Postingan

Menampilkan postingan dari 2020

Ibu, Bukan Sekadar Madrasah Pertama.

Bukan hanya madrasah, sekolah, atau pendidik tapi ibu adalah pembentuk pertama kehidupan seorang anak. Lebih jauh, ibu adalah pembentuk pertama kehidupan manusia.  Bisa dibilang, bagaimana kehidupan seorang manusia, ditentukan dan dibentuk pertama kali oleh kaum yang disebut-sebut Nabi memiliki derajat lebih tinggi dari seorang ayah. Tak hanya setelah seorang anak "brojol" lalu nangis pertama kali di dunia ini, pembentukan tersebut dimulai dari pertama janin mulai hadir di rahim seorang perempuan. Bahkan, ada yang bilang, pembentukan itu dimulai sebelum proses pertemuan sperma laki-laki dan sel telur perempuan bertemu. Karenanya, para ulama menyarankan agar berwudlu, minimal membaca doa sebelum laki-laki dan perempuan "bertemu" dalam kucuran keringat berbalut cinta dan kasih sayang yang hangat.  Doa untuk "itu" sepertinya tak perlu ditulis lagi di sini, karena para lelaki sudah menguasai dan fasih. Yang ingin saya tekankan adalah, para perempuan pun mesti ...

Hadiah Dari Allah

Seseorang datang membawa keluh dan kesah ke Kulub. Kopi dan pisang goreng yang disuguhkan oleh Kulub di atas meja untuk sang tamu tak sedikitpun disentuh. Laki-laki itu lebih suka meluapkan segala yang menyesakkan dada.  Kulub santai menikmati pisang goreng, menyeruput kopi, lalu menghisap Pilternya dengan khidmat sambil mendengarkan tamunya yang terus berkata-kata. Tamunya yang berambut sebahu itu seorang pengusaha sembako. Dua bulan terakhir, ia dan istrinya selalu kedatangan orang-orang yang meminta bantuan. Mulai meminjam uang buat susu dan sekolah anak sampai meminta sedikit beras karena tak mendapat jatah bantuan sosial dari pemerintah karena kesalahan sendiri yang tak mengurus identitas berupa KTP tempatnya berdomisili.  Sekali dua kali, ia dan istrinya masih bisa menampung dan memberi bantuan ala kadarnya. Tapi, karena dikenal sebagai pengusaha dan dianggap  punya banyak harta, saban hari selalu saja ada yang datang. Layaknya minum obat, dalam sehari bisa tiga ora...

kisah Montir dan Kuli Bangunan

Seorang laki-laki membanting lap kain ke lantai. Beberapa jenak, ia terdiam. Itu dilakukan setelah laki-laki berpakaian rapi menghampiri lalu beberapa detik kemudian meninggalkannya.  Saya tak lagi melihat tangannya yang lincah mengutak-atik beberapa bagian dari rangkaian mesin mobil milik atasan saya yang sudah waktunya dikasih perawatan.  Saya yang duduk beberapa langkah di kursi pelanggan di sampingnya, memutuskan untuk bangkit dan mendekatinya. Lantaran lebih dari lima belas detik punggungnya semakin bungkuk dan tak ada gerakan apapun darinya.  Montir itu membalas pertanyaan basa basi saya sambil berusaha kuat menunjukkan muka ceria. Mukanya yang terlihat merah padam malah membuat saya bertanya siapa laki-laki yang tadi menghampiri dan bicara padanya. Dengan nada geram dan kesal yang ditahan, ia pun menjelaslan siapa laki-laki tersebut. Laki-laki bersepatu pantopel dan berpakaian rapi itu adalah pengawas para montir di bengkel mobil ini. Menurut pak Idham, laki-laki y...

Gak Ada Masalah.

Saya sangat bersyukur penjurusan dalam pendidikan baru saya alami ketika kuliah. Dari TK hingga Aliyah (tingkat SMA) kuping, mata, otak hingga hati ini dijejali berbagai materi ajar layaknya toge, tahu, kangkung, pepaya, dan bahan-bahan lain pada Gado-gado.  Tentu saja saat itu, sesekali, saya jalani dengan iringan rombongan kesal saking banyaknya PR, geram dengan guru "killer", hingga memilih tidur di kelas atau bolos menghindari penat karena banyaknya pelajaran untuk satu hari itu. Ternyata efek dari itu semua, baru saya rasakan belakangan. Lantaran terbiasa dijejali berbagai disiplin pelajaran dan tetek bengek tugas dari guru yang bejibun, saat ini, ketika banyak kerjaan dan tugas yang mesti diselesaikan bahkan seperti teriakan tukang tahu bulat lewat speaker di atas Mobil pick-up; dadakan, semuanya bisa terselesaikan.  Soal hasil, saya hiraukan, sebab tugas saya hanya berusaha, dan berupaya menyelesaikan semua tugas itu layaknya merayu dan mendekati perempuan: mesti dilak...

Perempuan Hebat

Seorang perempuan membuka mata di pagi buta. Usai baca doa bangun tidur ia bergegas menatap dunia dengan semangat baja.  Urusan tumpukan piring dan baju-baju di cucian, dengan sigap diselesaikan. Lanjut ke perkara debu dan segala kotoran di rumah dan halaman pun segera dituntaskan. Ia tak memikirkan diri sendiri yang masih berbalut daster. Ia yakin, air wudlu subuh cukup untuk sekadar menyegarkan segala.  Tak ada waktu untuk layaknya aki-aki yang ngopi di pagi hari sambil baca koran atau nonton burung piaraan berbunyi. Baginya, pagi adalah pintu masuk mengarungi hidup di hari ini. Jika berantakan, maka amburadul-lah segala urusan.  Usai menyiapkan sarapan untuk adik kesayangan semata wayang, ia bergegas ke kamar mandi. Kadang, kucuran air ampuh menyamarkan tangis.  Saya sering memanggilnya perempuan hebat. Semua beban pekerjaan  ia sembunyikan di balik senyum di bibirnya yang ranum.  Jam setengah enam pagi, ia sudah rapi dengan seragam sekolah, make-up tipi...

istikomah

(Saya mesti minta maaf kepada KBBI dan para tokoh yang menyusunnya. Sebab, meski dalam KBBI tertulis istikamah, saya tetap menulis istikomah. Dan kata-kata lain yang berasal dari bahasa Arab tetap saya tulis menyerupai pelafalannya). Kiayi Muhammad Abdul Mujib, wakil Rois Syuriah NU kota Depok, dawuh: siapapun, mesti punya amalan yang dibiasakan agar ada "atsarnya". Atsar bisa berarti bekas, tapak, jejak, dampak, efek, keutamaan, dan seterusnya. Jadi, bisa dibilang; pekerjaan apapun yang dibiasakan, akan melahirkan keutamaan-keutamaan.  Kebiasaan, lengket dengan istikomah. Istikomah yang dibilang lebih baik dari seribu karomah. Kiayi Mujib memberi cara agar bisa istikomah. Di antaranya selalu berteman dan bergaul dengan orang baik, benar, dan jujur. Bukan, bukan berarti meninggalkan mereka yang sebaliknya. Tapi lebih kepada mereka yang perilaku serta ucapannya menunjukkan kepada Allah. Ini seperti dawuhnya Syaikh Ibnu Athoilah Assakandsri dalam kitabnya Al-Hikam.  Nasihat Ibn...

Bismillah! Tak Ada yang Sia-Sia!

Albert Camus menggelontorkan cerita-cerita asik lewat bukunya Le Mythe de Sisyphe (Mitos Sisyphus, 1947). Di antara jubelan cerita tentang Sisyphus yang menarik itu, ada satu yang buat saya tersentak pagi ini. Beruntung, saya tak tersedak saat menyeruput kopi dan tak batuk-batuk ketika asik menghisap asap rokok. Salah satu cerita yang membuat saya tercengang adalah soal hukuman para dewa atas "kenakalan" Sisyphus. Hukuman itu justeru membuat saya melihat diri sendiri. "Jangan-jangan saya pun tengah melakukan hukuman seperti itu?" Sisyphus adalah anak Dewa Angin dalam mitologi Yunani. Camus, menggambarkan perilakunya yang nakalnya "sealaihim gambreng", ditambah ngeyel yang gak ketulungan, pun mbeling yang gak karuan, pokoknya bandelnya itu sungguh aduhai. Tapi, di sisi lain, perilakunya itu diiringi sikap tabah, setia, dan lebih-lebih: bahagia. Sisyphus dihukum para dewa karena menyalahgunakan kekuasaan. Melakukan apa saja yang disuka, meskipun itu kezalima...

Humor yang Tak Lucu

Saya selalu salut dan hormat pada mereka yang bisa memberi tawa saat nongkrong dan ngobrol bareng. Pasalnya, saya benar-benar tak bisa seperti itu. Kalaupun bisa, paling banter jadi sasaran dan bahan tawa.  Misalnya soal rambut saya yang bergelombang tapi lebih Deket ke Tsunami. Atau malah seperti temen saya yang bilang: "lu mesti jauh-jauh dari Aer mendidih, khawatir rambut lu yang di rebus."  Saya hanya bisa tertawa, walau dalam hati ingin membalasnya.  Pernah juga, warna kulit saya menjadi sasaran. "Pang, lu sering ke Bali Ama ke Florida ya?" Tanya temen yang saya timpali dengan tidak pernah. Hanya dua kali saya pernah menapakkan kaki di Bali. "Oh kirain sering, soalnya lu kayak orang yang sering berjemur di pantai," timpalnya. "Lagian, yang mesti dijemur mah cucian, bukan kulit," sambu temen yang lain. Lagi-lagi saya tak berkutik. Ingin rasanya menimpali tidak hanya dengan tawa atau menahan dongkol di dad. Tapi, apalah daya, kemampuan komunik...

Jagoan Media Sosial: "Lu jual gue borong!"

Jagoan, ada yang bilang berasal dari bahasa Portugis, yang pernah berkuasa di Sunda Kelapa pada abad ke-16, yaitu "jogo" yang berarti permainan. Orang Betawi kata tersebut dibilang jadi jagoan.  Jagoan identik dengan ahli silat. Termasuk di Betawi. Ridwan Saidi bilang, Jagoan Betawi punya sikap dan tradisi, yaitu: "tidak pernah 'menjual', menantang-nantang, tetapi bersedia 'membeli' bagi yang mau menjual. Sederhananya (walau agak kasar): "Lu jual, gue beli." Kalau temen bilang: "Lu jual, gue borong." Menurut cerita, banyak jagoan di Betawi. Di antaranya: Si Pitung, Si Jampang, Macan Kemayoran. Setelah periode Si Pitung, yang konon divonis mati oleh kolonial pada 1896, pun bertebaran para Jagoan Betawi. Di antaranya: Sabeni dan Derahman Dheni (Tanah Abang), H. Darip (Klender), Mujitaba (Jati Petamburan), H. Muhd. Item (Rawabelong), dan H. Ung (Kemayoran, kakek dari Bang Ben alias Benyamin S bapaknya Si Doel dalam sinetron).  Para Jagoan...

New Normal alias "Nyunormal"

Pukul dua lewat delapan menit. Menjelang pagi begitu sepi. Sunyi. Seperti biasa, saya di depan rumah, duduk di atas bangku bambu, masih menikmati rokok dan kopi.  Tak sedikit yang bilang saya ini tak normal. Di saat kebanyakan orang tidur, masih ngopi. Saat orang-orang bangun dan bersiap-siap kerja, malah rebahan di kamar. Saat mereka sudah bergerak dan pergi kemana-mana, saya masih asik tidur dan mimpi.  Bisa dibilang saya tak normal. Tapi itu bagi mereka, bagi saya, ya biasa saja. Jadi, ketika ramai istilah "nyunormal" ya biasa saja. Saya melihat itu hanya melakukan hal yang tak biasa. Pakai masker kemana-mana, jaga jarak, cuci tangan, dan lain-lain untuk jaga kesehatan. Atau setidaknya mengamalkan jurus untuk menangkal Corona yang tak kasat mata. Namanya kasat mata, laiknya hal gaib. Mau percaya atau tidak itu pilihan. Karenanya, jika ada yang menyebar pesan berantai di WA yang isinya tak percaya dengan bahayanya Corona, ya saya anggap itu informasi saja. Pun ketika ada ya...

Silaturahmi Virtual

tak hanya mereka yang kasmaran, ngobrol lewat telepon lebih dari tiga jam pun bisa terjadi antar teman dan sahabat. Itu terjadi dan saya alami semalam.  Saya tengah duduk santai di depan rumah, tentu saja sambil merokok, ngopi, sesekali berhayal, pun sesekali menikmati secuil kenangan, saat HP yang tengah diisi baterainya bergetar di kamar.  Sebatang rokok tuntas. Hayalan dan secuil kenangan kandas. Saya masuk ke kamar. Lihat Hp. Dua panggilan group WA tak terjawab. Tertera nama tiga orang yang  sama-sama lulus dari Al-Amien Prenduan, Madura,  pada 2003 lalu. Sedetik kemudian, nomor yang sama kembali menghubungi. Tertera di layar HP, pukul 22 lewat 37 menit. Kalau tak ingat kerjaan serta kewajiban lain, lalu kantuk yang mematuk, mungkin obrolan semalam bisa sampai pagi.  Kami bicara soal usaha dan bisnis. Berbagi soal laku dan pengalaman nyata dunia ini. Obrolan kami semalam memang lanjutan dari obrolan di group Averose yang diskusi soal ini. Ya, ketiga teman sa...

Pokoknya, kalau tidak sesuai, salah! Hukum!

Malin Kundang telah terkutuk. Tak seorangpun mencoba memahaminya. Perahunya kandas. Dalam legenda, pemuda itu durhaka kemudian menjadi batu. Ibunya telah mengucapkan kutuk atas dirinya. Perempuan tua yang miskin itu kecewa dan sakit hati: anak tunggalnya tak mau mengenalnya lagi, ketika ia singgah sebentar di desa kelahirannya sebagai seorang kaya setelah mengembara bertahun-tahun.  Kisah turun temurun ini seakan berkata, bahwa dewa-dewa, Tuhan memihak sang ibu. Bisa dibilang bahwa semua soal berakhir dengan beres: bagaimanapun, setiap pendurhaka harus celaka.  Lalu tak seorangpun patut memaafkan Si Malin Kundang. Kita tak pernah merasa perlu memahami perasaan-perasaannya.  Ada kisah lain. Tentang Adam dan Hawa yang mencicipi buah khuldi. Mereka berdua dikeluarkan dari surga. Dilemparkan ke dunia. Lalu persoalan pun terlihat beres: Kesalahan terarah kepada Iblis. Laku Iblis-lah yang menggelincirkan Adam dan Hawa. Lalu kita tak tak patut memahami dan mengerti lebih jauh la...

Silaturahmi dan Sastra Kehidupan yang begitu Indah Dinikmati

(Catatan dari percakapan group WA, Averose) Kitsch. Kata Ini mulai dipakai oleh orang Jerman pada pertengahan abad ke-19 sebagai lawan dari kata Kunst (seni). Kitsch, bisa berarti seni selera rendah, seni murahan, loakan, rongsokan, rombengan atau seni yang telah kehilangan rasa. Sementara Kunst seperti logam mulia, emas tulen. Kitsch barang imitasi. Milan Kundera membuat daftar kosakata kreatif baru untuk menjelaskan beberapa segi kemuskilan sesi sastra pada bab yang diberinya judul "Sixty-three Words" Dalam bukunya The art of the novel (Faber and Faber, London/Boston, 1988). Di antara 63 kata yang dipilihnya terdapat juga kitsch, yang dijelaskannya sebagai seni bermutu rendah.  Sastrawan Austria Hermann Broch (1886-1951) pun menerjemahkan kata kitsch menjadi "art de pacotille". Seni bermutu rendah.  Broch cerita soal puncak kesejarahan kata ini berasal dari romantisme sentimental abad ke-19, abad yang lebih romantik dan kurang realistis di Jerman dan Eropa Tengah ...

Pemahaman "Lughotan" dan "Ishthilahan".

(Menenangkan kegelisahan atas berita hoax, fitnah, dan propaganda di grup WhatsApp. Bag-3) Dalam ilmu fikih, setiap pembahasan akan didahului oleh pengertian secara bahasa dan isthilah. "Lughotan wa ishtilahan". Kedua hal ini mesti diketahui agar benar-benar paham.  Misalnya sholat. Pengertian secara bahasa (kata) berarti al-du'a alias doa. Ya, salat berarti doa. Berdoa. Doa berakar kata da'a-yad'u yang berarti memanggil. Bisa dikatakan, orang yang salat tengah berdoa memanggil Allah. Apakah pengertian ini cukup untuk menjelaskan tentang salat? Tentu saja tidak. Sebab kalau berhenti di situ, bakalan ada anggapan bahwa ketika kita sudah berdoa, maka kita sudah salat. Tentu ini keliru. karenanya, ada pemahaman yang mesti diketahui selanjutnya, yaitu secara istilah. Salat secara istilah adalah gerakan yang dimulai dari takbir dan diakhiri salam. Nah, pengertian istilah ini, mwmpertegas tentang apa itu salat.  cara memahami dalam ilmu fikih ini, sepertinya relevan dig...

Jihad yang Santai nan Penuh Estetika

(Menenangkan kegelisahan atas berita hoax, fitnah, dan propaganda di group WhatsApp. Bag-2) Berpikir kritis beda dengan kritik. Kritik berkarib dengan mencari (-cari) kesalahan, kekurangan, atau kelemahan dari pendapat atau hasil pemikiran orang lain. Sementara berpikir kritis lebih kepada cara berpikir sistematis, logis, dan obyektif dalam melihat dan menilai sesuatu. Saya teringat waktu mondok dulu, ada istilah "jasus" untuk bagian bahasa. Beberapa santri ditunjuk untuk mencari siapa yang melanggar peraturan berbahasa di pondok. Mereka inilah para Jasus. Walau tak satu pun yang tahu siapa saja yang menjadi Jasus, kecuali dirinya sendiri, pengurus bagian bahasa, dan Allah, banyak santri yang tak suka pada Jasus. Ini karena mereka seperti tengah mencari-cari kesalahan.  Ini bisa didiskusikan dan diperdebatkan lagi perihal apa itu kritik. Bagaimana kritik yang baik. Kenapa perlu kritik. Tapi, yang ingin saya tegaskan adalah berpikir kritis beda dengan kritik.  Terkait, seliwer...

Mereka yang Sesat Menyesatkan dan Bodoh Membodohkan

(Menenangkan kegelisahan atas berita hoax, fitnah, dan propaganda di group WhatsApp. Bag-1) Ketika membuka gawai, saya seperti membuka lemari informasi. Mata ini disajikan berbagai hal. Dari yang asik, menggelitik, dan menarik, hingga hal yang bikin tensi darah naik. Saya ingin acuh dan tak peduli pada seliweran informasi itu. Sayangnya, tak jarang sikap, ucapan, dan  hal yang saya lakukan dipengaruhi oleh informasi-informasi itu. Misalnya, saya memutuskan tahun ini tidak berlebaran ke rumah teman-teman karena informasi-informasi perihal Covid-19 masih memberi bayangan yang menyeramkan. Atau misalnya, ketika saya terpaksa mesti pergi ke suatu tempat saat pandemi ini, itu karena saya mencari informasi yang berhubungan dengan tempat tujuan dan saat perjalanan ke sana. Ya, selain tidak bisa lepas dari gawai, karena saya lebih sering menulis dengan alat ini, sepertinya saya memang tidak bisa lepas dari informasi karena punya pengaruh dalam hidup saya ini. Selain akses informasi, gawai ...