aduhai
Pagi di hari kelima puasa. Ada rokok di atas meja di samping tempat duduk saya, tapi tak bisa saya hisap. Diikuti kopi berasap yang tak bisa diseruput. Padahal, aroma dan rasanya sungguh aduhai ketika masuk ke mulut dan kerongkongan.
Ya, ada yang hilang dari kegiatan pagi saya. Beruntungnya, keisengan untuk baca buku tak hilang. Malah, keberuntungan saya bertambah. Selain stok buku cetak di lemari dan rak, tak sedikit bahan bacaan berbentuk pdf disediakan oleh orang-orang baik di internet. Tinggal klik lalu baca.
Keberuntungan saya tak berhenti di situ. Sejak awal puasa, tahun ini, pengajian online seperti basah di musim hujan. Ratusan, bahkan lebih, kajian kitab-kitab berjejalan memenuhi media sosial. Mulai, kajian fikih hingga tasawuf. Saya pun tinggal klik, lalu nonton. Tentu saja tanpa kopi dan rokok.
Di antara pengajian dan kajian yang saya ikuti adalah pengajian kitab Ihya Ulumuddin, Karya Abu Hamid Al-Ghazali. Tidak hanya dari satu guru. Saya mengikuti beberapa pengajian akan kitab ini yang tentu saja disampaikan oleh guru-guru yang berbeda. Dan pastinya, berbagai perspektif akan bermunculan dari para guru tersebut. Dengan catatan, apa yang beliau-beliau sampaikan adalah materi yang sama. Misalnya, kitab asror as-shoum, asror as-sholah, dan lain-lain. Jadi, perihal satu hal, bisa didapati berbagai pendapat dan pandangan. Seperti kata orang; satu hal, satu gambar, satu kejadian, dan satu peristiwa bisa melahirkan banyak pandangan. Dan semuanya bisa jadi benar.
Kitab ini terbagi menjadi 4 bagian. Bagian pertama perihal ibadah atau ritual. Bagian kedua soal Muamalat. Perihal hal-hal yang merusak alias Al-Muhlikat menjadi bagian ketiga. Sementara bagian keempat mengenai hal-hal yang menyelamatkan atau al-munjiyat.
Bisa dibilang, kitab ini gabungan antara kitab fikih dan kitab tasawuf. Dan konon, kitab ini pun ditulis di zaman ketika ilmu-ilmu agama dianggap mati. Bukan, bukan mati dalam arti tekstual. Tqpi, mati secara kontekstual.
Ya, diceritakan kitab ini ditulis karena pada saat itu para ulama seperti terpecah dan terbagi ke dalam kelompok-kelompok. Ada ulama fikih, ulama teologi, dan ulama filsafat. Dan semuanya seperi tak bisa disatukan serta memiliki kepentingan masing-masing, terlebih ketika bersentuhan dengan penguasa dan politik. Karenanya kitab ini diberi judul Ihya Ulumuddin; menghidupkan (kembali) ilmu-ilmu agama.
Entah, apakah ini ada kaitan dengan hidup Al-Ghazali yang melepas jabatannya sebagai ketua profesor, semacam rektor, di universitas Nidzomiyah, lalu beberapa tahun setelahnya kitab ini lahir. Atau memang ini murni penglihatan dan kritik beliau akan sikap dan kelakuan para ulama di masa itu yang dianggap tidak bisa membantu untuk menghayati hidup.
Apapun itu, yang perlu dicatat juga, kitab ini lahir setelah kitab Tahafut al-falasifah alias kerancuan filsafat yang beliau tulis juga. Menariknya, karena kitab soal rancunya filsafat ini Al-Ghazali pernah dituding anti dengan filsafat. Tapi, jika diteliti, tak sedikit Al-Ghazali memakai istilah, diksi, Dan pengertian-pengertian filsafat untuk kitabnya yang satu ini.
Memang, dari sekian karya Al-Ghazali, Ihya Ulumuddin ini menjadi yang paling masyhur di antara kitab-kitabnya yang lain. Sampai-sampai Imam Nawawi pernah bilang; "kaada Al-ihyaa-u an yakuuna Quraanan", Ihya ini bisa menyerupai Al-Quran. Bahkan ada ungkapan; "jika semua kitab-kitab perihal agama Islam musnah dan hancur, lalu tersisa Ihya, maka cukuplah satu kitab ini sebagai pengganti kitab-kitab yang musnah tersebut."
Mungkin terlihat "lebay" dan berlebihan. Tapi, ungkapan macam itu memang layak disematkan untuk kitab Ihya. Pasalnya, kitab ini paling sering dan paling banyak dikaji oleh para ulama hingga saat ini.
Walau saya belum masuk kategori ulama, setidaknya saya punya hak untuk memuaskan keisengan dalam membaca. Dan sepertinya ini bisa menjadi pengalih yang aduhai dari godaan rokok dan kopi yang begitu menantang untuk dinikmati.
Soal bab atau perihal apa dari pengajian ini yang saya ikuti, mudah-mudahan bisa saya ceritakan nanti sambil ngopi dan merokok.
Sawangan Baru, 28042020
Komentar
Posting Komentar