Ridho Lahir Batin

Perbedaan memang fitrah manusia. Jika tidak dikelola justeru berpotensi menimbulkan konflik. Terlebih jika perbedaan itu terbentur pada pandangan akan kebenaran. Seperti malam ini, Kulub dan kia kembali terlibat cekcok. Kali ini yang menjadi soal adalah media sosial. Facebook dan twitter.

Kia yang awalnya tak peduli berteman atau tidak dengan Kulub di media sosial, mulai mempertanyakan hal tersebut. "Kak, kok gak konfirm facebookku, sih? Terus kenapa twitter Kakak diprotect?" dua kalimat pembuka yang sebenanrnya pertanyaan perlahan menjadi bahan dan sumber perdebatan. Perdebatan yang awalnya masih berada di zona wajar, dengan berbagi argumen, perlahan menjadi saling memaksa keinginan.

Untuk facebook, Kia tidak terlalu jauh mempersoalkan. Pasalnya, ia sudah tahu email dan kata sandi facebook Kulub. Sayangnya, Kulub mesti berbusa-busa menjelaskan perihal twitter. Ditambah rayuan-rayuan gombel untuk sekedar menurunkan tensi panas dalam diri Kia. Seperti obat, terkadang cocok dan ampuh, terkadang tidak. Begitupun dengan rayuan Kulub. Kia tetap memaksa agar twitter Kulub tidak diproteksi.

Kulub berkali-kali menyatakan dan menegaskan. Pertama, akun twitternya memang tempat ia menumpahkan segala caci maki dan unek-unek di hati. Karenanya, ia tidak ingin mengikuti akun teman-teman dan ia pun tidak berharap ada temannya yang mengikuti akun twitternya. Kedua, Kulub berharap pada Kia agar terus percaya seperti Kulub mempercayai Kia. Terutama perihal kasih sayang dan hubungan mereka.

Nah, percekcokan pun bermulai. Pasalnya, Kulub yang berusaha untuk berkata apa adanya, mengatakan tentang apa saja yang dicuit dalam twitternya. Nah, salah satu sasaran dan kata-kata dalam cuitannya adalah tentang mantannya. Itupun sebelum mereka (Kulub dan Kia berkomitmen). Hal ini membuat Kia begitu emosi.

Karena merasa benar, Kulub menyerahkan handphonenya kepada Kia. Ia meminta Kia membuka twitternya. "Lihat dan periksa aja. Kalau memang tentang dia yang gak pantas disebut namanya Kakak sebut dan bahas setelah kita komit, Kia boleh marah ke Kakak, tapi kalau tidak, Kakak minta satu hal: senyum Kia yang tulus," tegas Kulub.

Kia langsung menyambar HP Kulub. Semua yang berhubungan dengan kata sandinya Kulub, sudah diketahui Kia. Mulai email, facebook, twitter, hingga kata sandi untuk membuka HP Kulub. Kia langsung membuka twitter. Terlihat jelas di mata Kulub, tatapan mata Kia begitu fokus pada kayar HP. Jempol tangan kanannya terlihat naik turun di layar HP.

"Gimana?" tanya Kulub. Kia tak menjawab. Ia masih fokus dengan layar HP. Lebih dari empat belas menit Kia tak berkata apa-apa.

"Kak, sebegitunya ya Kakak ke dia? Sekarang masihkah? Aku bener-bener cemburu. Aku hapus ya semua tentang dia di twitter Kakak, walaupun itu sebelum kita jadian. Aku gak mau dia masih ada di kehidupan Kakak. Aku mau, cinta dan sayang kakak ke aku utuh," tegas Kia.

"Iya, Ki. Silakan. Lagipula itu sudah lewat. Dan Kakak sudah gak mau inget-inget dia lagi. Gak mau bahas dia lagi. Gak mau nyebut nama dia lagi. Kakak mau fokus dengan kita ke depan."

"Pantas aja kakak protek twitter Kakak. Ini beneran semua yang kakak bilang di twitter?" tanya Kia. Kulub pun bertanya perihal apa. "Semuanya yang kakak bilang di situ, apa adanya Ki."

"Termasuk hal-hal ini?" tanya Kia sambil menunjukkan HP. Kulub mengiyakan. "Jadi, dia yang ngajarin dan ngasih tau kakak tentang c*** ****m?" kulub hanya mengangguk.

"Kak aku beneran gak habis pikir. Kok bisa?"

"Sudah ya, Ki. Kalau mau dihapus, hapus saja. Gak usah dibahas lagi. Itu aib dia dan pacarnya."

"Dan dia bener seperti ini?" tanya Kia seraya menyodorkan HP kembali.

"Iya, bener. Itu kata-kata dia."

"Sebegitu marahnya ya dia."

"Udah ya Ki, kakak mohon gak usah bahas dia lagi."

"Enggak, kak. Kia gak habis pikir aja. Kata-katanya seperti ini," ucap Kia.

"Udah Ki, please. Gak usah dibahas lagi. Lagipula kakak juga salah. Tidak hanya dia, kakak juga punya salah yang banyak."

"Oke. Oke. Terakhir, Kia mau dengerin dulu rekaman suara kakak waktu teleponan ama dia."

Kia memasang headset di telinganya. Ia mulai khusyuk mendengar rekaman. Hal itu menyebabkan lebih dari tiga jam, Kulub dan Kia tak bicara. Sambil menunggu, Kukub asik dengan rokok dan bukunya.

"Kak, aku mau lanjut dengerin besok."

"Ki, gimana?"

"Maksud Kakak?"

"Perasaan Adzki gimana setelah mendengar rekaman itu?"

"Nanti kalau sudah semuanya ya Kak."

"Kia gak marah? Gak kecewa?"

"Nanti kita bahas ya Kak. Kita pulang yuk."

Kulub berusaha mencari tahu apa yang dirasakan Kia. Dalam perjalanan pulang, itu terjawab. Kia, mengatakan berkali-kali pada Kulub tentang betapa bersyukurnya ia bisa mengenal dan menjadi calon istri Kulub. Meski belum semua, rekaman telepon Kulub dengan mantannya, benar-benar memberi gambaran bagaimana Kulub. Bagaimana sikapnya, bagaimana pemikirannya.

"Kak terus seperti kakak yang apa adanya ya. Kia sayang banget sama Kakak." setelah kalimat tersebut terucap. Terjadi hal yang sangat tidak diduga. Kia meraih tangan Kiri Kulub (lantaran tangan kanan Kulub memegang setir). Lalu mencium punggung tanggannya. "Kia ridho menjadi istri Kakak. Lahir batin."

Bersambung.....

Sawangan Baru

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tulisan ++ tentang ++ ( melihat: Nazhoro, Ro-a, dan Bashoro)

Pemahaman "Lughotan" dan "Ishthilahan".

Membaca Sastra, Membaca Diri: mengenal Ilahi (bag-9)