Kentut
Kentut itu kebutuhan dan hak dasar setiap orang. Bahkan menyehatkan. Jika berhari-hari tak kentut, bakalan berabe. Betapa tidak enaknya hidup, terutama bagi perut jika tak kentut.
Dan saat ini, Kulub seperti melihat orang-orang tengah berlomba-lomba kentut. Saling mengentuti. Bahkan tak sedikit menegaskan kentutnya lah yang paling sakti. Paling garang. Paling terang. Paling benar. Paling menyehatkan. Lantaran tak sedikit yang mengatasnamakan agama, negara, dan rakyat. Lantaran tak sedikit yang mengusung kesejahteraan dan kepentingan rakyat. Padahal ini perkara kekuasaan dan kepentingan lima tahun ke depan.
Prinsip lempar batu sembunyi tangan untuk urusan kentut, kini tak laku. Masing-masing pendukung tak ragu menyuarakan dan menggemakan kentutnya. "Ini untuk perubahan negeri agar lebih sehat", "ini untuk membela agama yang kita yakini", "ini untuk kesejahteraan rakyat bersama, makanya jangan salah pilih", "pihak sana, pro asing dan aseng", "pihak sana belum berpengalaman", dan kalimat-kalimat lain yang semuanya bagi Kulub, benar-benar seperti kentut.
Kulub berkelakar pada Kia, istrinya. Tipe kentut bermacan-macam. Itu tergantung orangnya. Ada yang dikeluarkan oleh orang-orang sopan. Kentutnya tak bersuara. Ada kentut orang-orang pemalu. Kentut orang jenis ini bersuara pelan. Bahkan sangat pelan. Seperti berdesis. Seperti suara balon yang kempes. Ada lagi orang-orang yang kreatif. Kentut yang dihasilkan berirama. Lalu ada kentut dari orang-orang nekat dan pemberani. Meski terlihat tak sopan orang jenis ini akan kentut dengan suara lantang. Bagaimanapun, namanya kentut, kemungkinan besarnya hanya menghasilkan dua hal: bunyi dan bau. Walau ada kentut yang berirama, tetap saja tak merdu di telinga.
Fenomena kentut ini karena terkait suara. Sayangnya, kebanyakan orang lebih fokus ke bunyi daripada suara. Keduanya jelas beda. Sederhananya, bunyi dihasilkan dari gelombang longitudinal. Sementara suara lebih kepada energi-energi yang dihasilkan dari gelombang-gelombang tersebut.
Sejatinya yang disasar dan ditarget dari pemilihan umum ini adalah suara. Suara yang nantinya sampai ke nada hingga menghasilkan musik lalu simfoni yang aduhai. Sayangnya, di tataran bunyi saja orang-orang sudah terbelah. Orang-orang seakan memaksakan bunyi yang sama.
Padahal namanya bunyi tak akan pernah sama. Alamiahnya begitu. Nah, ini malah meributkan, memperdebatkan, bahkan menyalah-nyalahkan bunyi orang lain yang berbeda dalam pilihan dan dukungan.
Padahal namanya bunyi tak akan pernah sama. Alamiahnya begitu. Nah, ini malah meributkan, memperdebatkan, bahkan menyalah-nyalahkan bunyi orang lain yang berbeda dalam pilihan dan dukungan.
Karenanya Kulub tak heran, hingga pemilu dilaksanakan nanti, fenomena kentut ini tak akan selesai. Bahkan mungkin akan berlanjut hingga pemilu selesai dilaksanakan.
Kulub mengatakan berkali-kali pada Kia, istrinya. Jika ingin harmonisasi dan simfoni indah tercipta. Kentut mesti dibiarkan alamiah. Sesuai kodratnya: berbeda-beda. Tak perlu menjelek-jelekkan kentut orang lain, karena kentut sendiri belum tentu lebih merdu. Gak perlu menfitnah orang lain dengan mengatakan bau kentut mereka lebih busuk, karena fitnah itu sendiri lebih busuk dari kentut paling busuk. Dan gak usah memaksa orang lain untuk menyamakan apalagi mengikuti kentut kita, karena pada dasarnya kentut setiap orang berbeda-beda.
Prinsip dasar yang perlu dijaga dalam kentut adalah prinsip kesehatan dan kerahasiaan. Sehatnya, karena ini terkait diri dan negara lima tahun mendatang. Setiap orang berhak untuk kentut. Ini urusan kesehatan dan keberlangsungan hidup. Jangan memaksakan mereka agar punya kentut yang sama. Apalagi melarang orang-orang untuk kentut, lantaran kentutnya berbeda. Rahasianya, karena urusan politik memang tak jauh dari kepentingan dan kekuasaan. Begitu pula dengan kentut, tak perlu digembar-gemborkan bahwa kitalah yang kentut. Cukup Tuhan dan kita yang tahu. Sementara orang lain cukup merasakannya. Jika busuk, palingan mereka akan tutup hidung dan menjauh. Jika tidak, selain perut, perasaan kita pun semakin lega.
Meski banyak yang mengutarakan alasan-alasan logis terkait kentut. Meski tak jarang yang menyatakan dukungan karena murni ingin perubahan. Pun tak sedikit yang bilang tak punya kepentingan apapun dalam dukungannya kepada salah satu calon presiden dan calon wakil presiden, tetap saja itu mewakili kepentingan dan kekuasaan calon yang didukung. Malah, bisa jadi, yang bersangkutan tak sadar sudah menjadi korban kentut yang disembunyikan oknum-oknum politik dalam meraih kekuasaan.
Politik praktis dan politik elektoral, termasuk kentut dan baunya, pasti akan menyebar kemana-mana. Kulub dan kia, dan orang-orang lain pun ikut merasakan paparan radiasinya. Di facebook, twitter, hingga group di Whatsapp, tak sedikit di antara teman, bahkan saudara yang tegang lantaran berbeda pilihan.
Kulub mengatakan pada Kia, agar tidak perlu komentar, tak perlu menanggapi, siapapun yang menyebar hal-hal terkait politik elektoral capres dan cawapres. Sebab itu hanya seperti kentut dengan suara nyaring di depan orang-orang. Seberapapun sehatnya bagi perut, seberapapun plong dan melegakannya bagi perut, tetap saja itu kentut. Sesuatu yang mesti disalurkan pada tempat, kondisi, dan situasi yang tepat.
Kulub mengatakan pada Kia, agar tidak perlu komentar, tak perlu menanggapi, siapapun yang menyebar hal-hal terkait politik elektoral capres dan cawapres. Sebab itu hanya seperti kentut dengan suara nyaring di depan orang-orang. Seberapapun sehatnya bagi perut, seberapapun plong dan melegakannya bagi perut, tetap saja itu kentut. Sesuatu yang mesti disalurkan pada tempat, kondisi, dan situasi yang tepat.
Jika ada yang menyebar informasi terkait capres dan cawapres, terlebih hanya berisi menjelek-jelekan pasangan capres dan cawapres tertentu, apalagi hoax, bilang aja dalam hati: kentut! Prett!
Allahu a'lam bisshowab
Pondok Labu.
Komentar
Posting Komentar