Membaca Sastra, Membaca diri; Mengenal Ilahi (bag-1)

Membaca Sastra, Membaca diri: mengenal Ilahi (bag-1)

(Nur Muhammad, Keterhubungan Alam Semesta dan Manusia dalam sifat, zat dan Asma Allah.)

Banyak cara yang bisa dilakukan untuk mengenal dan mengetahui Allah. Di antaranya adalah dengan mengenal dan mengetahui diri kita sendiri. "Man 'arofa nafsahu, 'arofa robbahu". Untuk ini pun banyak caranya. Salah satunya adalah dengan membaca karya-karya sastra. Terutama karya-karya Sufi dalam tradisi mistik Islam.

Mungkin, ada yang bertanya-tanya; apa kaitannya sastra dengan mengenal diri sendiri? Apa hubungannya sastra dengan mengenal Allah? Apa pula korelasinya antara sastra karya para sufi dengan mengenal diri sendiri lalu mengenal Allah?

Oke, sambil nyantai, kalau perlu buat kopi, susu, kopi susu, teh, teh susu, atau apapun yang bisa buat nyaman. Kalau yang buat nyaman adalah bahu pasangan, pinjam sebentar padanya. Sebab, tulisan ini rada panjang. Makanya, saya akan bagi ke beberapa bagian. Ya, semacam potongan-potongan puzzle.

Bismillahirrohmanirrohim.

Sederhananya tasawuf itu kesungguhan seseorang dalam membersihkan diri dan mensucikan jiwa atau rohaninya. Agar lebih dekat kepada Allah. Dan Sufi adalah pelaku alias orang yang menjalani dan mendalami tasawuf. Apa dan bagaimana dan mungkin untuk apa tasawuf, kapan-kapan kita bahas.

Nah, Al-Imam Al-Ghazali menyebut tasawuf sebagai jiwanya Islam. Ruhnya (agama) Islam. Kalau diibaratin cinta, ya seperti itu. Hidup tanpa cinta bagai taman tak berbunga. Punya pacar tapi tak seperti tak punya pacar. Gak ada cinta, hampa, hambar, tak menggairahkan, tak membuat semangat. Kira-kira tasawuf pun begitu.

Sejak akhir abad ke-14, terutama abad ke-16 sampai abad ke-17, tasawuf memiliki peran penting dalam sejarah, agama, dan budaya Indonesia. Termasuk sastra Indonesia, yang kala itu masih sastra Melayu.

Sastra karya para Sufi identik dengan upaya sadar mereka dalam memahami betapa istimewanya alam yang kemudian dituangkan dalam kata-kata (world in words). Dan yang mereka bahas tak jarang tentang hubungan alam dengan jagat raya (makrokosmos) dan manusia (mikrokosmos). Menggambarkan tentang alam dan susunan jagat raya yang dihubungkan dengan wujud diri manusia melalui simbol-simbol dan lambang-lambang.

Seperti Tujimah dalam buku Asrar Al-Insan fi ma'rifa al-Ruh wal-Rahman (Jakarta 1961) yang menyatakan hal atau sesuatu yang diciptakan Tuhan pertama kali adalah Nur Muhammad. Cahaya Muhammad. Cahaya yang terpuji. Beberapa tokoh Sufi menafsirkan dan menggambarkan Nur Muhammad dengan manusia yang berkepala, bertangan, berkaki, bertubuh, bermata, bertelinga, dan lain-lain. Namun, masih bersifat rohani dan nurani. Dan Sufi yang lain, ada yang menyimbolkan dengan burung.

Nur Muhammad tersebut kemudian "ditilik" dengan "tilik Jabbar" hingga menjadikan Nur Muhammad itu berpeluh. Peluh di kepala memunculkan malaikat. Peluh di wajah memunculkan Arsy Allah, Kursi Allah, "lauh mahfuz", kalam suci, matahari, bulan, bintang, dan binatang laut. Peluh di dada melahirkan para nabi, wali solihin, dan ulama. Peluh di dahi melahirkan umat Islam. Peluh di telinga melahirkan pemeluk agama Yahudi dan Kristen. Peluh di kaki melahirkan bumi dan segala isinya. Tak hanya Asrar Al-Insan fi ma'rifa al-Ruh wal-Rahman, Risalat Ikhwan As-Safa pun membahas hubungan alam semesta (makrokosmos) dan manusia (mikrokosmos) yang dituangkan dalam simbol-simbol dan lambang-lambang.

Vladimir I. Braginsky pada buku Tasawuf dan Sastera Melayu. Kajian dan Teks-Teks (Jakarta, 1993), menukil buku "Lima Karangan Falsafah yang berpokok "Afak wa Anfus" karya Bertjeks A.E" (Moskow, 1970) memberi contoh terkait hubungan alam dan manusia.  Seperti "Mirat Al-Muhaqqiqin" karya Sa'duddin Mahmud Syabistari.

Syabistari mengumpamakan gunung serupa tulang. Pepohonan serupa rambut di kepala. Tumbuhan-tumbuhan kecil seperti bulu roma. Di bumi ada tujuh iklim, dan di tubuh ada tujuh bagian: kepala, dua tangan, dua kaki, pinggang, dan perut. Di bumi ada gempa, di tubuh ada bersin. Di bumi ada anak sungai, di tubuh ada saluran darah. Sumber-sumber pahit dan asin di tubuh seperti air liur, air mata, dan lain-lain. Kemudian Syabistari yang meninggal tahun 1320 membandingkan (untuk melihat keserupaan) tubuh dengan langit.

Di langit ada 12 bagian "mintakatulburuj", dan di tubuh ada 12 liang (lubang). Di langit Ada 28 rumah perhentian (manzil) bulan, di tubuh ada 28 saraf. Di langit Ada 360 "darojah", di tubuh ada 360 urat. Ada 7 planet, ada 7 anggota yang mengendalikan tubuh. Di langit banyak bintang, di tubuh ada banyak kekuatan (quwwah). Langit dilingkungi 4 unsur, tubuh dilingkupi 4 cairan. Dan seterusnya.

Al-Imam Al-Ghazali tak ketinggalan, ikut mengemukakan hierarki tiga alam, yaitu "mulk", "jabarut", dan "malakut". Ketiganya terdapat sekaligus di makrokosmos (alam semesta) dan di mikrokosmos (manusia). Alam "mulk" merupakan alam lahir, jasmani, zahir, yang dapat dirasai dengan pancaindera. Alam "malakut" sebaliknya, ialah alam batin dan rohani yang tidak dapat disentuh dengan pancaindera. Sedangkan alam "jabarut" adalah alam yang menghubungkan alam "mulk" dan "malakut". Alam ini yang "dikuasai" oleh asma (nama-nama) Allah.

Pada manusia, alam "mulk" adalah tubuh: daging, tulang, darah, dan lain-lain. Alam "malakut" adalah akal dan sifat-sifat dari intipati manusia: hayat, ilmu, tekad, dan lain-lain. Sementara "jabarut" adalah panca indera: indera penglihatan, pendengaran, dan lain-lain, yang menghubungkan alam jasmani dan alam rohani.

M. Saeed Sheikh, dalam buku Al-Ghazali; dalam: M.M Sharif (ed), "A history of Muslim Philosophy. Vol. I (Weisbaden, 1963) mengatakan tentang pengikut Ibn Arabi (wahdat al-wujud) yang berpendapat ada alam keempat yang paling tinggi, yaitu alam "lahut". Alam ini adalah alam Zat Allah yang sekaligus menjadi intipati manusia yang paling hakiki dan terdalam.

Nah, penjabaran dan pendeskripsian keterhubungan alam semesta dan manusia tersebut, oleh para Sufi direduksi menjadi keterhubungan sifat dan zat. Misalnya dalam Ghulshan-i Raz yang diterjemahkan dari bahasa parsi oleh E.H Whinfield menjadi The Mystic Rose Garden (Lahore.1978) yang menyatakan mata dan bibir manusia dipandang sesuai dengan sifat Jalal dan Jamal. Bulu roma di wajah disamakan dengan alam arwah. Ikal rambut disamakan dengan dunia yang bisa dirasakan dan disentuh oleh pencaindera.

Simpelnya begini. Karya-karya sastra para Sufi, memberi gambaran bahwa kita dan alam semesta memiliki keserupaan. Allah menciptakan segala bermula dari Nur Muhammad. "Min nafsin waahidah". Jiwa atau nafs yang satu. Dan itu gambaran kecil tentang-Nya Yang Maha Lebih Besar.

Gambaran kecil tentang-Nya Yang Maha Lebih Besar itu ada di dalam Al-Quran. Kok bisa? Pembahasan tentang ini ada di potongan (bagian) selanjutnya.

Allahu a'lamu bisshowab

Pondok Labu

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tulisan ++ tentang ++ ( melihat: Nazhoro, Ro-a, dan Bashoro)

Membaca Sastra, Membaca Diri: mengenal Ilahi (bag-9)

Pemahaman "Lughotan" dan "Ishthilahan".