Pacaran pertama setelah nikah

Setelah zuhur, Kia layaknya anak kecil minta mainan. Usai salat berjamaah, cium kening dan cium yang lain, ia bergelayut manja ke Kulub. "A, kita nonton yuk," ucapnya sambil meletakkan kepalanya ke dada Kulub.

Kulub heran. Dan mempertanyakan keinginan Kia yang mau nonton Milly dan Mamet. "Kalau filmnya masih ada, ya udah ayo," ucap Kulub lalu mencium kening Kia. Layaknya orang kebelet, Kia langsung mengambil hp, dan langsung mencari bioskop mana yang masih menayangkan film itu. Pilihan, jatuh ke Bintaro Xchange.

Dan ini, hari pertama mereka keluar sebagai suami istri. "Ini ngedate pertama kita setelah nikah, A," ucap Kia masih bernada manja.

"Ah, kita kan ngedate tiga hari tiga malam,' seloroh Kulub. Kia langsung mencubit tangan Kulub. "Sekalian kita bicarakan rencana ke depan ya, De?" lanjut Kulub yang langsung diiyakan Kia.

"Mau berangkat kapan, A? Ini jadwalnya ada yang setelah magrib ada yang malam jam setengah sepuluh."

"Kita nontonnya yang malam saja, tapi berangkatnya setelah salat asar, gimana?"

"Boleh, A. Terserah Aa aja. Ade mah ngikutin,"

"Ya udah, mumpung ada waktu, kita lanjutin itu yuk," berganti Kulub yang manja.

"Apaan sih, A"

"Itu," jawab nakal Kulub.

(Sampai sini, kelanjutannya tak perlu saya ceritakan).

Usai salat asar, gerimis kecil membasahi bumi. Ada rasa enggan meninggalkan kamar di diri Kulub. Namun, karena melihat Kia begitu antusias, Kulub pun bersiap-siap.

Perjalanan pertama mereka ditemani gerimis kecil. Perjalanan Pondok Labu-Bintaro yang cukup padat tak mampu membuat mereka hilang semangat. Setelah parkir di pintu utara. Mereka naik jalan bergandengan tangan menuju lantai paling atas.

Dua pesan tiket sudah di tangan. Wajah Kia begitu ceria. Tiba-tiba Kulub teringat sesuatu. "De, bukannya Ade dah pernah nonton film ini ya?"

"Gak tau, Ade lagi pengen nonton film ini aja ama Aa."

Usai salat magrib, mereka cari tempat untuk makan sekalian ngobrol. Tentu saja tempat yang bisa untuk Kulub merokok. Mereka membicarakan tentang beberapa rencana mengembangkan usaha.

Tak terasa, hampir jam setengah sepuluh. Mereka kembali ke XXI. Studio 5 yang menayangkan film Milly dan Mamet, lagi-lagi mereka diberi keleluasaan untuk bermesraan. Pasalnya, tak lebih dari 10 orang yang menonton.

Kenakalan Kulub kambuh. Ia berpikir sudah halal. "Daripada mereka yang ke bioskop dengan pacar, selain nonton, tapi tangan si laki-laki kemana-mana," batin Kulub setelah mengingat cerita perempuan temannya temannya.

Kulub dan Kia berkali-kali tertawa. Pun penonton yang lain. Akhirnya, Kulub mengerti kenapa Kia begitu manja ingin menontin film ini.

Ada sedikit pelajaran tentang suami istri dalam berumah tangga. Bagaimana bersikap kepada mertua, bagaimana menyikapi perbedaan yang ada. Terlebih, profesi Milly dan Mamet hampir sama dengan Kulub dan Kia. Sama-sama pengusaha. Kia seakan ingin memberitahu Kulub ketika mereka punya anak kelak.

"Makanya, Aa ajak bicarain bagaimana membangun dan mengembangkan usaha kita. Biar ketika suatu saat Kia hamil, usaha kita bisa berjalan dengan sendirinya. Dan kita berdua bisa fokus pada anak kita," jelas Kulub dalam perjalanan pulang yang masih gerimis. "Yang pasti, apapun yang akan kita kerjakan ke depan, persoalan apapun yang akan kita hadapi ke depan, mesti inget dengan kasih sayang dan cinta kita," lanjut Kulub.

"Iya, A. Kia yakin kok ama Aa. Ama kita berdua."

"Ya De. Apapun kalau dikerjakan dan dihadapi bersama, akan lebih ringan."

"A, kalau punya anak, mau dinamain siapa?"

Pondok Labu

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tulisan ++ tentang ++ ( melihat: Nazhoro, Ro-a, dan Bashoro)

Pemahaman "Lughotan" dan "Ishthilahan".

Membaca Sastra, Membaca Diri: mengenal Ilahi (bag-9)