Strategi Hanzi ke-empat: buat capek musuh dan lawan
Kulub dan kia kembali bertemu. Di tempat biasa mereka bicara segala. Di sebuah kafe di salah satu sudut Cinere. Udara panas di luar tak sampai menerobos masuk di kafe berlantai dua itu. Hiasan dan ornamen alam mendominasi. Beberapa kipas angin terpaku di tiang-tiang yang ditempeli bebunga. Termasuk pohon di pot-pot warna warni. Di tempat itu, Kia dan Kulub berkomitmen untuk menikah. Kemudian orang tua mereka menentukan akhir bulan Januari waktu yang tepat untuk melaksanakan akad. Sayangnya, bukan soal persiapan pernikahan yang sudah 80%, malah kekesalan Kia yang memenuhi telinga Kulub pagi hingga siang tadi.
Kia bercerita tentang telinganya yang mendengar gosip orang-orang, termasuk teman-temannya terkait status Kulub dan Kia. Terutama tentang status Kulub yang pernah nikah. Tak ketinggalan, hati Kia yang geram menangkap semua omongan itu. "Memang kenapa sih, kalau Kia menikah dengan Kakak yang duda? Memang gak boleh ya perawan menikah dengan duda?" ucap Kia dengan muka layaknya baju belum disetrika.
Kulub hanya mendengar sambil terus menggunakan tatapan elang ke Kia. Tapi sambil senyum. Kulub sedikit tahu jurus menghadapi perempuan. Di saat seperti Kia seperti itu, akan lebih tepat baginya untuk banyak diam. Karena seringkali mendengarkan lebih baik daripada bicara. Dan terkadang orang-orang memang hanya ingin didengarkan. Dan beban, unek-unek di hati memang perlu diluapkan. Butuh diekspresikan.
Lebih dari empat puluh delapan menit, Kia meluapkan segala kekesalan, kegeraman, bahkan kata-kata yang tersentuh tangan amarah. Dianggap cukup, setelah melihat raut muka Kia lebih cerah, nafasnya pun mulai tenang. Kulub mulai bersuara. Tentu tak ketinggalan lemon squash. Ya, di saat siang yang panas, Kulub akan memesan minuman segar tersebut. Sementara Kia akan memilih eskrim rasa stawberry dengan aneka topping.
"Capek gak sayang? Dengerin omongan negatif orang-orang lalu dimasukin ke hati, capek gak?" tanya Kulub. Kia tak menjawab. "Kakak pernah cerita tentang seorang anak dan ayahnya yang melakukan perjalanan dengan keledai kan?" lanjutnya diiringi anggukan kepala Kia. "Ya, begitulah kira-kira kalau omongan negatif orang terlalu didengar, apalagi dimasukan hati. Bakalan capek sendiri. Malah senyum manis Kia, ama wajah cantik Kia sempat pudar tadi," ucap Kulub dengan nada lembut seperti seorang ibu yang menasihati anaknya.
Kulub menegaskan pada Kia, setiap orang berhak berpendapat. Berhak bicara. Berhak menilai. Termasuk membicarakan dan menilai kita dengan negatif. Itu hak mereka. "Dan Kita tidak bisa melarang mereka. Kita tidak bisa menjadikan mereka bersikap dan bicara seperti maunya kita. Bisa sih, dengan power dan kekuasaan. Tapi, lebih baik kembalikan semua ke diri kita. Ke sikap kita terhadap mereka. Dan yang pasti, tangan Kia cuma dua. Tak mungkin bisa untuk menutup mulut-mulut mereka. Jadi, gunakan saja kedua tangan kia untuk menutup telinga Kia sendiri. Biar omongan-omongan mereka gak kedengeran".
Perlahan Kulub dan Kia tukar pendapat perihal bagaimana menyikapi omongan negatif orang-orang. Perlahan, Kia mulai tenang. Ia terlihat mulai menikmati es krim. "Iya juga ya Kak. Dengerin omongan-omongan gak enak kayak gitu malah buat pegel diri sendiri. Bikin capek hati sendiri. Mending biarin aja mereka mau ngomong apa kek," ucap Kia yang kemudian ditimpali Kulub; "iya pake stel koplok aja. Bodo amat. Emang gue pikirin. Nanggapin mereka cuma bikin capek diri sendiri".
"Berarti hampir sama dengan ngomong ke pendukung capres yang fanatik dong, kak?" ucap Kia yang kemudian menjelaskan strategi keempat Hanzi. Tentu ini membuat Kulub kaget.
"Kok nyambung ke sana? Emang Kia dah baca strategi Hanzi?"
"Udah dong. Emang Kakak doang yang suka baca. Kia juga kaliiii..."
"Pasti ketularan Kakak."
"Enak aja. Kan, Kakak tahu, bukan cuma kakak yang punya perpustakaan di kamar," tegas Kia lalu tertawa kecil. Setelah tawanya reda, Kia mengatakan pada Kulub tentang strategi Hanzi yanh ke-empat: "Buat musuh kelelahan sambil menghemat tenaga. Adalah sebuah keuntungan, merencanakan waktu dan tempat pertempuran. Dengan cara ini, anda akan tahu kapan dan di mana pertempuran akan berlangsung, sementara musuh anda tidak. Dorong musuh anda untuk menggunakan tenaga secara sia-sia sambil anda mengumpulkan/menghemat tenaga. Saat ia lelah dan bingung, anda dapat menyerangnya."
"Buat musuh kelelahan sambil menghemat tenaga, ini seperti respon alias menjelaskan atas berita-berita hoax yang menyasar kedua capres. Apapun yang dibilang dan dijelaskan, hanya buat capek sendiri. Para pendukung fanatik tak akan mengubah pandangan mereka. Apalagi pilihan mereka," terang Kia. kulub mengamini. Kia pun mengeluarkan pendapat tentang perencanaan yang matang untuk menyerang lawan. "Dan bisa jadi berita hoax itu memang sengaja dibuat agar energi musuh terkuras habis untuk menjelaskan dan menampik semua itu. Hingga tenaga mereka akan keluar sia-sia" lanjut Kia.
"Kakak kok makin bangga ya ama Kia. Makin hari makin pinter."
"Iya dong. Kia kan mau buat Kakak makin sayang dan bangga ke Kia. Kia akan terus belajar untuk jadi istri yang bisa dibanggakan dan ibu yang hebat untuk anak-anak kita kelak" ucap Kia begitu manja.
"Jadi, biarin aja ya sayang, orang-orang ngomong apapun tentang kita. Biarkan mereka yang capek. Kita jangan sampai capek. Mending fokus pada rencana kita setelah nikah," ucap Kulub.
Kedua tangan mereka saling menggenggam. Mata saling menatap. Kipas angin masih berputar. Sesekali deru dan klalson motor dan mobil terdengar. Di luar udara masih panas. Tapi di hati mereka bebunga kasih sayang dan cinta tengah merekah. Memberi keindahan tak terkira sebagai modal tuk melangkah bersama. Sebagai suami istri dalam membangun rumah tangga.
Sawangan Baru.
Komentar
Posting Komentar