Pokoknya, kalau tidak sesuai, salah! Hukum!
Malin Kundang telah terkutuk. Tak seorangpun mencoba memahaminya. Perahunya kandas. Dalam legenda, pemuda itu durhaka kemudian menjadi batu. Ibunya telah mengucapkan kutuk atas dirinya. Perempuan tua yang miskin itu kecewa dan sakit hati: anak tunggalnya tak mau mengenalnya lagi, ketika ia singgah sebentar di desa kelahirannya sebagai seorang kaya setelah mengembara bertahun-tahun. Kisah turun temurun ini seakan berkata, bahwa dewa-dewa, Tuhan memihak sang ibu. Bisa dibilang bahwa semua soal berakhir dengan beres: bagaimanapun, setiap pendurhaka harus celaka. Lalu tak seorangpun patut memaafkan Si Malin Kundang. Kita tak pernah merasa perlu memahami perasaan-perasaannya. Ada kisah lain. Tentang Adam dan Hawa yang mencicipi buah khuldi. Mereka berdua dikeluarkan dari surga. Dilemparkan ke dunia. Lalu persoalan pun terlihat beres: Kesalahan terarah kepada Iblis. Laku Iblis-lah yang menggelincirkan Adam dan Hawa. Lalu kita tak tak patut memahami dan mengerti lebih jauh la...