Mengenal diri agar Mengetahui Allah lewat Sastera dan Kesusasteraan (bag.10)

Adab dalam membuat karya

Proses atau pola "gerakan" naik kepada Tuhan dan turun kepada pembaca melalui "saluran" keselarasan (persepsi rohani, persepsi kalbu, dan persepsi akal), Ini seperti rayuan kepada sang Khalik dalam doa-doa. Biasanya ini terdapat pada setiap permulaan atau pengantar karya sastra.

Misalnya kutipan dari "Hikayat Isma Yatim" berikut ini; "dengan takdir Allah, datang pikiran pada hatinya; baiklah aku mengarang suatu hikayat akan memberi nasihat bagi segala raja supaya ada juga kurnianya akan daku. Setelah ia serta pikir demikian itu, maka Isma Yatim pun berdoa supaya dianugerahkan Allahu Subhanahu wa Ta'ala akal sempurna pada perintah segala raja-raja. Maka dengan anugerah Allah azza wa Jalla dan berkat syafa'at Muhammad Mustafa, maka hikayat ini pun sudahlah dikarangnya dengan sempurnanya".

Ya, dalam tradisi sufi melayu. Ketika akan atau hendak mengarang, para sufi akan selalu berdoa. Dan doa tersebut mengandung dua ungkapan dalam bahasa Arab. Pertama, Bismillahirrohmanirrohim.

Dalam Asrar al-arifin, Hamzah Fansuri menyatakan sebagai berikut;

"Bismillah itu nama Zat, perhimpunan segala Nama seperti sudah termazkur. Adapun ar-rahman itu, pertama memberi rahmat bagi semesta sekalian alam, yakni menjadikan semesta sekalian... Itulah rahman empunya rahmat, memberikan wujud pada semesta sekalian alam..., baik dan jahat beroleh wujud daripada Rahmat Rahman. Adapun rahim itu ditakhsiskan semesta sekalian yang baik.

Dengan berdoa, pengarang lebih dahulu menyebut Nama Allah yang menitikberatkan aspek Immanen dari zat Ilahi, yang mengandung segala hasil ciptaan dalam bentuk potensial yang masih utuh dan belum terbagi. Nama inilah yang mengurniai kewujudan kepada semua benda.

Ungkapan kedua adalah: wabihi nasta'inu billahi 'ala. Seperti dalam Hikayat Isma Yatim.

Maksud ungkapan ini adalah pengarang memohon kepada Tuhan yang menghasilkan ciptaan yang sempurna dan membantu mengarang hikayat.

Dua ungkapan tersebut adalah sembahyang untuk bermohon, agar seluruh proses penciptaan bisa berhasil. Supaya pengarang dikurniai tenaga kreatif ilahi yakni ilham (tahap reseptif), dan supaya ilham yang sudah diterima terekam dengab semestinya di dalam teks yang sempurna (tahap agentif).

Sembahyang ini, seperti yang terdapat di dalam Taj As-salatin karya Bukhari al-Jauhari (1603);

"Segala puji bagi Allah yang menamatkan risalah yang salih ini dengan tamatnya! Segala puji-pujian kepada Allah yang telah menutup makalah takwa ini dengan penutupnya! Segala kurnia Allah yang mengarah dadaku (sebagai tempat penerimaan ilham), kalbuku, (sebagai tempat terbentuknya citra-citra) dan lidahku bagi mengucapkan kata-kata ini dan mengaturi susunannya".

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tulisan ++ tentang ++ ( melihat: Nazhoro, Ro-a, dan Bashoro)

Pemahaman "Lughotan" dan "Ishthilahan".

Membaca Sastra, Membaca Diri: mengenal Ilahi (bag-9)