Azan dan Panggilan Membaca Al-Quran dalam diri Manusia

"Lahum a'yunun laa yubshiruuna biha. Wa lahum aadzaanun laa yasma'uuna biha. Walahum quluubun ya yafqohuuna biha..."

Allahu akbar Allahu akbar...

Dua kata ini terdengar di telinga, apakah juga di hati? Apakah akal ini pun mengakui bahwa Allahu memang akbar?

Dua kata ini bergema di setiap pergantian waktu. Ketika ketika malam akan berganti pagi. Dari keadaan sunyi, sepi, dan gelap ke keadaan ramai dan penuh kegiatan, yang kita sebut subuh. Ketika matahari berada di atas kepala, saat orang-orang tengah sibuk dengan segala kegiatan, dua kata ini pun kembali bergema di waktu yang kita sebut johor. Memasuki sore, waktu untuk persiapan kembali dan pulangnya segala makhluk ke rumah, dua kata ini bergema yang kita kenal dengan asar. Senja, diantara sore dan malam, lagi-lagi dua kata ini menggelora. Ketika matahari terbenam hingga kita kenal dengan magrib. Dan kala menyambut kesunyian dan keheningan malam, dua kata ini pun kembali berirama-nada di kampung-kampung, dan dipanggil isya.

Ada apa dibalik waktu dan pergantian waktu-waktu tersebut, hingga panggilan cinta Allah lewat azan selalu bergema?

Apakah azan menjadi pembuka segala waktu?

Seperti alfatihah. Pembuka. Azan membuka segala dimensi kehidupan manusia. Mulai dimensi lahiriyah yang tampak hingga batiniyah yang tak terlihat. Hingga Alfatihah disebut ummu al-quran. Ibunya al-quran. Induknya alquran. Ia seakan menjadi pembuka pintu-pintu yang tertutup. Sementara yang tertutup identik dengan kafir, kekafiran. Bukankah kafir asal katanya berarti tertutup?

Jika hati tertutup oleh iri, dengki, hasud, dan segala hal yang menduakan Allah, termasuk penyakit-penyakit hati maka cahaya dan suara azan membuka lalu mengobatinya. Jika akal tertutup oleh prasangka dan pikiran negatif, ketidaksukaan, kebencian, dan penyakit-penyakit akal lainnya, maka azan pun menjadi pembuka dan pengobatnya.

Saya teringat ketika hujan dan angin kencang menerpa kampung termasuk rumah. Ibu saya menyuruh agar saya mengumandangkan azan. Katanya azan bisa menangkal musibah. Azan bisa meredam amarah dan kekesalan alam. Dan azan menjadi bentuk rayuan cinta kepada Allah agar memberikan rahmat-Nya. Meski terdengar seperti menolak adanya musibah. Bukan berarti kita tidak ridho dengan segala bentuk musibah. Justeru dengan azan kita ridho jika dihindari dari segala bencana.

Selain itu, azan pun menjadi pembuka agar manusia terus membaca "Al-Quran" dalam dirinya. Membaca mata yang masih bisa melihat. Membaca telinga yang masih bisa mendengar. Gigi yang mengunyah makanan. Jantung yang berdetak. Paru-paru, liver, usus, lambung, alat pencernaan yang semuanya masih berfungsi. Pada semua itu ada firman-firman Allah yang sering kita lalai membacanya.

Bayangkan saja, jika Allah mencabut salah satu fungsi organ dan alat dalam diri kita? Atau jika Allah tidak membatasi tumbuhnya rambut dan bulu di diri kita? Tak terbayang rambut kemaluan yang tumbuh terus menerus. Bahkan alatnya, jika tak berhenti tumbuh, semakin panjang dan semakin panjang? Inilah "wa kholaqo kulla syai-in bi qodar". Inilah " afala an akuuna 'abdan syakuro". Inilah firman Allah agar manusia terus bersyukur atas segala dengan meridhoi apapun yang ada, terjadi, dan tersaji.

Bukan berarti syukur tanpa melakukan apapun. Justeru bersyukur terletak pada usaha dan kerja optimal manusia dari segala potensi dan nikmat yang ada untuk lebih didayagunakan. Terus menerus. Urusan hasil, di situlah batas kemampuan manusia. Urusan hasil, saya ingin menggambarkannya seperti ini; setiap orang membutuhkan makan. Allah menyediakan padi. Petani menanam padi. Petani menjaga dan merawat. Tapi petani tak bisa untuk menumbuhkan dan menjadikan padi yang ia tanam bisa berubah menjadi gabah, beras, kemudian menjadi aneka makanan seperti nasi, lontong, dan lain-lain.

Kemudian perihal waktu-waktu dikumandangkannya azan adalah masa-masa transisi. Masa pergantian dari satu waktu ke yang lain. Dan alamiahnya, kita akan melakukam sesuatu disesuaikan dengan waktu. Misalnya sekolah, bekerja, bangun tidur, dan pekerjaan lain disesuaikan dan ditentukan waktunya. Nah, azan dengan kata-kata indah; Allahu akbar, menjadi pengingat agar setiap langkah, setiap kegiatan dan apapun yang dilakukan manusia mesti diawali dengan menyebut namanya. Dengan bismillah. Agar setiap langkah dan kegiatan yang dikerjakan, manusia membawa serta Allah.

Dan inilah zikir. Proses mengingat dan menyebut serta selalu membawa Allah dalam diri kita. Hingga kita tidak lupa ratusan surat, ribuan ayat, jutaan jalan, dan tak berhingganya cinta yang telah Allah berikan. Seperti syair Jalaluddin Rumi;

"Ratusan surat telah kutulis,
Ratusan jalan telah kutunjukkan,
Mungkin kau tak tahu jalannya,
atau tak kau baca suratnya."

Allahu a'lam bisshowab.

Pondok Labu

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tulisan ++ tentang ++ ( melihat: Nazhoro, Ro-a, dan Bashoro)

Pemahaman "Lughotan" dan "Ishthilahan".

Membaca Sastra, Membaca Diri: mengenal Ilahi (bag-9)