Mengenal diri agar Mengetahui Allah lewat Sastera dan Kesusasteraan (bag. 2)
Alam dan teks; tradisi menulis dan membaca kaum sufi.
Aziz Nasafi yang hidup di abad XIII sampai awal abad XIV, di dalam kitabnya "Zubdat al-Haqaiq, menyatakan: "ketahuilah olehmu, bahwa setelah mencipta yang ada, Tuhan Yang Maha Tinggi menamakannya sebagai alam, karena alam ialah alamat wujud-Nya. Di dalam wujud alam ada Ilmu, Irodah, dan Kodrat-Nya yang berupa alamat dan berupa naskah (teks-teks), maka ia adalah alamat, dinamakanlah sebagai alam. Dan oleh karena iapun adalah naskah, dinamakanlah kitab. Kemudian Allah berfirman: 'barang siapa yang akan membaca kitab ini akan mengenal Kami, serta Ilmu, Iradat, dan Kodrat Kami'. Kita Manusia, terlalu kecil. Sedangkan kitab-Nya terlalu besar. Maka gagallah pandangan kita untuk melihat tepinya dan seluruh permukaannya. Maka Azza wa Jalla yang melihat kelemahan kita, lalu membuat salinan dari alam itu serta menjadikan kitab tersebut lebih kecil. Kitab pertama dinamakan-Nya alam kabir (besar) dan kitab kedua alam saghir (kecil). Segala yang ada di dalam kitab besar dicatat-Nya di dalam kitab kecil, dengan tidak menambahkan dan menanggalkan apapun, agar barang siapa yang membaca kitab kecil itu, sekaligus membaca kitab yang besar pula. Dan dengan cara begitu mengenal Tuhan."
Tradisi tasawuf menggambarkan kitab yang dimaksud adalah Al-Quran; sebagai kitab makrokosmos dan mikrokosmos.
Mahmud Shabistari, sufi Parsi yang hidup pada abad ke-14 menggambarkan keselarasan antara Al-Quran dengan makrokosmos dalam syairnya:
"Bagi barang siapa yang mencapai titik nikmat
Jagat raya ialah kitab Al-Hak
Kejadian-kejadian adalah harakat-harakatnya, dan substansi adalah huruf-hurufnya
Adapun martabat-martabat (penciptaan) adalah ayat-ayatnya.
Di dalam kitab (jagat raya) itu setiap alam adalah Surah:
Satu (alam) ialah Al-Fatihah, dan yang lain ialah Al-Ikhlas.
Ayat pertana kitab itu ialah Akal Sejagat (Aql-i Qull)
Karena ia serupa dengan (huruf) 'ba' di dalam 'basmalah'".
Kemudian Shabistari menyebutkan pelbagai alam dengan padanan ayat-ayat Al-Quran, dan menutup perbandingannya dengan beralih kepada penciptaan manusia.
"Yang terakhir sekali diperturutkanlah jiwa manusia
Maka sebab itulah Al-Quran berakhir dengan surat An-nas".
Terkait keselarasan Al-Quran dan Manusia, Shabistari mengungkapkannya sebagai berikut;
"Wajahmu bagaikan naskah Al-Quran tanpa pembetulan dan kesilapan
Yang ditulis oleh Kalam Takdir dengan kesturi murni.
Matamu dan mulutmu ialah ayat-ayat dan sukun-sukun, keningmu ialah maddah,
Bulu mayamy ialah harakat, tahi lalat dan bulu romamu ialah huruf-huruf dan noktah-noktah".
Schimmel dalam "Mystical Dimensions of Islam" (Chapel Hill, 1975l mengatakan perihal penciptaan dalam tradisi Sufi merupakan penulisan oleh Kalam Azza Wa Jalla di " lawh al-mahfuz yang kemudian disusul dengan perintah; "kun!" karenanya huruf-huruf arab memiliki korespondensi dengan peringkat-peringkat ontologis. Misalnya huruf alif. Huruf ini dilambangkan sesuai dengan Ketunggalan Ilahi yang transenden dan mutlak. Huruf 'ba' digambarkan sebagai makhluk. Huruf 'wau' dilambangkan sebagai hubungan antara alam makhluk dan Ketunggalan Ilahi.
Fariduddin Attar menggambarkan tentang kemunculan huruf-huruf sebagai berikut: ketika 'alif' bengkok, terjadilah huruf 'dal'. Ketika bengkoknya berubah sedikit, lahirlah 'ra'. Ketika kedua ujung 'alif' melengkung ke atas, muncullah 'ba'. Setelah 'alif membengkok seperti ladam kuda, terciptalah 'nun', dan lain-lain.
L. Bakhtiar dalam "Sufi. Expressions of the Mystic Quest (London. 1976)" mengatakan bahwa Ibn Al-Arabi membuat daftar semua dua puluh delapan abjad Arab, yang masing-masing disesuaikan dengan salah satu Asma Allah. Asma ini kemudian disamakan dengan peringkat ontologis atau kosmologis yang tertentu. Seperti Akal/Kalam, martabat-martabat Wujud yang belum dinyatakan Allah, jenis-jenis makhluj bernyawa, kerajaan-kerajaan alam, empat unsur, sembilan langit, Kursi, Arsy, Rupa, Jism Al-qull, Substansi Sejagat, Tabiat Sejagat.
Berthels A.E dalam buku Pyat' Filosofskih traktatov "Afak wa Anfus" (Lima katangan falsafah yang berpokok "Afak wa Anfus"), (Moskow. 1979) menyatakan bahwa bukan saja makrokosmos, mikrokosmos pun terdiri dari huruf. Anggota badan dan rauy wajah disamakan denhan huruf-huruf. Sehingga semua huruf abjad Arab dapat dibaca pada tubuh manusia. Dan seluruh tubuh membentuk nama Muhammad yang merupakan prototipe untuk mikrokosmos dan makrokosmos.
Schimmel A melanjutkan tradisi sufi yang menghasilkan redukai mikrokosmos menjadikan semua bagian-bagiannya diselaraskan dengan jntipati wujudiyah (ontological essences) dengan huruf-huruf tertentu. Misalnya, mulut sepadan dengan 'mim'. Mata dengan 'shad' atau ''ayn'. Rambut ikal, keriting dan berbagai jenisnya disepadankan dengan huruf-huruf berkelok-kelok seperti 'dal' atau 'jim'.
Jadi, makro- dan mikrokosmos yang tampil sebagai teks dengan hierarki ontologis dan psikosomatis mengandung ilmu tertentu yang tersusum pula dalam beberapa peringkat. Vladimir I. Braginsky dalam Tasawuf dan Sastera Melayu mengatakan empat alam (mulk/nasut, malakut, jabarut, dan lahut) disamakan dengan tahap empat tahap pengenalan mistik, yaitu "ilm al-yakin", yaitu pengetahuan diskursif yang diperoleh melalui bukti dan logis. Kemudian "ayn al-yakin", "haqq al-yakin", dan "kamal al-yakin". Ketiga terakhir ini berkaitan dengan pengenalan langsung melalui pengalaman dan penyamaan diri dengan Asma, kemudian Sifat, dan akhirnya dengan Dzat Ilahi.
Karena makro- dan mikrokosmos ialah teks yang menampung ilmu, maka pengenalan ilmu ini dipandang sebagai pembacaan kreatif. Ini sama seperti penulisan kreatif, yaitu penciptaan.
Selain penulisan kreatif, dalam tradisi sufi pun terdapat proses pembacaan. Schimmel A., menjelaskan proses pembacaan dalam tradisi tasawuf berangsur-angsur "menghapuskan" teks. Dan ini terdapat dalam urutan dzikir Sufi. Misalnya, dzikir yang pertama: "laa ilaaha illa Allah" sebagai pengulangan syahadat. Kemudian dzikir yang kedua adalah mengulang nama "Allah" sebagai kata terakhir dalam syahadat. Dzikir yang ketiga ialah pengulangan kata "Huwa" yang berarti Dia dan dianggap sama dengan huruf terakhir dalam nama Allah.
Konteks penulisan dan pembacaan tradisi Sufi tersebutlah yang sepertinya menghasilkan reduksi Al-Quran. F. Schuon dalam Understanding Islam (London, 1981) menjelaskan: "Al-Fatihah dikatakan menampung hakikat segenap Al-Quran, maka seluruh Al-Fatihah itu pun dirangkumi oleh basmalah. Sedangkan basmalah terkandung di dalam hurufnya yang pertama 'ba'. Dan huruf 'ba' itu pun terdapat noktah (titik) di bawahnya. Adapun noktah ity sesuai dengan titik pertana dari "Midad" (tinta) Ilahi yang jatuh dari Kalam Al-'ala. Inilah ar-Ruh atau prototipe jagat raya.
Bersambung...
Allahu 'alam bisshowab
Komentar
Posting Komentar