Pergantian malam dan siang

"Qul aroaitum in ja'alaallahu 'alaikum al-laila sarmadan ila yaumil qiyamah, man ilahun ghoirullahi, yatikum bidhiyaa, afala tasma'un. Qul aroaitum in ja'alallahu 'alaikum an-nahaari sarmadan ila yaumil qiyamah, man ilahun girullah yatikum bilailin taskunuuna fiihi afala tubshirun. Wa min rohmatihi ja'ala lakum al-laila wa an-naharo litaskunuu fiihi wa litabtaghu min fadhlihi wa la'allakum tasykuruun (Al-Qoshosh; 71-73)

Lagi-lagi Kulub diperlihatkan ayat-ayat yang menarik perhatian dan keisengannya. Pertama. Di ayat-ayat tersebut, Allah seakan mengajak diskusi manusia. Pun mengajak agar membayangkan tentang penciptaan malam dan siang. Lalu bertanya apakah manusia memperhatikan tentang penciptaan malam dan siang.

Manusia disuruh membayangkan sekaligus merenungkan; bagaimana jika sampai hari kiamat, dunia ini malam terus menerus? Atau siang terus menerua? Jika ini adalah analogi,  bagaimana jika kata malam itu sebagai gelap dan siang sebagai terang. Bagaimana jika dunia terus menerus gelap? Pun sebaliknya, bagaimana jika terus menerus terang?

Seperti ada keseimbangan yang mesti ada dalam kehidupan. Pun dalam diri manusia. Ada sisi gelap dan terang. Termasuk dimensi lahiriah dan batiniah. Fisik dan metafisik. Termasuk fiqih dan tasawuf. Semuanya mesti diseimbangkan. Tidak terlalu condong ke salah satunya. Apakah ini "khoirul umuuri ausathuha", sebaik-baiknya urusan adalah yang di tengah-tengah alias seimbang?

Kedua, Allah dan Nabi Muhammad menegaskan bahwa tiada Tuhan selain Allah. Ini terkait syahadat. Ini terkait tauhid. Dengan menghadirkan cahaya ketika malam, keadaan gelap. Allahlah yang menciptakan dan menyediakan cahaya itu. Pun siang ketika manusia banyak beraktifitas dan bekerja, Allah menyediakan malam untuk beristirahat. Agar manusia bisa melepas lelah. Agar manusia mendapat ketenangan dari istirahatnya tersebut. Ini penegasan alias bukti tentang kekuasaan-Nya. Penguatan tauhid dalam diri manusia.

Ketiga, dalam ayat-ayat tersebut seperti ada interaksi mesra antara Allah, Nabi Muhammad, dan manusia. Interaksi tegas tentang cinta dan kasih sayang.  Allah melalui malaikat Jibril memerintahkan pada Muhammad agar mengatakan pada manusia agar merenungkan pergantian malam dan siang. Kata "qul" adalah kata Allah. Sisanya, adalah kata-kata Allah yang disampaikan Nabi Muhammad. Objek sekaligus subjeknya adalah manusia.

Keempat, penggunaan kata-kata yang menarik, yaitu "aroaitum", kemudian kata "al-lailu" dan "dhiya-u" yang dihubungkan dengan kata "tasma'un". Ya, Allah menggunakan kata yang jika dibahasa-indonesiakan berarti "apakah kalian tidak memperhatikan?" Kulub tertarik pada kata "tasma'un" yang lebih dekat dengan aktifitas mendengar. Dan tentu saja sangat dekat dengan indera telinga.

Apakah malam menyimpan suara-suara yang manusia mesti mendengarnya? Suara apa? Sementara Allah menyatakan bahwa Allah menyediakan cahaya. Cahaya yang lebih identik dengan indera mata. Penglihatan manusia. Apakah ini seperti proses penerimaan wahyu pertama Nabi Muhammad? Ketika Jibril "membelah" dada Nabi Muhammad? Ataukah ini terkait "Nur Muhammad"? Ataukah cahaya yang dimaksud adalah ilmu, seperti pendapat Al-Imam Al-Ghazali, "al-'ilmu nuurun", ilmu itu cahaya? Atau ini terkait kelemahan indera mata yang lebih dekat dengan akal, sementara indera telinga lebih dekat dengan hati?

Lalu kata "tubshiruun" yang digunakan untuk melihat siang. Kata ini lebih dekat dengan kegiatan melihat dengan hati. Apakah setiap kegiatan manusia di siang hari mesti diiringi penglihatan hati? Hingga ketika malam hari manusia bisa mendapat ketenangan. Tak ketinggalan, kata "aroaitum" yang digunakan di awal-awal ayat. Kata ini lebih dekat dengan aktifitas melihat dengan akal. Kegiatan berpikir dan menganalisa.

Karenanya, sepertinya Allah pun memerintahkan manusia untuk menggunakan hati dalam menangkap ayat-ayat Allah. Kemudian merenungkannya, memikirkannya, menelitinya, dan menganalisanya dengan akal dan indera.

Pertanyaannya, untuk apa semua itu?

Ayat selanjutnya pun menjelaskan tentang bukti cinta Allah. Rahmat Allah. Siang dan malam adalah bentuk kasih sayang dan cinta Allah kepada manusia. Semuanya itu agar manusia mendaoatkan ketenangan dan kedamaian. Selain itu agar manusia bisa mencari lalu mendapatkan fadhilah (keutamaan) hidup yang Allah berikan. Lalu muaranya adalah menjadikan manusia, hamba-hamba yang bersyukur. Bergembira dengan segala bentuk kasih sayang dan cinta Allah yang telah disyahadatkan manusia sejak dalam kandungan ibu. "Alastu birobbikum. Qoolu balaa syahidna".

Allahu a'lam bisshowab.

Pondok Labu

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tulisan ++ tentang ++ ( melihat: Nazhoro, Ro-a, dan Bashoro)

Pemahaman "Lughotan" dan "Ishthilahan".

Membaca Sastra, Membaca Diri: mengenal Ilahi (bag-9)