Azan membentuk keluarga sakinah mawaddah wa rohmah lalu baldatun toyyibatun wa robbun Ghofur
Kulub benar-benar "sotoy". Baru tiga hari menjadi suami Kia, ia berani bilang "nyesel gue kagak nikah ama Kia dari awal bertemu. Gue ngerasa, selain di akhirat, surga memang ada di dunia. Dan nikmatnya sungguh tak terkira". Saya pun menimpali, "iya deh, iya. Tapi inget Lub. Surga itu bertetanggaan ama neraka. Malah, konon katanya, kalau ibarat rumah. Surga ama neraka itu berdempetan".
Kulub menyadari itu. Sejak memutuskan untuk menikah dengan Kia, kekurangan dalam dirinya begitu banyak. Pun kekurangan Kia. Dan nikah menjadi salah satu jalan untuk keduanya saling mengingatkan, saling memperbaiki, dan saling menasihati. Tentu saja dengan cara yang menggembirakan dan membahagiakan. Ia menyadari sakinah, mawaddah wa rohmah tidak sekadar tertawa bersama, tapi juga menangis bersama.
Kulub pun menyadari, sakinah mawaddah wa rohmah yang diambil dari Ar-Rum ayat 21, adalah rangkaian proses. Sebab kata sakinah tertulis "litaskunu". Jika diartikan secara sederhana, agar kalian tenang, damai, tentram, dan bahagia. Kata yang digunakan adalah kata kerja. Yang berarti ada proses dan usaha untuk menuju dan menjadi suami istri dan keluarga yang damai, tenteram, tenang, dan bahagia. Dan proses itu didasari oleh mawaddah wa rohmah. Sederhananya didasari cinta dan kasih sayang.
Mawaddah wa rohmah, bukan hanya modal, itu pun bisa menjadi tujuan yang mesti diwujudkan. Sebab keluarga adalah bentuk terkecil dari komunitas yang nantinya akan menjadi masyarakat lalu negara. Keluarga-keluarga sakinah mawaddah wa rohmah yang akhirnya menjadikan "baldatun thoyyibatun wa robbun ghofur". Ya, semua diawali dari pembentukan keluarga. Diawali oleh berprosesnya suami istri membentuk kedamaian, ketenangan, ketenteraman, dan kebahagiaan yang didasari cinta dan kasih sayang.
Banyak yang bilang setelah beberapa tahun menikah, cinta itu gak ada, yang tersisa hanya kasih, malahan kasihan dan tanggung jawab saja. Kulub menegaskan bahwa disinilah letak "litaskunu", proses untuk terus menjaga, merawat cinta dan kasih sayang sebagai sumber dan modal dalam mewujudkan keluarga yang sakinah. Dalam prosesnya tentu akan selalu ada godaan. Ya, karena neraka berdempetan dengan surga. Terlebih, bawaan perbedaan antara suami dan istri. Mulai perbedaan pola pikir, kultur, hingga kelamin. Karenanya sebelum menikah, Kulub dan Kia berkomitmen untuk menyadari perbedaan-perbedaan yang ada. Lalu berusaha mewujudkan perbedaan sebagai rahmat. Seperti perbedaan pendapat para ulama itu rahmat (ikhtilafu al-'ulama rohmah).
Nah, dalam proses itu, Kulub dan Kia terus menerus saling mengingatkan, tentu saja dengan cara yang aduhai. Diantaranya dengan mendisiplinkan diri masing-masing akan proses dan pembelajaran hingga mereka menghembuskan nafas terakhir. Ini di antara komitmen yang mereka buat sebelum memutuskan menikah.
Dan ternyata benar, setelah tiga hari menikah, Kulub dan Kia yang ingin segera pindah ke rumah sederhana di daerah Bogor, rumah yang mereka beli berdua dari tabungan yang ada setelah mereka bertunangan di tahun baru, mendapat ketidaksetujuan orang tua Kia. Mereka diminta untuk tinggal lebih lama di Pondok Labu. Kulub dan Kia, mendasarkan hal ini dengan cinta dan kasih sayang. Karenanya, untuk sementara mereka akan tinggal di pondok labu.
Dalam proses apapun, tak bisa terpisahkan dengan kedisiplinan diri. Disiplin yang erat dengan istiqamah. Istiqamah yang lebih istimewa dibanding seribu karomah. Kulub mengatakan ini pada Kia. "Dan kita sudah sering diingatkan oleh Allah untuk mendisiplinkan diri sendiri lewat azan," ucap Kulub.
Azan sebagai pengingat masuknya waktu salat, pun menjadi pengingat akan waktu. Di antaranya manajemen dan disiplin waktu. Perihal waktu, Al-Quran tak sedikit membahasnya. "Wal-'ash", "walfajri", " wallaili", "wasshubhi", "wannahari", dan lain-lain. Jika terkait waktu, maka azan pun menjadi salah satu pengingat yang paling vital. Dan lagi-lagi, Allah menunjukkan cinta-Nya lewat azan.
Azan menjadi batasan antara satu waktu salat dengan salat yang lain. Dalam rentang waktu tersebut, azan mengingatkan agar salah satunya diisi dengan salat. Lalu setelah salat, manusia diperintahkan untuk berusaha meraih dan medapatkan fadhilah Allah. Fadhilah yang sederhananya bisa berbentuk amal sholih. Perbuatan yang terus menerus diperbaiki hingga menjadi semakin baik.
Kata baik dalam bahasa Indonesia, jika merujuk ke bahasa arab, maka akan didapatkan, setidaknya: hasan, khoir, birr, ma'ruf dan sholih. Semuanya memiliki perbedaan konteks. Hasan, menitikberatkan pada baik menurut pendangan akal, hawa, dan panca indera. Khoir, baik yang bersifat universal. Birr lebih kepada baik dalam perbuatan dan akhlak. Ma'ruf baik yang relatif. Dan sholih adalah puncak dari semua itu.
Nah, lewat azan, Allah mengingatkan manusia agar melakukan amal shalih yang mencakup segala dimensi.
Bersambung...
Allahu a'lam bisshowab
Pondok Labu
Komentar
Posting Komentar