Postingan

Menampilkan postingan dari Mei, 2020

Pokoknya, kalau tidak sesuai, salah! Hukum!

Malin Kundang telah terkutuk. Tak seorangpun mencoba memahaminya. Perahunya kandas. Dalam legenda, pemuda itu durhaka kemudian menjadi batu. Ibunya telah mengucapkan kutuk atas dirinya. Perempuan tua yang miskin itu kecewa dan sakit hati: anak tunggalnya tak mau mengenalnya lagi, ketika ia singgah sebentar di desa kelahirannya sebagai seorang kaya setelah mengembara bertahun-tahun.  Kisah turun temurun ini seakan berkata, bahwa dewa-dewa, Tuhan memihak sang ibu. Bisa dibilang bahwa semua soal berakhir dengan beres: bagaimanapun, setiap pendurhaka harus celaka.  Lalu tak seorangpun patut memaafkan Si Malin Kundang. Kita tak pernah merasa perlu memahami perasaan-perasaannya.  Ada kisah lain. Tentang Adam dan Hawa yang mencicipi buah khuldi. Mereka berdua dikeluarkan dari surga. Dilemparkan ke dunia. Lalu persoalan pun terlihat beres: Kesalahan terarah kepada Iblis. Laku Iblis-lah yang menggelincirkan Adam dan Hawa. Lalu kita tak tak patut memahami dan mengerti lebih jauh la...

Silaturahmi dan Sastra Kehidupan yang begitu Indah Dinikmati

(Catatan dari percakapan group WA, Averose) Kitsch. Kata Ini mulai dipakai oleh orang Jerman pada pertengahan abad ke-19 sebagai lawan dari kata Kunst (seni). Kitsch, bisa berarti seni selera rendah, seni murahan, loakan, rongsokan, rombengan atau seni yang telah kehilangan rasa. Sementara Kunst seperti logam mulia, emas tulen. Kitsch barang imitasi. Milan Kundera membuat daftar kosakata kreatif baru untuk menjelaskan beberapa segi kemuskilan sesi sastra pada bab yang diberinya judul "Sixty-three Words" Dalam bukunya The art of the novel (Faber and Faber, London/Boston, 1988). Di antara 63 kata yang dipilihnya terdapat juga kitsch, yang dijelaskannya sebagai seni bermutu rendah.  Sastrawan Austria Hermann Broch (1886-1951) pun menerjemahkan kata kitsch menjadi "art de pacotille". Seni bermutu rendah.  Broch cerita soal puncak kesejarahan kata ini berasal dari romantisme sentimental abad ke-19, abad yang lebih romantik dan kurang realistis di Jerman dan Eropa Tengah ...

Pemahaman "Lughotan" dan "Ishthilahan".

(Menenangkan kegelisahan atas berita hoax, fitnah, dan propaganda di grup WhatsApp. Bag-3) Dalam ilmu fikih, setiap pembahasan akan didahului oleh pengertian secara bahasa dan isthilah. "Lughotan wa ishtilahan". Kedua hal ini mesti diketahui agar benar-benar paham.  Misalnya sholat. Pengertian secara bahasa (kata) berarti al-du'a alias doa. Ya, salat berarti doa. Berdoa. Doa berakar kata da'a-yad'u yang berarti memanggil. Bisa dikatakan, orang yang salat tengah berdoa memanggil Allah. Apakah pengertian ini cukup untuk menjelaskan tentang salat? Tentu saja tidak. Sebab kalau berhenti di situ, bakalan ada anggapan bahwa ketika kita sudah berdoa, maka kita sudah salat. Tentu ini keliru. karenanya, ada pemahaman yang mesti diketahui selanjutnya, yaitu secara istilah. Salat secara istilah adalah gerakan yang dimulai dari takbir dan diakhiri salam. Nah, pengertian istilah ini, mwmpertegas tentang apa itu salat.  cara memahami dalam ilmu fikih ini, sepertinya relevan dig...

Jihad yang Santai nan Penuh Estetika

(Menenangkan kegelisahan atas berita hoax, fitnah, dan propaganda di group WhatsApp. Bag-2) Berpikir kritis beda dengan kritik. Kritik berkarib dengan mencari (-cari) kesalahan, kekurangan, atau kelemahan dari pendapat atau hasil pemikiran orang lain. Sementara berpikir kritis lebih kepada cara berpikir sistematis, logis, dan obyektif dalam melihat dan menilai sesuatu. Saya teringat waktu mondok dulu, ada istilah "jasus" untuk bagian bahasa. Beberapa santri ditunjuk untuk mencari siapa yang melanggar peraturan berbahasa di pondok. Mereka inilah para Jasus. Walau tak satu pun yang tahu siapa saja yang menjadi Jasus, kecuali dirinya sendiri, pengurus bagian bahasa, dan Allah, banyak santri yang tak suka pada Jasus. Ini karena mereka seperti tengah mencari-cari kesalahan.  Ini bisa didiskusikan dan diperdebatkan lagi perihal apa itu kritik. Bagaimana kritik yang baik. Kenapa perlu kritik. Tapi, yang ingin saya tegaskan adalah berpikir kritis beda dengan kritik.  Terkait, seliwer...

Mereka yang Sesat Menyesatkan dan Bodoh Membodohkan

(Menenangkan kegelisahan atas berita hoax, fitnah, dan propaganda di group WhatsApp. Bag-1) Ketika membuka gawai, saya seperti membuka lemari informasi. Mata ini disajikan berbagai hal. Dari yang asik, menggelitik, dan menarik, hingga hal yang bikin tensi darah naik. Saya ingin acuh dan tak peduli pada seliweran informasi itu. Sayangnya, tak jarang sikap, ucapan, dan  hal yang saya lakukan dipengaruhi oleh informasi-informasi itu. Misalnya, saya memutuskan tahun ini tidak berlebaran ke rumah teman-teman karena informasi-informasi perihal Covid-19 masih memberi bayangan yang menyeramkan. Atau misalnya, ketika saya terpaksa mesti pergi ke suatu tempat saat pandemi ini, itu karena saya mencari informasi yang berhubungan dengan tempat tujuan dan saat perjalanan ke sana. Ya, selain tidak bisa lepas dari gawai, karena saya lebih sering menulis dengan alat ini, sepertinya saya memang tidak bisa lepas dari informasi karena punya pengaruh dalam hidup saya ini. Selain akses informasi, gawai ...

Semuanya, Maafkan Saya Lahir Batinmu

Semuanya, Maafkan Saya Lahir Batinmu Saya belum merasa lebaran. Padahal hari ini 1 sawal. Dan tadi malam, takbir berkumandang seperti palang pintu besan, saling bersahutan membelah sunyi malam.  Malah, bagi sebagian orang, apa yang saya kerjakan di hari pertama lebaran ini, amatlah remeh dan "receh". Ya, setelah azan subuh, saya putuskan untuk ngopi dan merokok.  Sekilat, saya ingin balas dendam pada kata imsak yang sebulan kemarin benar-benar membatasi nikmat berbentuk rokok dan kopi.  Ya, saya sadar. Saya tak relijiius. Bukan pemeluk agama yang taat. Bukan ustadz. Bukan ulama. Bahkan masih sangat bodoh perihal ilmu dan pengetahuan agama. Semuanya itu membuat saya tak mengerti makna dan apa saja Pahala yang ada pada Ramadhan. Mungkin pahala dan makna itu makhluk gaib, jadi saya benar-benar tidak tahu, bagaimana bentuk pahala, bagaimana wujud makna dari Ramadhan.  Saya membayangkan andai makna dan pahala itu berwujud seperti rokok atau kopi yang saya hisap, tampak, b...

Ilmu Kalam, Salah Satu Jalan untuk Mencari Kebenaran.

(catatan iseng tentang Ihya Ulumuddin bag-12) Imam Al-Ghazali dawuh: kalau ingin mencari kebenaran (Al-Haq) setidaknya bisa menggunakan salah satu metode yang dipakai oleh empat kelompok ini; Mutakallim alias ahli kalam, bathiniyah, filsafat, dan tasawuf. Jika tidak menggunakan salah satu metode ini, Al-Ghazali tegaskan gak akan ada harapan Al-Haq bisa ditemukan. Metode pertama adalah yang dipakai para mutakallim. Para ahli ilmu Kalam. Kelompok ini bisa dibilang ahli "ra'y wan nazhor". Ahli penalaran. Metode yang dipakai kelompok ini adalah metode penalaran dan rasional. Bagaimana lahirnya kelompok ini? Awalnya keimanan dan akidah umat Islam adem ayem. Tentrem. Tenang. Sederhana dan gak neko-neko seperti keyakinan nenek dan umi saya; "pokoknya shalat, ngaji, jalanin perintah Allah, insyaallah selamet dan berkah."  Ya, kira-kira seperti itu keadaannya. Tak ada yang "ngerecokin" akidah dan keimanan umat Islam.  Hingga kelompok ahlu bid'ah datang. Kea...

Belajar kepada Imam Al-Ghazali: Bagaimana Proses Terciptanya Ilmu Pengetahuan

(Catatan iseng perihal Ihya Ulumuddin bag-11) Jangan heran, jika bertebaran kaum nyinyir di media sosial. Sebab, orang-orang seperti itu dari dulu sudah ada.  Pada zaman Yunani kuno ada kelompok orang yang dinamakan kaum Sofis. Mereka adalah orang-orang yang suka (mempertanyakan dan meragukan) menggangu siapapun yang punya pendapat. Tujuannya bukan untuk mencari kebenaran, tapi memang untuk menggangu saja. Al-Ghozali menyebut mereka dengan "safsatoh".  Dalam filsafat, memang ada aliran relativisme. Aliran ini, tidak mempercayai adanya kebenaran tunggal. Pun ada skeptisisme yang selalu meragukan dan mempertanyakan soal kebenaran sesuatu. Imam Al-Ghazali pun pernah mengalami hal semacam ini. Hingga di titik puncak skepstinya itulah, Al-Ghazali mengalami krisis intelektual dan spiritual.  saat itu, Al-Ghazali mengalami goncangan batin yang dahsyat, sebab ilmu pengetahuan yang beliau miliki dipenuhi keraguan. Bukan Al-'Ilmu al-yaqini. Dalam Al-Munqidz Minad-Dholal, diceritaka...

Belajar kepada Imam Al-Ghazali perihal Puncak Ilmu Pengetahuan

Gambar
(Catatan Iseng perihal Ihya Ulumuddin) Di batu nisannya terukir kalimat berbahasa Arab. Padahal perempuan ini orang Jerman. Namanya Anna Schimmel. Ia seorang peneliti soal Islam. Hingga ia begitu cinta Islam dan Nabinya, walau tak sampai memeluknya.  Kalimat berbahasa Arab di nisan Anna Schimmel adalah hadits nabi Muhammad. Diriwayatkan oleh Abu Nuaim dalam Huliyyatul Aulia, dari perkataan Sufyan Stauri. Menurut Imam Al-'Iraqi ini dari Ali Bin Abi Thalib.  Hadits pendek ini, dahsyat. Jauh sebelum Anna Schimmel, Abu Hamid Al-Ghazali pun mengurai hadits pendek ini menjadi pembahasan epistimologi yang panjang. Ya, epistimologi; proses bagaimana mencari pengetahuan, bagaimana mencari kebenaran.  Seperti pada tulisan saya sebelumnya. Epistimologi Al-Ghazali adalah mempertanyakan terus menerus tentang apa yang (telah) diketahui hingga pengetahuan itu tidak goyang lagi. Hingga pengetahuan itu tidak bisa digoyahkan lagi oleh keraguan-raguan. Karena bagi Imam Ghazali, ...

Belajar tentang Ilmu Mu'amalah dan Mukasyafah Kepada Ulama Radikal: Imam Al-Ghazali.

(Catatan Iseng perihal Ihya Ulumuddin bag-9) Saya tak tahu pasti kapan pergeseran makna kata radikal mulai terjadi.  Hingga tak sedikit yang mengira kata radikal itu identik dengan hal negatif. Padahal di KBBI radikal setidaknya  diartikan dengan sampai ke hal yang prinsip serta maju dalam berpikir atau bertindak. Positif, bukan? Saya yang baru, sedang, dan akan terus mempelajari karya Al-Ghazali tak sungkan untuk bilang, Al-Ghazali adalah ulama yang radikal. Sebab Al-Ghazali memikirkan sesuatu hingga ke akar-akarnya. Sampai ke intisarinya. Terus mencari kebenaran sesuatu itu sampai ke "tulang sumsumnya". Dalam kitabnya Al-Munqidz Minad-Dholal, diceritakan bagaimana Imam Al-Ghazali melihat pertumbuhan manusia. Ketika lahir, manusia dalam keadaan Fitrah. Seperti hadits nabi: Kullu mauluudin yuuladu 'alal fitroti... (Hingga akhir hadits). Ini seperti teori tabularasa John Locke yang menyatakan seorang anak itu seperti kertas putih. Bersih.  Karena radikal, Al-Ghazali meliha...

Belajar kepada Al-Ghazali: Bagaimana Mencapai Puncak Intelektual dan Spiritual.

(Catatan Iseng soal Ihya Ulumuddin bag-8) Imam Al-Ghazali setidaknya mendalami lalu menguasai empat hal hingga mencapai puncak intelektual dan spiritualnya.  Pertama, ilmu Kalam. Ini tentang akidah. Kekinian ilmu ini lebih dikenal dengan teologi. Berasal dari theos yang berarti ketuhanan dan logos yang bisa berarti ilmu.  Istilah teologi ini khas Kristen. Dalam khazanah Islam klasik adalah ilmu Kalam. Disebut ilmu Kalam karena ini membahas soal tema pokok dalam Islam; Kalamullah, Al-Quran. Kalamullah ini pernah menjadu perdebatan dan diskusi yang menarik pada dinasti Abbasiyah di masa Kholifah ke-7, Al-Makmun. Perdebatannya pada; apakah Al-Quran yang dicetak (mushaf) itu Kalamullah atau tidak? Ada yang bilang itu "Kalamullah" lalu ditimpali bahwa itu lembaran, kitab. Ada yang bilang itu mushaf biasa, lalu ditimpali lagi; itu Kalamullah. Dan seterusnya. Perdebatan itu terjadi pada sebuah "mihnah" semacam pengadilan. Akidah yang dianut Al-Ghazali adalah akidah Asy...

Nama Anak

(Catatan Iseng untuk dan dari Ihya Ulumuddin) Sulit Istiqomah. Saya semakin "melek" untuk hal ini. Benarlah jika ada yang bilang; "istiqomah melebihi seribu karomah." Karena memang saya seperti mengurai benang kusut untuk urusan yang satu ini. Kalaupun masuk kategori istikomah, letak keistikomahan saya ya pada kebelum-istikomahan itu sendiri.  Awalnya, di Ramadhan tahun ini, niat saya seperti huruf o; bulat; akan ngaji Ihya Ulumuddin karya Abu Hamid Al-Imam Al-Ghazali. Baru ikut ngaji beberapa lembar, endilalah, saya malah tertarik pada biografi sang pengarang. Sebabnya, ada seorang ustadz yang bilang; "agar lebih mudah memahami Ihya, setidaknya ada beberapa kitab yang mesti dibaca."  Diantara kitab yang disebutkan, antara lain; kitab Al-Mughni fil Asfar 'Anil Asfar Fi Takhriji maa Fil Ihya minal Akhbar karya Al-Imam Al-'Iroqi. Kitab ini menjadi pegangan dalam melihat status hadits-hadits yang dijadikan landasan Al-Ghazali dalam mengarang kitab Ihy...

Kata Bang Haji Oma: "Terlaluh"

Inna ma'al 'usri yusro memang ajib. Jika diyakini, bisa "berojolin" sikap dan pola pikir optimis. Siapapun sepertinya akan sepakat; ini positif. Ini Baik.  Eit tunggu dulu. Tak selamanya yang baik itu baik, tak melulu yang tak baik itu tak baik. Dalam matematika yang katanya ilmu eksak alias ilmu pasti itu, pun tak selamanya positif itu positif dan tak selalu yang negatif itu negatif. Tentunya, ada penyebabnya.  Misalnya, sehat. Kalau boleh, sehat ini dilambangkan positif. Tentunya sehat ini dicari dan dijaga. Tapi, jika lambang positif itu berupa penyakit, misalnya cofid-19 yang saat ini masih mewabah, tentu hal positif itu akan dihindari, bukan? Dari sini, keisengan saya bilang; betapa rapuh nilai positif dan negatif. Betapa samar baik dan buruk. Keduanya hanya dibatasi oleh sudut pandang dan hal-hal yang menyertai Atau menjadi sebab.  Begitu juga dalam ilmu fiqih. Hal haram tak selamanya haram. Pun halal tak selalu halal. Wajib pun begitu. Tak melulu menjadi wajib....

Hei, Kita Ini Ngontrak!

(Catatan Iseng Ihya Ulumuddin bag-7) Hal baik dan buruk itu seperti kamar-kamar kontrakan. Berdempetan. Nempel. Bertetangga. Tapi terpisah. Punya ruang dan kehidupan masing-masing. Tapi, namanya kontrakan pasti ada satu pemiliknya yang menyewakan. Nah, pemilik hal baik dan buruk itu, tentu saja Allah.  Allah sudah memberitahu mana yang buruk dan mana yang baik lewat ajarannya yang bernama agama. Bisa dibilang agama itu ya ajaran hidup. Namanya hidup tak lepas dari hal (dan nilai) baik dan buruk. Pun bisa dibilang agama itu tata cara dan panduan dalam menjalani kehidupan. Dan orang-orang yang menjalani tata cara itu disebut orang (yang tengah) beragama.  Walau keduanya (baik dan buruk) bersumber dari Allah, tapi perlu ditekankan, tata cara dan panduan itu pasti mengajarkan yang benar. Mengajarkan yang baik. Kalau ada ajaran yang tidak benar, kalau ada yang melakukan hal buruk, bisa dipastikan orang itu keluar dari panduan. Keluar dari jalur. Kalau mobil keluar dari jalur, biasa...