Jus

Manusia memang unik. Gara-gara Jus, Kulub dan Kia berdebat sekaligus mendapat ide hebat. Berawal dari Kia yang ingin minum jus belimbing. Dan Kulub pun latah, ia ingin juga. Tapi jus belimbing. Perdebatan pun dimulai.

Kia ingin yang mudah dan cepat. Cukup beli di tukang jus, jadi. Kulub beda. Ia ingin buat jus sendiri. Alasannya, jus yang banyak diperdagangkan dan dijual di toko atau kios, kebanyakan air rasa buah bukan jus.

"Jus itu sari, intipati dari buah atau sayur. Kalau ditambah air, gula, dan susu, bukan jus lagi," terang Kulub lalu meminta Kia memperhatikan jus-jus yang dijual. "Kebanyakan pedagang lebih menawarkan rasa daripada faktor kesehatannya," lanjut Kulub.

Untuk satu kemasan jus, buah yang diblender tidak utuh satu. Biasanya setengah, bahkan kurang. Nah, karena rasa jus yang mesti manis, ditambahkanlah gula atau susu sekenanya.

"Bukannya konsumsi jus, yang ada malah konsumsi air gula rasa buah ditambah susu," tegas Kulub. "Kalau mau jus buah. Seharusnya buah saja diblender. Dengan tambahan air sedikit saja, tak apalah," lanjutnya. Kia masih ingin yang simpel, praktis, dan cepat. "Aa ribet, ih," katanya.

Dengan berbagai pertimbangan, akhirnya disepakati melakukan dua-duanya. Kia tetap beli jus di kios jus, Kulub yang salah satu usahanya menjual buah-buahan, mengambil buah di salah satu kios buah miliknya. Selain itu, menikmatinya mesti di rumah, agar terlihat perbedaan dari keduanya.

Singkat cerita, mereka tiba di rumah. Kia yang sudah tak tahan ingin minum jus, mencuri "start". Ia menyeruput jusnya. Kulub masih disibukkan dengan proses membuat jus.

Jus buatan Kulub jadi. Di beranda samping rumah, menghadap taman dengan kolam kecil yang dihuni tujuh ikan koi, mereka meletakkan jus di atas meja kaca. Mereka mencicipi dua jenis jus buah yany sama, hanya beda di prosea pembuatan dan campurannya.

Jus buatan Kulub lebih berasa buahnya, sementara jus yang dibeli Kia, tentu saja lebih manis karena dicampur gula. Ditambah susu. "Nah, ini baru jus. Asli rasa buah," ujar Kulub membanggakan jus buatannya.

"A, kenapa kita tidak produksi dan masarin jus ini," ucap Kia sambil menunjuk jus buatan Kulub. "Selain sehat, kita menawarkan keaslian rasa buah. Tanpa campuran dan tambahan gula," usulnya.

"Iya juga ya, De. Ide bagus tuh," timpal Kulub.

"Tapi, kalau ada yang mau dan pesan ditambahin gula, ya gak apa-apa juga," terang Kia.

"Jangan, De. Kalau gitu, kita sama aja ama yang lain. Namanya usaha itu, salah satunya mesti punya ciri khas dan pembeda. Kalau kita menawarkan jus buah tanpa gula. Ya itu saja yang kita tawarkan."

"Terus kalau buah yang rasanya kurang manis, gimana? Secara kadar manis buah kan beda-beda."

"Di situlah kita mesti pilih buah yang manis. Pokoknya kita jual jus yang tanpa gula."

Perbedaan pendapat antara Kia dan Kulub, malah mengantarkan mereka ke bidang usaha baru: jus buah dan sayur tanpa gula. Apakah ini yang dinamakan perbedaan itu kekuatan dan rahmat?

Siang di beranda samping rumah, Kulub dan Kia mendiskusikan tentang produk yang akan mereka pasarkan. Lagi-lagi terjadi perbedaan di antara keduanya.

Di antara perbedaan yang mereka perdebatkan adalah soal nama produk. Kia ingin namanya yang simpel tapi mudah diingat. Sementara Kulub ingin nama yang unik dan terkesan lucu.

Ah, memang unik yang namanya manusia. Banyak perbedaan tapi justeru disitulah tersimpan hal-hal tak terduga. Ada yang bisa bantu mereka terkait nama?

Wallahu a'lamu bisshowab

Pondok Labu

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tulisan ++ tentang ++ ( melihat: Nazhoro, Ro-a, dan Bashoro)

Pemahaman "Lughotan" dan "Ishthilahan".

Membaca Sastra, Membaca Diri: mengenal Ilahi (bag-9)