Hanzi: strategi perang dan politik. Sebuah interpretasi tranjal-tronjol (bag.1)

Laiknya sepasang kekasih, terlebih capten (calon pengantin), Kulub dan Kia membicarakan apapun. Komunikasi dan interaksi ini untuk membangun dan memperkokoh hubungan mereka berdua. Seperti siang ini, setelah mendatangi teman pemilik katering untuk konsumsi akad pernikahan, mereka mampir makan siang di warung soto mie Bogor. Politik, menjadi salah satu yang diobrolkan. Pasalnya, sosial media mereka berdua masih dipenuhi kampanye kedua capres.

Kia mengatakan kepada Kulub mulai bosan dan capek dengan gambar-gambar, berita, dan hal-hal terkait pilpres yang belum tentu kebenarannya. Kia mempertanyakan perihal sikap kritis dan kehati-hatian seseorang dalam menerima dan menyebar informasi yang masuk di sosial media. Bahkan, Kia ingin keluar dari group di Whatsapp yang lebih sering berisi kampanye pilpres. Tapi, itu diurungkan, lantaran ia masih ingin bersilaturahmi lewat group tersebut.

Kulub tak menimpali. Soto mie telah tersaji. Tak perlu waktu lama, Kulub menikmatinya dengan tambahan sambal, perasan jeruk limau, dan tak ketinggalan kerupuk. Ya, Kia memahami situasi. Ketika makan, Kulub tak akan bicara.

Soto mie ludes. Teh manis hangat ditambah segelas air putih telah diseruput Kulub sebagian. Setelah mengelap bagian mulutnya dengan tisu, Kulub berpantun; "ke pengajian kagak pake songkok, sungguh malem kayak penuh cahaya. Abis makan kagak ngerokok, sungguh asem kayak ketek Kia". Kulub tertawa. Tak lama ia bakar ujung Pilter. Menghisapnya sambil memejamkan mata. Kia tampak gemas.

Setelah hisapan kedua, Kulub bercerita tentang beberapa sajak Hanzi yang awalnya adalah fabel dalam sejarah Tiongkok. Dalam buku tersebut berisi 36 strategi, mengulas tentang taktik-taktik dalam dunia militer. Terutama terkait perang. Orang-orang Tiongkok menyebutnya sebagai strategi dasar dalam perang. Bahkan, konon 36 strategi ini telah diterjemahkan pada pendidikan militer barat.

Kulub menduga strategi ini sangat erat dengan dunia politik yang sarat kompetisi, intrik, dan bagaimana mengalahkan musuh serta lawan agar bisa merebut kekuasaan.

Strategi pertama. "Perdaya Langit untuk melewati Samudra. Bergerak di kegelapan dan bayang-bayang, menggunakan tempat-tempat tersembunyi, atau bersembunyi di belakang layar hanya akan menarik kecurigaan. Untuk memperlemah pertahanan musuh anda harus bertindak di tempat terbuka menyembunyikan maksud tersembunyi anda dengan aktivitas biasa sehari-hari."

Ada tiga kalimat pada sajak alias strategi tersebut. Pertama, "Perdaya Langit untuk melewati Samudra".

Perdaya atau memperdaya dalam KBBI diartikan sebagai melakukan tipu muslihat; menipu. Sementara kata langit yang digunakan sepertinya masuk dalam kategori majas. Jika demikian, maka kata langit memiliki banyak arti dalam sajak ini.

Langit bisa berarti sesuatu, seseorang, atau hal yang di atas. Di atas seseorang. Bisa atasan, penguasa, bos, dan lain-lain. Kaitannya dalam dunia politik dan kompetisi, langit di sini bisa diartikan sebagai orang-orang yang berkedudukan, yang memiliki kkkuasaan di kubu lawan.

Perdaya langit, bisa diartikan sebagai, berikan muslihat kepada orang-orang yang berkuasa atau berkedudukan tinggi pada kubu lawan.

Selain itu, langit pun bisa dilihat sebagai sesuatu yang luas. Ini bisa diartikan juga sebagai orang-orang atau masyarakat secara umum. Apakah di pihak lawan atau kawan. Maksudnya, seseorang membuat muslihat agar bisa dilihat banyak orang. Tujuannya, agar pembuat skenario, pembuat muslihat tersebut bisa menyebrangi lautan. Bisa mencapai tujuan yang diinginkan.

Bisa juga perdaya langit untuk melewati samudera diartikan sebagai pengalihan isu. Agar fokus orang-orang berkumpul pada langit.

Langit dan samudera mengingatkan pada nelayan. Terutama nelayan tradisional. Untuk pergi melaut, konon, mereka menggunakan hukum alam, yaitu melihat langit. Kemampuan ini bersumber dari pengalaman turun temurun. Misalnya, jika seorang nelayan melihat bintang di langit pada posisi tertentu, lalu merasakan angin berbeda dari biasanya, mereka akan menghindari jalur ini. Dan titik-titik dimana ikan berkumpul pun diketahui secara insting. Semuanya untuk satu: mendapatkan ikan.

Begitu pula dalam strategi mengalahkan musuh. Ketika pimpinan di pihak musuh sudah terpedaya, kena tipu muslihat, maka mudah untuk mencapai kemenangan.

Namun, jika dilihat kelanjutan sajak Hanzi ini. Perdaya langit untuk menyebrangi samudera lebih kepada posisi. Ini dijelaskan di kalimat selanjutnya: "Bergerak di kegelapan dan bayang-bayang, menggunakan tempat-tempat tersembunyi, atau bersembunyi di belakang layar hanya akan menarik kecurigaan."

Lalu dipertegas pada kalimat selanjutnya. "Untuk memperlemah pertahanan musuh anda harus bertindak di tempat terbuka menyembunyikan maksud tersembunyi anda dengan aktivitas biasa sehari-hari."

Ini terkait kemampuan menyembunyikan maksud. Seperti topeng. Seperti ular berkepala dua. Ketika berada di depan musuh, kita menampakkan dan bersikap biasa. Ini untuk meredam kecurigaan pihak lawan. Ketika pihak lawan curiga, maka kewaspadaannya akan meningkat. Kalau sudah begitu, maka akan sulit untuk mengalahkannya.

Dalam konteks politik kekinian, sikap seperti ini sering dipertunjukkan. Bagaimana antar kubu yang beroposisi, menampakkan hal biasa dan wajar. Bahkan, bisa ngopi, makan, dan ketawa bareng. Di balik semua itu, ada hal yang tersimpan dan tersembunyi. Jika terkait kekuasaan, maka target meraih kekuasaan lah yang disembunyikan. Ini untuk membuat kewasapadaan lawan politik menurun. Di saat seperti itulah, mereka bisa dengan mudah dikalahkan.

Perdaya langit untuk menyebrangi lautan jika diturunkan pada konteks perpolitikan dan media sosial kekinian. Strategi ini sepertinya dipakai oleh mereka (para oknum) yang ingin meraih kekuasaan. Contohnya, masyarakat yang terpecah ke dalam dua kubu. Kubu pendukung paslon 01 dan paslon 02 pada kompetisi untuk menjadi presiden.

Gambar-gambar, kata-kata, bahkan tak jarang hoax berseliweran di media sosial. Dan sayangnya, tak sedikit masyarakat yang termakan isu-isu yang berseliweran tersebut.

Dan benarlah "Bergerak di kegelapan dan bayang-bayang, menggunakan tempat-tempat tersembunyi, atau bersembunyi di belakang layar hanya akan menarik kecurigaan". Lantaran banyaknya hoax yang tersebar, membuat publik bertanya-tanya: siapa di balik semua ini? Untuk apa hoax ini disebar?

Seiring maraknya hoax, terlebih yang terkait dengan menjelek-jelekkan satu kubu, malah akan membuat masyarakat perlahan sadar tentang kehadiran hoax. Dan ini bisa menjadi bumerang alias senjata makan tuan bagi pihak yang menyebarkannya.

Meskipun, hoax atau berita-berita bohong memang pernah terbukti ampuh untuk meruntuhkan lawan. Contohnya yang terjadi di Libia dan irak.

Strategi yang digunakan adalah memberikan pandangan kepada masyarakat tentang pihak lawan. Tentu saja hal-hal yang negatif.

Bersambung.....

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tulisan ++ tentang ++ ( melihat: Nazhoro, Ro-a, dan Bashoro)

Pemahaman "Lughotan" dan "Ishthilahan".

Membaca Sastra, Membaca Diri: mengenal Ilahi (bag-9)