Mengenal diri agar Mengetahui Allah lewat Sastera dan Kesusasteraan (bag.9)

Sistem Kesusastraan Melayu.

Dalam tradisi Sufi, pembentukan sistem karya sastra adalah sejumlah pemahaman tertentu tentang proses penciptaan yang "meniru" paradigma penciptaan Allah, yaitu penciptaan melalui manusia. Seperti tradisi budaya Islam manapun, tradisi sufi Melayu menganggap hanya Allah saja sebagai Pencipta sejati.

Ilmu Allah mengandung ide-ide umum (ayan sabita) tentang semua benda; sedangkan Kodrat-Nya sebagai Rahmat, menampilkam ide-ide umum tersebut sebagai benda-benda dalam alam syahadat (dunia ciptaan).

Ada dua proses yang dialami manusia dalam dalam proses penciptaan tersebut. Pertama, tahap reseptif. Pada tahap ini manusia mampu menerima pancaran tenaga kreatif Allah yang menyerupai cahaya. Nur Muhammad.

Ya, Nabi Muhammad adalah logos azali (logos bisa berarti, kata, jejak, langkah, pandangan, dan ilmu). Pancaran cahaya itu turun dari Allah. Lalu melimpah ke dalam kalbu nurani (sirr/rahasia) penyair atau hati safinya. Cahaya nurani (ilham) yang kreatif yang "menyinari" itulah yang kemudian menjadikan nyata ide-ide umum yang terkandung di dalam kalbu rohani. Selanjutnya ide umum seolah-olah bertransformasi di hati jasmani (fisik) di alam khayal. Dan ini kemudian menjadi sebuah ide khusus atau ide citra (makna, arti, isi). Ide-citra ini membentuk "struktur mental" dari sebuah karya sastra yang belum jadi (atau masih dalam potensi saja).

Tahap kedua adalah tahap agentif. Ini adalah tahap proses penciptaan. Selama masa pengarangan, penyair menyesuaikan "struktur mental" karangannya dengan kata-kata yang ditulis atau berbunyi (bunyi, lafz). Dan ini disebut struktur verbal. Tahap ini menghasilkan sebuah karya (karangan, rencana, dll) sebagai sesuatu yang sudah jadi atau sudah ada (aktual).

Maka sifat karya sastra paling mustahak (pantas) ialah kamal (kesempurnaan rohani) dan manfaat (faedah). Karya sastra yang mengandung makna agama, mistik atau makna didaktik, yang tersembunyi di dalam struktur karangan yang paling hakiki. Dan yang bisa diterima oleh kalbu rohani dan akal pembaca.

Selain itu, yang tak kalah penting adalah sisi keindahan. Yakni penjelmaan keelokan Ilahi yang dapat dirasakan dengan pancaindera dan dikenali dengan jiwa atau hati. Dengan demikian, proses penciptaan akan menghasilkan sebuah sistem kompleks dari "keselarasan dan ketidakselarasan" dalam pandangan penciptaan manusia. Ada dua hal yang dilihat sejajar dalam proses penciptaan manusia dalam karya sastra. Dua sisi yang sejajar. Satu sisi adalah penciptaan Tuhan. Sisi yang lain adalah penciptaan manusia.

Dari sisi Tuhan; Pencipta (khalik) yang tidak dinyatakan, di sisi penciptaan manusia; berupa Nur Muhammad yang (bisa) dinyatakan. Sisi Tuhan, berupa Ide-ide umum, sisi manusia berupa ide-ide citra khusus (makna, arti, isi). Sisi Tuhan berupa Struktur mental, sisi manusia berupa struktur verbal (lafz, bunyi). Sisi Tuhan berupa Kamal (kesempurnaan), di sisi manusia berupa manfaat (faedah).

Keselarasan antara; persepsi dengan kalbu rohani, persepsi dengan akal, persepsi dengan jiwa akan membentuk "saluran" yang menghubungkan antara pengarang dengan Tuhan sebagai pemberi kreatif, pada satu pihak, dan dengan pembaca sebagai perseptor karya yang diciptakan, pada pihak yang lain.

Sistem keselarasan itu berawal dari Khalik kemudian Nur Muhammad yang selaras dengan bentuk kamal. Lalu ide-ide umum yang selaras dalam bentuk faedah. Ide-ide citra khusus yang selaras dengan struktur mental yang kemudian lahirlah keindahan. Lalu struktur verbal. Dan terakhir persepsi karya dengan kalbu rohani/akal/jiwa.

Bersambung...

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tulisan ++ tentang ++ ( melihat: Nazhoro, Ro-a, dan Bashoro)

Pemahaman "Lughotan" dan "Ishthilahan".

Membaca Sastra, Membaca Diri: mengenal Ilahi (bag-9)